Dewa Cadas Pangeran

· Serial Cerita Silat Joko Sableng - Pendekar Pedang Tumpul 131 33. kniha · Pantera Publishing
5,0
1 recenzia
E‑kniha
120
Počet strán
Hodnotenia a recenzie nie sú overené  Ďalšie informácie

Táto e‑kniha

BATU putih di ujung tambang bergerak perlahan ke atas tanda kepala Dewa Cadas Pangeran mendongak. Saat kemudian terdengar ucapan.


“Kalian telah mendapat jawaban dari apa yang kalian tanyakan…. Mudah-mudahan kalian tidak segan untuk juga jawab beberapa tanyaku!”


“Aneh…. Dia telah tahu banyak apa yang tidak diketahui orang lain. Mengapa dia masih akan ajukan tanya?!” Diam-diam Ratu Selendang Asmara membatin. Lalu buka suara.


“Kau telah menjawab pertanyaanku. Adalah kurang pantas kalau aku tidak bersedia memberi jawaban atas pertanyaanmu…!”


“Terima kasih…,” ujar Dewa Cadas Pangeran. “Kalian menginginkan peta wasiat itu?!”


“Siapa pun yang kau tanya begitu pasti akan anggukkan kepala!” jawab Ratu Selendang Asmara berterus terang.


Dewa Cadas Pangeran perdengarkan tawa panjang. Lalu berucap. “Aku tidak akan halangi keinginan seseorang. Tapi demi kedamaian dan keselamatan, tidak ada salahnya bukan kalau aku memberi satu saran?”


“Kau pasti akan mengatakan kami berdua tidak akan berhasil mendapatkan peta wasiat itu! Benar?!” Ratu Selendang Asmara tampaknya sudah dapat membaca apa yang akan dikatakan Dewa Cadas Pangeran.


“Syukur kalau kau telah menangkap isyarat itu…. Sekali lagi mudah-mudahan kalian tidak berburuk sangka padaku kalau aku mengatakan kalian bukan saja tidak akan mendapatkan apa-apa, namun akan mengalami musibah jika teruskan keinginan!”


Mendengar ucapan Dewa Cadas Pangeran, Ratu Selendang Asmara tersenyum. “Dewa Cadas Pangeran. Kuakui kau pandai memberi keterangan. Tapi jangan kau lupa! Nasib seseorang adalah sebuah misteri yang tidak bisa dibaca oleh siapa saja!”


“Ucapanmu tidak salah. Dan harap kau tak keliru. Aku tidak membicarakan nasib seseorang. Aku hanya memberi saran. Dan kalaupun aku mengatakan kalian tidak akan mendapatkan apa-apa, aku menangkap adanya beberapa orang punya keinginan seperti kalian. Jika semua orang yang punya keinginan sama saling bertemu, kalian dapat bayangkan apa yang akan terjadi!”


“Kita tak perlu pedulikan ucapannya!” Bayangan Tanpa Wajah berbisik pada Ratu Selendang Asmara.


Si nenek anggukkan kepala lalu berkata. “Masih ada yang ingin kau utarakan lagi?”


Dewa Cadas Pangeran tidak sambuti pertanyaan Ratu Selendang Asmara. Sebaliknya dia putar diri membelakangi orang. Kejap lain dia membuat gerakan satu kali. Sosoknya melesat beberapa tombak ke depan. Saat lain Ratu Selendang Asmara dan Bayangan Tanpa Wajah hanya melihat gerakan batu putih yang bergoyang-goyang di atas ranggasan semak belukar yang sesekali semburatkan kiblatan sinar putih.


“Kita sekarang menuju biara Perguruan Shaolin!” kata Bayangan Tanpa Wajah. Seraya berkata, laki-laki berkulit hitam legam ini melangkah hendak tinggalkan tempat itu.


Namun begitu sadar kalau Ratu Selendang Asmara tidak beranjak dari tempatnya tegak, Bayangan Tanpa Wajah berkata agak keras.


“Kau takut?!”


“Setinggi apa pun ilmu orang, dia tak mungkin bisa menang berhadapan dengan nasib! Itulah satu-satunya hal yang paling kutakutkan dalam hidup!”


Ucapan Ratu Selendang Asmara membuat Bayangan Tanpa Wajah tertawa ngakak lalu berkata. “Tampaknya kau termakan kata-kata orang!”


Kini ganti si nenek yang perdengarkan tawa begitu mendengar sahutan Bayangan Tanpa Wajah. “Kau boleh tertawa. Tapi aku yakin, dalam hatimu juga ada rasa takut berhadapan dengan nasib! Apalagi seseorang yang telah dikenal tahu banyak urusan mengatakan nasibmu tidak baik!”


