Arketipe merujuk pada imago Dei (citra Tuhan) dalam diri manusia. Dan, “anehnya”, arketipe dapat ditransformasikan dari ketidaksadaran menjadi formula sadar, yaitu dalam bentuk-bentuk ajaran esoteris. Hal ini dapat kita lihat, misalnya, dalam ajaran-ajaran masyarakat tradisional. Ajaran-ajaran ini sesungguhnya adalah ekspresi yang khas untuk menyampaikan isi kolektif yang asalnya dari ketidaksadaran. Selain itu, ekspresi arketip lainnya adalah mite dan dongeng-dongeng kebijaksanaan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan demikian, istilah “arketipe” hanya diterapkan secara tak langsung pada “representasi kolektif”, karena istilah tersebut hanya menunjukkan isi-isi psikis yang belum tunduk pada elaborasi kesadaran, dan karenanya adalah datum langsung pengalaman psikis.