1. Bimbingan dan koseling disamakan saja dengan pendidikan, sehingga bimbingan konseling tidak diperlukan kerena di sekolah telah tempat diselenggaralannya pendidikan, sehingga dengan sendirinya bimbingan konseling telah masuk kedalam proses pendidikan tersebut. Sekolah tidak perlu melaksanakan pelayanan bimbingan konseling secara mandiri, tetapi mantapkan saja pengajaran sebagai pelaksanaan nyata dari usaha pendidikan.
2. Bimbingan konseling dipisahkan dari pendidikan. Pelayanan bimbingan konseling dianggap harus benar-benar dilaksanakan secara khusus oleh tenaga-tenaga yang ahli dalam bidangnya dan secara nyata harus dibedakan dari praktik pengajaran dan pendidikan.
3. Guru pembimbing atau konselor di sekolah dianggap sebagai polisi sekolah yang tugasnya menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin dan keamanan sekolah. Anggapan tersebut muncul karena sering muncul fakta-fakta di mana guru pembimbing diberikan tugas mengusut perkelahian antar siswa, pencurian di kelas, mengintrogasi siswa yang bersalah dan menghukum siswa yang melakukan kesalahan.
4. Bimbingan konseling dianggap semata-mata proses pemberian nasihat. Selain pemberian nasihat, umumnya siswa membutuhakan hal lain sesuai dengan masalah yang dihadapinya, yang memerlukan pelayanan lain seperti pemberian informasi, penempatan, penyaluran, bimbingan belajar dan pelayanan khusus.
5. Bimbingan konseling dibatasi hanya menangani masalah yang bersifat insidental (waktu tertentu saja) yaitu pada saat siswa mendapatkan masalah. Padahal bimbingan konseling menjangkau dimensi waktu yang bukan hanya waktu sekarang, namun juga masa lalu dan masa yang akan datang, karena biasanya masalah yang dihadapi siswa sekarang ini berkaitan dengan masa lalu dan akan berdampak pada masa yang akan datang.
6. Bimbingan konseling hanya untuk siswa tertentu saja. Khusus pada anak-anak yang memiliki keistimewaan seperti karena warna kulit, status atau kekayaan. Hakikatnya bimbingan konseling diberikan kepada individu atau kelompok yang memerlukannya. Tidak boleh ada diskriminasi terhadap siswa dalam pelayanan bimbingan konseling.
7. Bimbingan konseling melayani orang sakit atau orang yang kurang normal adalah merupakan anggapan yang kurang tepat. Bimbingan konseling melayani orang yang normal dan sehat yang mengalami suatu masalah tertentu. Jika ada siswa yang mengalami masalah fisik (sakit) maka yang ia akan menjadi pasien dokter dan jika mengalami masalah psikis seperti gangguan jiwa yang atau stres maka sebaiknya menjadi pasien psikolog.
8. Bimbingan konseling bekerja sendiri. Hal tersebut merupakan anggapan yang keliru karena bimbingan konseling terintegrasi dengan program pendidikan dan pembelajaran lainnya di sekolah. Oleh karena itu guru pembimbing harus bekerja sama dengan orang-orang yang dapat membantu menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi sisiwa seperti bekerja sama dengan orang tua, guru, teman di sekolah dan di luar sekolah.
9. Konselor harus aktif dan siswa harus pasif adalah anggapan yang tidak tepat, karena proses pelayan bimbingan konseling bukan hanya menuntut keaktifan dari konselor, namun juga menuntut keaktifan dari siswa.
10. Bimbingan konseling dapat dilakukan oleh siap saja. Ini merupakan anggapan yang keliru karena pelayanan bimbingan konseling dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan yang mengikuti teori, tujuan, metode dan asas tertentu. Oleh karena itu pelayanan bimbingan konseling tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.
11. Bimbingan konseling berpusat pada keluhan saja, juga merupakan anggapan yang keliru, karena pemberian layanan bimbingan konseling memang diawali dengan melihat gejala atau keluhan awal yang disampaikan oleh siswa. Tetapi seorang konselor apabila pembahasanya dikembangkan, sering kali ternyata masalah yang sebenarnya lebih kompleks dari yang disampaikan oleh keluhan pertama siswa, sehingga pemberian bantuan harus dipusatkan kepada masalah yang sebenarnya. Konselor harus mampu menyelami sedalam-dalamnya masalah siswa yang sebenarnya.
12. Bimbingan konseling harus memiliki hasil yang harus segera dilihat. Anggapan tersebut adalah merupakan anggapan yang keliru, karena pelayanan bimbingan konseling berkenaan dengan aspek-aspek psikis dan tingkah laku, yang tidak semudah membalik telapak tangan, yang kemungkinan hasil bimbingan tidak langsung terlihat.
13. Bimbingan konseling menggunakan pemecahan masalah yang sama kepada semua siswa. Padahal sebenanya setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lain. Masalah yang sama dialami oleh dua orang yang berbeda kemungkinan akan menuntut cara pemecahan yang berbeda.
14. Bimbingan konseling memusatkan pada pengunaan instrumen. Ini merupakan anggapan salah karena instrumen hanyalah merupakan alat bantu dalam melakukan bimbingan konseling. Intrumen tersebut tidak boleh mengganggu, menghambat bahkan melumpuhkan usaha pelayanan bimbingan konseling. Artinya dengan instrumen atau tampa instrumen , usaha bimbingan pelayanan bimbingan konseling tetap harus dilakukan.
Lahir di Bantaeng, pada tanggal 5 Mei 1986. Anak pertama dari tiga bersaudara dan merupakan buah kasih sayang dari pasangan Bahrun dan Husnia. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD 34 Bungung Katammu mulai tahun 1994 sampai tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Mts Muhammadiyah Panaikang dan tamat pada tahun 2002. Kemudian pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan di MA.Muhammadiyah Panaikang dan tamat tahun 2005. Kemudian pada tahun 2007 penulis berhasil lulus pada jurusan pendidikan Sosiologi, Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar program strata 1 (S1) kependidikan. Dalam organisasi intra kampus penulis pernah menjadi pengurus HMJ sebagai wakil bidang tahun 2008-2009, dan menyelesaikan studi pada tahun 2011 dengan gelar sarjana pendidikan. Selanjutnya pada tahun 2012 melanjutkan pendidikan di Universitas Negeri Makassar pada Program Studi Pendidikan Ilmu Sosial Kekhususan Pendidikan Sosiologi, dan menyelesaikan studi pada tahun 2014. Sejak tahun 2017 sampai sekarang, penulis menempuh pendidikan Program Doktor-S3 bidang Ilmu Sosiologi di Universitas Negeri Makassar. Aktivitas sehari-hari memfokuskan diri untuk melaksanakan pendidikan, melakukan penelitian, melakukan pengabdian kepada masyarakat dan berbagai kegiatan Kemuhammadiyahan sebagai wujud Catur Dharma Perguruan Tinggi Universitas Muhammadiyah Makassar. Berbagai buku yang perna ditulis seperti (1) Strategi Pembelajaran Sosiologi suatu Ide Pembelajaran Inovatif di Sekolah, (2) Sosiologi Pengantar Masyarakat Indonesia, (3) Teori Sosiologi Klasik, Modern, Postmodern, Saintifik, Hermeneutik, Kritis, Evaluatif dan Integratif, (4) Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (5) Evaluasi Pembelajaran Sosiologi (6) Sosiologi Komunitas Menyimpang, (7) Sosiologi Organisasi Aisyiyah dan (8) Kekerasan dari Berbagai presfektif.