Puncaknya, tahun 1966 ekonomi ambruk, yang ditandai dengan inflasi nyaris tanpa batas (650%), pengangguran tak terbendung, dan kemiskinan kian menyeruak. Setelah itu, yang kemudian disebut masa Orde Baru, ekonomi mulai ditata sehingga sedikit demi sedikit menghasilkan capaian yang lumayan, misalnya investasi bergulir dan pengangguran dapat ditekan. Tapi, mendadak ekonomi terkoyak kembali setelah Peristiwa Malari meletus pada tahun 1974, yang dipicu oleh sentimen investasi asing (khususnya dari Jepang). Kemudian kondisi stabil kembali sesudahnya, hingga tahun 1981/1982 situasi ekonomi mengalami chaos yang cukup dalam akibat krisis minyak, di mana harga minyak anjlok menjadi sekitar 9 dolar AS/barel. Padahal, 70-80% penerimaan negara saat itu tergantung dari minyak.
Sejak itu, perlahan-lahan pemerintah mulai menggeser beban kegiatan ekonomi ke sektor swasta akibat keterbatasan negara untuk memikul seluruh tanggung jawab ekonomi. Pemerintah mulai memberi insentif sektor swasta untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi, salah satunya lewat deregulasi perbankan yang dikeluarkan sejak tahun 1983 (Pakjun 1983) dan berpuncak pada Pakto 1988. Kebijakan ini bersemangat memberikan keleluasaan kepada bank domestik maupun asing untuk beroperasi dan membuka cabang di Indonesia, di samping aturan pelonggaran pemberian kredit. Pendeknya, deregulasi (sebetulnya lebih tepat disebut liberalisasi) sektor keuangan/perbankan itu berperan menjadi mesin pelumas agar sektor riil bergerak melayani sektor swasta. Langkah pemerintah itu ternyata tidak bertepuk sebelah tangan, karena segera setelahnya ekonomi tumbuh dengan sangat cepat sehingga rata-rata setiap tahun perekonomian tumbuh sekitar 7%. Singkat cerita, bersama dengan negara-negara Asia lainnya, semacam Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Thailand, Hongkong, Taiwan, dan China; Indonesia oleh Bank Dunia dianggap sebagai negara yang pertumbuhannya ajaib.
AHMAD ERANI YUSTIKA, menyelesaikan gelar sarjana dari Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) Fakultas Ekonomi - Universitas Brawijaya, 1996. Setelah lulus aktif mempublikasikan tulisan di berbagai media
massa (sekitar 350 artikel telah diterbitkan di koran/majalah nasional) dan jurnal ilmiah.