“Aku tak pernah berpikir tentang nasib! Itulah sebabnya aku tak pernah punya rasa takut!”


Bayangan Tanpa Wajah arahkan pandang matanya jauh ke depan. Lalu sambungi ucapannya. “Kita sekarang telah tahu di mana peta wasiat berada dan ke mana kita harus mencarinya. Kau sekarang berhak memutuskan untuk lanjutkan urusan ini atau….”


“Aku tak pernah menjilat ludah di tanah!” Ratu Selendang Asmara menyahut sebelum Bayangan Tanpa Wajah selesaikan ucapan. Bahkan begitu berkata, si nenek segera melesat ke depan lalu berkelebat ke arah mana tadi tangan kanan Dewa Cadas Pangeran menunjuk.


Bayangan Tanpa Wajah menyeringai. Dengan hentakkan kaki kanan, laki-laki berwajah hitam legam ini berkelebat menyusul Ratu Selendang Asmara.


***


Sementara itu, di tempat kira-kira seratus tombak dari biara Perguruan Shaolin, Pendekar 131 Joko Sableng hentikan langkah. Dia memang sengaja bertindak hati-hati saat tahu mulai memasuki kawasan Perguruan Shaolin.


Murid Pendeta Sinting tegak dengan mata memandang jauh ke depan sana, di mana julangan puncak bangunan Perguruan Shaolin terlihat.


“Hem…. Apa aku harus menggundul rambutku agar leluasa masuk Perguruan Shaolin?” Joko bergumam sambil usap rambutnya. “Jika aku masih berambut panjang begini rupa, rasanya sulit bagiku memasuki perguruan itu. Apalagi baru saja terjadi huru-hara yang menewaskan beberapa pimpinan shaolin. Tapi bagaimana bentuk rupaku nanti kalau aku memang benar-benar menggundul rambut?! Lagi pula bagaimana caranya menggundul?! Ah….”


Joko gerakkan tangan kanan menyisir rambutnya yang basah oleh keringat. “Apakah aku harus menunggu hingga hari berganti gelap?! Tapi aku pasti masih kesulitan untuk masuk! Kalaupun aku berhasil masuk, tentu aku masih bingung karena aku belum tahu seluk-beluk bangunan di Perguruan Shaolin! Hem…. Ataukah aku harus memancing keluarnya Guru Besar Liang San?! Tapi bagaimana caranya?! Inilah sulitnya. Aku belum tahu bagaimana tampang Guru Besar Liang Sah…. Sementara….”


Joko katupkan mulut. Saat bersamaan kepalanya berpaling. Sepasang matanya mendelik besar. Dia sebenarnya ingin membuat gerakan, namun tampaknya dia sadar, gerakan apa pun yang akan dilakukan sudah sangat terlambat. Karena tahu-tahu dua puluh langkah di depan sana telah tegak satu sosok tubuh dengan mata menatap tajam ke arahnya.


“Dari penampilannya, jelas dia orang Perguruan Shaolin. Dari usia dan sikapnya, pasti dia tokoh di perguruan itu! Hem…,” Joko memperhatikan orang dengan seksama seraya menduga-duga.


Di lain pihak, orang yang tegak di depan sana kerutkan dahi dengan mata dipicingkan. Pandangannya jelas membayangkan rasa curiga. Dia adalah seorang laki-laki berwajah agak tirus. Kumisnya tipis. Jenggotnya jarang tapi panjang. Sepasang matanya agak besar. Kepalanya gundul dan terlihat beberapa titik putih pada batok kepalanya. Orang ini mengenakan pakaian panjang warna kuning tanpa leher. Di pundaknya melapis kain warna merah yang terus dililitkan pada pinggangnya. Laki-laki ini tidak lain adalah Guru Besar Liang San.


“Seorang pemuda…. Tampangnya sepertinya bukan orang negeri ini! Tapi itu tidak, penting. Yang jelas dia seorang pemuda yang mencurigakan karena memata-matai Perguruan Shaolin. Hem…. Aku hampir bisa memastikan…. Dugaanku ternyata tidak jauh meleset! Kemunculannya di sini merupakan satu petunjuk!” Guru Besar Liang San membatin dengan sunggingkan senyum. “Aku harus berlaku ramah…. Lagi pula dia pasti belum tahu siapa yang kini di hadapannya! Hem…. Akhirnya rencanaku berjalan tanpa hambatan! Kini aku sudah tak sabar lagi menunggu hari ganda sepuluh!”


