Sungai sebagai sumber air memiliki fungsi serba guna bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Hal ini karena sungai merupakan bagian dari cikal bakal awal suatu peradaban manusia. Banyak peradaban di dunia ini berawal dari tepian air. Tepian air dapat berwujud tepi telaga, tepi oase, tepi paya-paya, tepi pantai dan tepi sungai. Keberadaan air sangat mutlak dibutuhkan bagi kehidupan dasar manusia, karena faktor inilah kemudian mereka bertemu, berkumpul lalu membentuk komunitas yang pada akhirnya terbangun sebuah kebudayaan dan peradaban di antara mereka. Negeri-negeri yang sangat tua kebudayaannya mulai tumbuh, berkembang, dan maju tak lepas dari keberadaan air. Sebagai contoh Mesir, Mesopotamia, India, dan Cina. Pemukiman-pemukiman penduduknya dialiri oleh sungai-sungai Nil, Eufrat, Tigris, Gangga, Indus, Hoangho, dan Yang Tse Kia. Demikian juga di Indonesia, dua kerajaan tertua di Indonesia terletak di tepian sungai yakni kerajaan Kutai dan Tarumanegara. Kerajaan Kutai yang diperintah oleh Raja Mulawarman terletak di aliran Sungai Mahakam di Kalimantan Timur dan Kerajaan Tarumanegara yang diperintah oleh Raja Purnawarman terletak di aliran Sungai Citarum Jawa Barat. Begitu pula dengan Cirebon, sejak masa Pra-Islam kehidupan di perairan telah melekat pada daerah ini. Pada awal abad ke-5 Masehi, sejalan dengan dicanangkannya program pembangunan sungai-sungai di seluruh Jawa Barat oleh Maharaja Purnawarman. Program pembangunan itu berupa memperkokoh, memperlebar, dan memperdalam sungai yang dilakukan oleh seluruh masyarakat sebagai karya bakti. Pelaksanaannya dimulai dengan memperkokoh pinggiran Sungai Gangga di wilayah Indraprahasta (Cirebon Girang). Upacara ritual ini dilakukan pada 12 Kresnapaksa Posyamasa (Desember-Januari) tahun 332 Saka atau 411 Masehi. Adapun Sungai Gangga berfungsi sebagai tempat dilaksanakannya upacara mandi untuk mensucikan diri menurut Sanghyang Agama yang dilaksanakan setahun sekali