Buya Hamka dengan gamblang menggambarkan realitas sejarah yang terjadi dalam tubuh umat Islam pada beberapa fase, yakni fase sebelum kelahiran Nabi Muhammad (zaman arab purbakala), fase nabi Muhammad, fase khulafaur rasyidin, fase beberapa kepemimpinan khalifah baik yang ada di jazirah Arab maupun di luar Arab seperti Eropa, Afrika, wilayah Afganistan dan India yang kelak Indian dan Iran memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di Indonesia dan terakhir fase penyebaran Islam di tanah air.
Buya Hamka berhasil memotret berbagai fakta sejarah yang kadang tidak kita temukan dalam buku sejarah Islam lainnya atau luput dari perhatian kita. Dakta sejarah yang berhasil Buya Hamka paparkan tersebut terutama terkait sejarah kerajaan Islam di Indonesia dan pembahsan took besarnya, yang bahkan tidak ditemukan dalam buku sejarah yang diajarkan di sekolah.
Buku ini mengupas tentang kejayaan yang pernah dilalui umat Islam selama beberapa decade hingga kejatuhannya saat berada dalam gengga,an para penguasa Islam yang lemah dan zalim. Layaknya sebuah drama, buku ini memuat tentang berbagai konspirasi politikdan kekuasaaan serta permusuhan dan perpecahan di kalangan umat Islam termasuk berbagai konspirasi dari pihak luar untuk menjatuhkan dan menggulingkan pemerintahan Islam seperti terjadinya Perang Salib di dunia dan pendudukan bangsa Eropa atas negeri Islam, tidak terkecuali penjajahan yang terjadi di Indonesia.
[Gema Insani] [Buya Hamka] [Hamka]
Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah gelar Datuk Indomo, pemilik nama pena Hamka (lahir di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, 17 Februari 1908 – meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun) adalah seorang ulama dan sastrawan Indonesia. Ia melewatkan waktunya sebagai wartawan, penulis, dan pengajar. Ia terjun dalam politik melalui Masyumi sampai partai tersebut dibubarkan, menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama, dan aktif dalam Muhammadiyahsampai akhir hayatnya. Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia menganugerahkannya gelar doktor kehormatan, sementara Universitas Moestopo, Jakarta mengukuhkan Hamka sebagai guru besar. Namanya disematkan untuk Universitas Hamkamilik Muhammadiyah dan masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia.
Seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu, Hamka tercatat sebagai penulis Islam paling prolifik dalam sejarah modern Indonesia. Karya-karyanya mengalami cetak ulang berkali-kali dan banyak dikaji oleh peneliti Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Tulisannya telah menghiasi berbagai macam majalah dan surat kabar. Yunan Nasution mencatat, dalam jarak waktu kurang lebih 57 tahun, Hamka melahirkan 84 judul buku. Minatnya akan bahasa banyak tertuang dalam karya-karyanya. Di Bawah Lindungan Ka'bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, dan Merantau ke Deli yang terbit di Medan melambungkan nama Hamka sebagai sastrawan. Ketiganya bermula dari cerita bersambung yang diterbitkan oleh majalah Pedoman Masyarakat. Selain itu, Hamka meninggalkan karya tulis yang menyangkut tentang sejarah, budaya, dan bidang-bidang kajian Islam.