Guru Besar Liang San takupkan kedua tangannya di depan dada. Lalu kepalanya ditundukkan seraya berkata pelan. “Amitaba…. Boleh aku bertanya, Anak Muda…?”


Murid Pendeta Sinting membuat sikap seperti yang dilakukan orang. Lalu sembari mengumbar senyum dia buka suara.


“Amitaba…. Apa yang hendak kau tanyakan, Orang Tua?!”


“Siapa namamu?”


“Aku punya dua nama. Yang mana kau inginkan? Nama semasa aku masih kecil atau setelah aku menginjak dewasa?!”


Guru Besar Liang San kerutkan dahi namun tetap dengan bibir sunggingkan senyum. “Kalau tak keberatan, aku ingin tahu keduanya….”


“Waktu kecil aku dipanggil Lon Tong Bu Lim….” Joko hentikan ucapannya sesaat sambil melirik wajah orang. Lalu menyambung. “Begitu aku dewasa, entah karena apa, aku dipanggil Han Ko!”


“Seperti halnya aku, mungkin anak ini tidak berkata jujur!” kata Guru Besar Liang San dalam hati. Namun dia tak mau tunjukkan sikap tidak percaya pada ucapan orang. Dia anggukkan kepala dengan tersenyum.


“Orang tua…. Aku telah mengatakan siapa diriku.


Rasanya tak enak kalau aku tidak tahu siapa dirimu…”


Guru Besar Liang San kembali anggukkan kepala, lalu berkata.


“Kau beruntung, Anak Muda. Bisa memiliki dua nama. Tidak seperti aku. Aku dilahirkan di sini tanpa kuketahui siapa kedua orangtua ku karena mereka meninggal saat aku masih bayi. Hingga aku sendiri tak tahu siapa yang memberi nama padaku! Yang jelas aku tahu sudah berada di lingkungan shaolin dan mereka memanggilku Wang Kong Fu….”


Seperti halnya Pendekar 131, saat sebutkan diri dengan Wang Kong Fu, Guru Besar Liang San melirik seolah ingin tahu sikap orang.


Joko memperhatikan orang sekali lagi dengan lebih seksama. Sulit baginya menduga apakah ucapan orang benar atau tidak. “Aku belum kenal sebelumnya dan masih buta sama sekali dengan orang-orang di lingkungan shaolin. Tapi aku punya cara untuk mengetahui apakah dia berkata jujur atau berdusta!” kata Joko dalam hati setelah terdiam beberapa lama. Dia sudah buka mulut hendak berkata. Namun sebelum suaranya terdengar, Guru Besar Liang San yang mengaku bernama Wang Kong Fu sudah mendahului angkat suara.


“Anak muda…. kalau aku boleh menduga, keberadaanmu di sini tentu bukan karena sebuah kebetulan! Kau tengah menunggu seseorang? Atau ada perlu lain?!”


“Terus terang saja, sejak kecil aku tertarik dengan shaolin. Hanya sayang sekali. Kedua orangtua ku tidak memberikan izin padaku untuk memasuki biara shaolin. Sekarang kedua orangtua ku telah tiada. Namun keinginanku tetap membara. Untuk itulah aku berada di sini. Dan kebetulan bertemu denganmu…. Kalau boleh aku bertanya, apakah mungkin aku bisa diterima di biara shaolin?!”


“Amitaba…. Perguruan Shaolin tidak menolak siapa saja yang ingin menjadi keluarga perguruan asal dia mau menjalankan semua peraturan yang telah ditentukan! Hanya saja….”


Karena Guru Besar Liang San tidak lanjutkan ucapan, Joko cepat menyahut. “Hanya apa, Orang Tua?!”


“Aku ragu apakah kau mampu menjalankan peraturan shaolin! Karena jika seseorang telah menjadi keluarga besar shaolin, dia harus meninggalkan keinginan duniawi….”


“Orang tua…. Aku yakin bisa melakukannya….”


“Amitaba…. Menjalankan tidak semudah berkata, Anak Muda. Bukannya aku menghalangi keinginanmu. Tapi usia dan lingkungan sangat berpengaruh!”


“Maksudmu…?!”


“Orang yang menjadi keluarga besar shaolin sejak kecil akan lebih mudah menjalankan peraturan shaolin dibanding dengan orang yang memasuki shaolin saat usianya sudah dewasa. Karena orang dewasa sudah mengenal manisnya duniawi sebelum masuk keluarga shaolin. Dan hal itu nantinya sangat berpengaruh sekali. Lain dengan orang yang masuk keluarga shaolin saat usianya masih kecil. Karena begitu masuk, dia belum kenal manisnya rasa duniawi!”


