Setelah beberapa saat, mataku mulai dapat benar-benar terbuka. Aku terbaring di ruangan yang serba putih. Tubuhku berselimut dan bertancapkan beberapa jarum di pergelangan tangan dan di bahuku. Kepalaku terbalut perban dengan sedikit tembusan warna merah melingkari kepalaku. Aku tergolek di atas ranjang ditemani oleh ibuku yang paling aku cintai.
“Ibu, aku di mana? Kapan lomba siswa teladan yang harus aku ikuti?” tanyaku sambil menahan erangan rasa sakit di sekujur tubuhku. Ibuku hanya terdiam dan mengusap wajahku sembari meneteskan air mata.
Buku ini berkisah tentang seorang anak yang karena kekurangan fisiknya harus mengalami ujian yang bertubi-tubi. Sulit sekali membedakan kebaikan di antara keburukan, ketulusan maupun kedengkian.