“Kamu kenapa, Nak?”
Aku yang baru saja bangun tidur langsung terkesiap, ketika Zahra datang ke kamarku sembari meringis kesakitan.
“Sa-sakit, Ma …,” keluhnya lagi sambil menitihkan air mata. Tak hentinya Zahra memegangi perut bagian bawah.
“Sini, Sayang.” Kutaruh tubuh ramping Zahra dalam dekapan. “kita periksa ke Dokter ya, Nak. Mama takut kamu kenapa-napa.”
“Ja-jangan, Ma. Zahra takut,” tolaknya tersedu di pelukanku.
“Terus Mama harus gimana, Nak. Mama nggak mau lihat kamu nahan sakit begini.” Jemariku membelai rambut hitamnya.
Zahra makin meringis sambil berdesis. Keringat dingin bercucuran membasahi wajah putihnya.
“Zahra! Bangun Sayang! Kita ke Dokter sekarang!” Aku panik sepanik-paniknya. Kala putriku mengerjapkan mata dengan helaan napas yang tak teratur.
“Ma-maafin, Zahra, Ma …,” basiknya dengan suara lemah.
Perlahan, tangan Zahra yang menggenggang erat lenganku mulai merenggang. Ia mengerjap rapat dan tak bergerak lagi.