Pendekar 131 terdiam beberapa lama. Guru Besar Liang San arahkan pandang matanya jauh ke puncak bangunan shaolin lalu berkata. “Anak Muda…. Aku menghargai semangatmu. Namun kau harus berpikir sekali lagi jika akan menjadi keluarga besar Perguruan Shaolin!”


“Orang tua…. Bukan aku mau unjuk diri. Tapi sebenarnya sejak kecil aku telah dilatih untuk menjauhi segala macam yang berbau duniawi! Kau boleh percaya atau tidak, sampai seusia ini, aku belum pernah mengenal yang namanya perempuan….”


Mendengar kata-kata Joko, Guru Besar Liang San tertawa seraya gelengkan kepala. “Anak Muda…. Duniawi bukan saja perempuan…. itu hanya sebagian kecil saja!”


“Ah…. Ternyata tidak semudah yang kubayangkan!” gumam Joko.


Lagi-lagi Guru Besar Liang San tertawa. “Anak Muda…. Mau kau katakan padaku, mengapa kau ingin sekali menjadi keluarga shaolin?!”


Meski nada bicara Guru Besar Liang San bertanya, ternyata sebelum murid Pendeta Sinting sempat menjawab, Guru Besar Liang San sudah angkat suara.


“Kau ingin mempelajari ilmu silat?!”


Karena tak ada alasan lain, akhirnya Joko anggukkan kepala. “Sejak kecil aku memang ingin sekali belajar ilmu silat. Dan menurut yang kudengar, Perguruan Shaolin memiliki jurus-jurus yang sulit ditandingi!”


“Perguruan Shaolin lebih mementingkan pencucian diri daripada pelajaran ilmu silat. Kalaupun di dalam perguruan diajarkan ilmu silat, itu hanya untuk menjaga kesehatan. Bukan untuk hal lain…. Jadi kau salah duga kalau ingin masuk Perguruan Shaolin dengan tujuan mempelajari ilmu silat!”


“Ah…. Lagi-lagi aku salah duga!”


“Anak muda…. Aku melihat kobaran semangatmu begitu membara. Aku menawarkan sesuatu padamu…”


“Hem…. Orang yang baru kukenal tiba-tiba menawarkan sesuatu. Pasti di baliknya menyimpan sesuatu!” Joko membatin. Lalu berkata.


“Harap kau katakan apa yang hendak kau tawarkan.”


“Aku melihat bentuk tubuhmu bagus. Sayang kalau disia-siakan. Aku akan mengajarkan padamu semua ilmu silat Perguruan Shaolin tanpa harus masuk menjadi keluarga besar shaolin!”


Mendengar ucapan orang, Pendekar 131 buru-buru bungkukkan tubuh. “Amitaba…. Kau tidak main-main, Orang Tua?!”


“Salah satu ajaran shaolin adalah dilarang berdusta!”


“Ah…. Dari semula aku sudah menduga kalau kau adalah salah seorang tokoh di Perguruan Shaolin. Kuucapkan terima kasih kalau kau memang benar-benar hendak mengajarkan padaku ilmu silat!”


“Amitaba…. Kau jangan keburu memuji. Kalaupun aku menawarkan hal itu, semata-mata karena aku menghargai semangatmu! Tapi aku juga minta maaf…”


“Dugaanku tidak meleset. Ujung-ujungnya dia minta sesuatu! Tapi aku akan coba menuruti…,” kata Joko dalam hati. Namun dia tidak segera buka suara. Sebaliknya arahkan pandang matanya jauh ke depan.

Hodnotenia a recenzie

5,0
1 recenzia

Ohodnoťte túto elektronickú knihu

Povedzte nám svoj názor.

Informácie o dostupnosti

Smartfóny a tablety
Nainštalujte si aplikáciu Knihy Google Play pre AndroidiPad/iPhone. Automaticky sa synchronizuje s vaším účtom a umožňuje čítať online aj offline, nech už ste kdekoľvek.
Laptopy a počítače
Audioknihy zakúpené v službe Google Play môžete počúvať prostredníctvom webového prehliadača v počítači.
Čítačky elektronických kníh a ďalšie zariadenia
Ak chcete tento obsah čítať v zariadeniach využívajúcich elektronický atrament, ako sú čítačky e‑kníh Kobo, musíte stiahnuť príslušný súbor a preniesť ho do svojho zariadenia. Pri prenose súborov do podporovaných čítačiek e‑kníh postupujte podľa podrobných pokynov v centre pomoci.