U Pyo Kyin, sang kepala distrik yang melandaskan semua tindakannya di atas nafsu duniawi. Dikabarkan, seandainya anak-anak dari perempuan-perempuan yang ia perkosa dikumpulkan, akan membentuk batalyon keji yang tunduk tanpa syarat pada perintahnya.
Dokter Veraswami, lelaki berdarah India berkulit jelaga, pemuja bangsa kulit putih yang menurutnya memang pantas berlaku superior atas pribumi Burma dan orang-orang seperti dirinya.
Elizabeth, perempuan muda sok kaya bergaya Parisienne berwajah layaknya ‘gadis Inggris umumnya’, mengurangi lautan sejauh ribuan mil supaya tidak mati kelaparan, hanya untuk jatuh ke pangkuan pamannya yang bernafsu menidurinya dan bibinya yang memimpikan sang keponakan disunting bangsawan kaya raya.
Ma Hla May, gadis muda berwajah eksotik bertubuh selurus papan, dibeli seharga beberapa ratus rupee dari orangtuanya untuk dijadikan gundik lelaki kulit putih. Ia bangga akan statusnya itu, sebab karenanya ia mampu bersolek elok dan tampak serupa merak di antara para perempuan petani yang bekerja sekeras kerbau demi segenggam nasi.
Bagaimana jadinya jika lima karakter itu bersatu di sebuah desa miskin di Burma, dalam cengkeraman pemerintah kolonial Inggris, di bawah matahari yang siap melelehkan isi kepala dan memeras keringat tubuh siapa saja?
George Orwell, yang lima tahun pernah menjadi polisi di Burma, negeri yang hingga kini seoleh dilupakan Tuhan adan dikendalikan militer itu, mengisahkannya seakan-akan tengah meluapkan amarahnya---atau kebenciannya—pada kolonialisme dan orang-orang sebangsanya.