Pertama kali mendengar berita Bapak akan berangkat ke Lebanon, Adila menangis. Adila mengkhawatirkan keselamatan ayahnya. Sebetulnya ia tak perlu khawatir. Sejak masa kanak-kanaknya, ayahnya telah berani bertaruh nyawa sebagai seorang wartawan perang yang berani.
Waktu itu tahun 1948. Tentara Belanda kembali ke Indonesia untuk menjajahnya lagi. Atim yang baru duduk di kelas tiga, terpaksa berhenti sekolah. Demikian juga anak-anak yang lain. Guru-guru mereka ikut berjuang. Atim pun ikut. Pada siang hari dia menjadi wartawan kecil, mencari berita di dalam kota. Malam harinya dia membantu ayah ibunya mencetak koran dengan agar-agar. Sampai akhirnya bangsa Indonesia berhasil merebut kembali kemerdekaannya.
Sekarang bangsa Indonesia telah lama merdeka. Tetapi Atim, yang telah menjadi ayah Adila dan Alimin, masih tetap berjuang. Sebagai wartawan perang, dia ikut berjuang untuk pembangunan bangsanya.