Dari masa ke masa, Kedonganan mengalami banyak perubahan drastis. Nilai-nilai budaya mulai luntur karena derasnya arus teknologi informasi dan candu-candu kapitalisme. Karena itu, penting kiranya nilai-nilai tradisional itu didokumentasikan sehingga siapa pun dapat membaca dan mengambil manfaat darinya. Semoga desa-desa lain di seluruh Indonesia menyusul dengan komitmen mereka untuk mendokumentasikan aset kultural mereka demi generasi masa depan.
I Gde Yudhi Argangga Khrisnantara atau kerap dikenal dengan nama Khrisna Santa, lahir di Tuban, Badung-Bali pada tanggal 12 Juni 1996. Ia merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan (alm) IPDA I Wayan Sudiarta, S.H dan Ni Nyoman Ayu Puryanti, S.E. Terlahir dari keluarga yang sederhana; ayahnya seorang abdi negara (POLRI) sedangkan ibunya bekerja sebagai seorang ibu rumah tangga. Ia menyelesaikan pendidikannya di Prodi Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana (tamat 2018), kemudian melanjutkan konsentrasi di Program Magister Ilmu Linguistik di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana (tamat 2020). Sedangkan kedua adiknya adalah sarjana dari Fakultas FISIP dan Fakultas Pariwisata di Universitas Udayana.
Khrisna Santa merupakan salah seorang pemuda yang berasal dari Desa Kedonganan. Ia menaruh kecintaannya dalam menulis ketika duduk di bangku kuliah. Ketertarikannya terhadap sejarah, budaya, dan kebahasaan menjadi daya tariknya. Ia telah ikut berkontribusi dalam beberapa penelitian studi linguistik (bahasa) sebagai kontributor artikel maupun sebagai penulis utama. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan sejak tahun 2018-2022 yang dikepalai langsung oleh guru besar Linguistik Universitas Udayana. Tulisannya dapat dijumpai di internet luas dan juga menjadi rujukan/referensi bagi tulisan lainnya. Berbekal ilmu kesusasteraan dan kebahasaan, ia mengasah dirinya pada kemampuan observasi, analitik, dan visioner. Ia berpendapat bahwa sastra merupakan transformasi dari isi dan bentuk yang memiliki syarat makna berupa ungkapan pengalaman jiwa manusia yang ditimba dari kehidupan, kemudian direka dan disusun dengan bahasa yang penuh arti sebagai sarana sehingga mencapai syarat estetika yang tinggi. Dasar kemudian lalu dielaborasikan dengan ilmu linguistik yang memberikan penekanan pada aspek-aspek kebahasaan yang teoritik maupun implementatif (diamati dari sisi psikologi, pragmatik, semantik, sosial, dan lainnya).
Di samping itu, ia juga menaruh kecintaannya terhadap seni pencak silat yang ia tekuni sejak duduk di bangku kelas tiga Sekolah Dasar. Terang saja, karena ia berasal dari keluarga beladiri yaitu Perguruan Seni Pencak Silat Bakti Negara Bali. Pelik baginya jika ia tidak melanjutkan salah satu warisan budaya tersebut. Ia berpandangan bahwa pencak silat selain dijadikan sebagai satu olahraga umum, pencak silat juga memberikan kematangan mentalitas serta dapat menjadi sarana dalam membangun karakter manusia yang kuat. Terdapat pula aspek spiritual di dalamnya yang dapat membantu keselarasan hidup. Ia pernah berkiprah sebagai atlet putra Badung di tingkat Provinsi serta menorehkan beberapa juara di antaranya. Kelihaiannya dalam ber-organisasi sudah ia tunjukkan sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas; wakil ketua OSIS dan kemudian terpilih sebagai ketua OSIS, Ketua Umum HUT English Student’s Association Udayana University, Anggota Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri Kabupaten Badung, dan saat ini aktif menjadi sekretaris umum Pencak Silat Bakti Negara Ranting Kedonganan / anggota DPC Bakti Negara Kabupaten Badung.