Pada dasarnya, prosedur ini digunakan oleh seluruh organisme, mulai dari amoeba hingga Albert Einstein. Setiap organisme mencoba untuk melepaskan diri dari masalah yang merepotkan. Baik hewan, tumbuhan, atau manusia melakukan prosedur demikian karena mereka rindu akan hukum dan keteraturan, dan menurut Karl R. Popper, harapan akan hal ini tercetak secara genetik. Mereka mempelajari fenomena alam, melakukan pengujian, hingga ditemukan sesuatu yang mampu memecahkan masalah yang sedang mereka hadapi. Namun, pertanyaannya, apa bedanya amoeba dengan Einstein?
Amoeba menghindari falsifikasi (pemalsuan). Ia membuat hipotesis secara subjektif, dan harapannya terhadap hipotesis itu terlampau besar. Sehingga, kalau hipotesisnya terbukti keliru, ia tak dapat memecahkan masalah, lalu ia binasa. Sementara, Einstein membuat hipotesisnya secara objektif. Kemudian, ia menghancurkan hipotesisnya melalui kritik, tanpa ikut menjadi binasa. Alih-alih menghindari, ia malah menjadikan falsifikasi sebagai landasan untuk menyangkal teori yang ia hasilkan dari hipotesis tersebut. Namun, teorinya ia maksudkan bukan untuk dibuktikan bahwa teori itu benar, melainkan untuk diuji agar terbukti bahwa teori itu salah.