Buku ini merupakan kumpulan pengalaman Sokola dalam mengembangkan program-program pendidikan sebagai upaya untuk membantu masyarakat adat menghadapi persoalannya sembari tetap mempertahankan adat. Tinggal bersama masyarakat adat dan beradaptasi dengan budaya setempat, serta murid-murid yang kritis, justru menjadi “sekolah” bagi para relawan Sokola hingga akhirnya membentuk metode dan pendekatan pendidikan yang ramah budaya dan dapat merespon persoalan kontekstual.
Buku ini akan membantu para guru, pegiat dan relawan pendidikan, pemerintah, perusahaan, atau siapapun yang tengah mengembangkan program pendidikan dan pemberdayaan komunitas. Buku ini juga memberi pemahaman dan meningkatkan penghargaan akan kekayaan budaya Indonesia.
Aditya Dipta Anindita
Pendiri Sokola ini menyelesaikan program sarjana di Juru- san Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univer- sitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2002 dan melanjutkan studi S2 di Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia Jakarta tahun 2006 atas beasiswa dari Ford Foundation.
Indit, demikian panggilannya, pernah berkecimpung di
dunia jurnalistik dan kepenulisan pada tahun 1995-2000, yakni di Harian Bernas Yogyakarta, Detik.com Jakarta,
serta penanggung jawab media komunitas Kotakatikotakita hasil kerja sama Yayasan Dian Desa dengan Swiss Contact. Pernah juga bekerja sebagai konsultan di Direktorat Pengembangan Kerjasama Pemerintah Swasta, Bappenas, Jakarta. Pada tahun 2016 mendapatkan Penghargaan Alumni Berprestasi dari almamaternya Universitas Gadjah Mada.
Butet Manurung
Penerima “Nobel Asia” Ramon Magsaysay Award 2014 ini meraih gelar S1 Antropologi dan Sastra Indonesia di Universitas Padjajaran Bandung, serta S2 di bidang Antropologi Terapan dan Pembangunan Partisipatif di Australian National University, Canberra.
Butet mulai mengembangkan program pendidikan bagi Orang Rimba yang tinggal di hutan Bukit Duabelas, Jambi saat ia bergabung di sebuah proyek konservasi yang dikelola oleh LSM Warsi tahun 1999. Pengalaman ini mendorong ia dan beberapa rekannya di sana untuk mendirikan Sokola pada tahun 2003 dan mengembangkan kurikulum pendidikan yang kontekstual.
Penghargaan lain yang pernah diterima adalah Unesco’s Man and Biosphere Award 2001, Time Magazine’s Hero of Asia 2004, Ashoka Fellow 2006, Young Global Leader 2009, Ernst and Young Indonesia Social Entrepreneur of the Year 2012, Penghargaan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2015, dan lain-lain.
Pengalamannya merintis sekolah di komunitas Orang Rimba yang tinggal di hutan Jambi telah ditulis dalam sebuah buku berjudul “Sokola Rimba” pada tahun 2007 yang hingga saat ini telah tujuh kali dicetak ulang dan diterbitkan ke dalam ba- hasa Inggris “The Jungle School” tahun 2012, serta diangkat ke layar lebar oleh sutradara Riri Riza pada tahun 2013.
Dodi Rokhdian
Antropolog dan pendiri Sokola yang melakukan kajian di hampir semua lokasi program Sokola. Dodi mendapat gelar sarjana antropologi dari Universitas Padjajaran Bandung dan gelar master antropologi dari Universitas Indonesia Jakarta (2011). Pendiri organisasi supporter Viking Persib Club ini juga menyukai kegiatan alam bebas. Ia tergabung dalam kelompok pecinta alam Palawa Unpad.
Selain melakukan kajian di Sokola, Dodi juga aktif melakukan penelitian etnografi sejak tahun 1999 hingga saat ini, antara lain dengan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Pusat Kajian Antropologi Universitas Indonesia, Asia Foundation, Flora Fauna International, WWF, Gaia-dB, dan The Nature Conservancy. Minat utamanya adalah persoalan masyarakat adat dan politik ekonomi sumber daya alam. Tulisan-tulisannya pernah di muat di berbagai media nasional antara lain Pikiran Rakyat, Latitudes Magazine, Travel Lounge, dan lain-lain
Fadilla M. Apristawijaya
Meraih gelar master di jurusan Pendidikan dan Globalisasi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Oulu, Finlandia.
Dilla mengambil spesialisasi Pendidikan dalam Transisi dan Pembangunan Berkelanjutan. Penelitiannya telah dipresentasikan di forum-forum internasional, antara lain Ethnic Relations and International Migration (ETMU-2014) di Finlandia dan Academic Network for Global Education and Learning conference (2019) di London, Inggris.
Sebelum bergabung dengan Sokola pada tahun 2005, Dilla menjadi kontributor di beberapa media nasional di antaranya Cosmo Girl dan PC Media. Dilla mencintai laut dan memiliki sertifikat selam sebagai dive master. Dilla sempat mengajar di sebuah sekolah dengan silabus Cambridge IGCSE dan A Level. Saat buku ini terbit, Dilla sedang melanjutkan studi S3 di Universitas Oulu, Finlandia.
Fawaz
Penyandang gelar Sarjana Teknik dari jurusan Teknik Nuklir di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Master di bidang Teknik Lingkungan dari Universitas Indonesia ini mulai terlibat kegiatan bersama Sokola pada tahun 2008 melalui program Kuliah Kerja Nyata dari kampusnya, hingga akhirnya resmi menjadi relawan guru Sokola pada Maret 2011.
Mengawali tugasnya di Sokola Rimba di Jambi, lalu bertugas di Sokola Asmat (Papua), Sokola Kajang (Sulawesi Selatan), dan kini dipercaya sebagai koordinator di Sokola Kaki Gunung, Jember. Selain itu, Fawaz menyibukkan diri dengan menulis untuk beberapa media online serta tergabung sebagai anggota di Komite Nasional Pelestarian Kretek dan KBEA.
Fawaz telah menerbitkan buku berjudul “Yang Menyublim di Sela Hujan” tentang pengalamannya menjadi relawan guru Sokola di Mumugu Batas Batu, Asmat (2017), dan Seandainya Aku Bisa Menanam Angin (2019).
Oceu Apristawijaya
Seorang seniman sekaligus pendiri Sokola berlatar belakang Ilmu Pendidikan dan Seni UNJ, serta mendapat gelar Master of Fine Arts dari Pascasarjana Seni Rupa Dan Desain ITB dengan fokus pada seni rupa sebagai bagian dari media penyadaran publik.
Di lokasi Sokola, Oceu mengaplikasikan seni rupa sebagai media pendidikan yang disesuaikan dengan konteks komunitasnya, di antaranya seni sebagai media pembebasan yang diterapkan di Sokola Rimba, Jambi; sebagai media pemulihan trauma bagi anak-anak korban bencana di Pariaman, Sumatera Barat, dan media pendidikan kritis di Sokola Pesisir Makassar.
Sebagai seniman, Oceu mendapat penghargaan seni People and Environment dari Yayasan Seni Rupa Indonesia tahun 2001. Karya seninya sudah dipamerkan di beberapa negara seperti Finlandia, Jepang, Malaysia, Hongkong, Singapore, serta di berbagai kota di Indonesia.