Daftar isi sudah tercover di google play book memudahkan membaca dan mencari cepat.
Demikian pula seseorang yang baru mencoba beberapa percobaan kimia, tidak punya alasan untuk merendahkan seorang kaya.
Jika seorang manusia merenungkan dirinya, ia akan tahu bahwa sebelumnya ia tidak ada, sebagaimana tertulis di dalam al-Qur’an: “Tidakkah manusia tahu bahwa sebelumnya ia bukan apa- apa?” Selanjutnya ia ketahui bahwa ia terbuat dari satu tetes air yang tidak mengandung intelek, pendengaran, kepala, tangan, kaki dan sebagainya.
Dari sini jelaslah bahwa, setinggi apa pun tingkat kesempurnaannya, ia tidak menciptakan dirinya dan tidak pula ia mampu mencipta seutas rambut sekalipun.
“Jika Anda menemui sesuatu kesulitan di dalam memahami tawasuf, bacalah buku saya Kimia- Sa’adat (Kimia Kebahagiaan) yang akan membimbing Anda ke jalan yang benar, dan memberi Anda, sekurang-kurangnya, suatu kesempatan yang adil untuk memanfaatkan kemamp0uan-kemampuan yang dikaruniakan oleh Allah kepada Anda.” Demikianlah Al-Ghazali menulis dalam salah satu suratnya kepada Nizamuddin Fakhrul Mulk, wazir Seljuk.
Kimia Kebahagiaan adalah ringkasan dari karya monumental Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, ditulis sendiri secara populer oleh beliau dalam bahasa Parsi, tidak dalam bahasa Arab sebagaimana Ihya.
Setiap manusia, di kedalaman kesadarannya, mendengar pertanyaan “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” dan menjawab “Ya”. Tetapi ada hati yang menyerupai cermin yang telah sedemikian dikotori oleh karat dan kotoran sehingga tidak lagi memberikan pantulan-pantulan yang jernih.
Sementara hati para nabi dan wali, meskipun mereka juga mempunyai nafsu seperti kita, sangat peka terhadap segenap kesan-kesan ilahiah.
Dari semuanya ini bisa kita lihat betapa benarnya hadits Nabi (SAW): “Allah menciptakan manusia di dalam kemiripan dengan diri-Nya sendiri.”
Dan setelah kita sampai pada sebagian pengetahuan tentang esensi dari sifat-sifat Allah lewat perenungan akan esensi dan sifat-sifat ruh, maka akan bisa kita pahami metode kerja, pengaturan dan pendelegasian kekuasaan Allah kepada kekuatan-kekuatan kemalaikatan dan sebagainya, yaitu dengan jalan mengamati bagaimana masing-masing kita mengatur kerajaan-kerajaan kecilnya sendiri.
Sebagai contoh sederhana, misalkan seorang manusia ingin menulis nama Allah. Pertama sekali keinginan ini terbetik di dalam hati, baru kemudian dibawa ke otak oleh ruh-ruh vital.
Bentuk kata “Allah” tergambar di dalam relung-relung otak, kemudian berjalan sepanjang saluran syaraf dan menggerakkan jari-jari yang pada gilirannya menggerakkan pena.
Dengan demikian nama “Allah” terguratkan di atas kertas tepat sebagaimana dibayangkan di dalam otak penulisnya.
Demikian pula, jika Allah menghendaki sesuatu, maka sesuatu itu tampil di dalam dataran ruhaniah yang di dalam al-Qur’an disebut sebagai “Singgasana” (al-’arsy). Dari singgasana itu ia berlalu lewat suatu arus spiritual ke arah suatu dataran yang lebih rendah yang disebut kursi (al-kursiy), kemudian bentuknya tampil dalam al-lauh ‘al-mahfuzh yang, dengan perantaraan kekuatan-kekuatan yang disebut sebagai “malaikat-malaikat”, mewujud dan tampil di atas bumi dalam bentuk tetanaman, pepohonan dan hewan-hewan, sebagai pencerminan keinginan dan pikiran Allah, sebagaimana huruf-huruf yang tertulis mencerminkan keinginan yang terbetik di dalam hati dan bentuk yang hadir di dalam otak sang penulis.
Daftar Isi
Mukadimah
BAB 1 Kimia Pengetahuan Diri
BAB 2 Kimia Pengetahuan Tentang Tuhan
BAB 3 Kimia Pengetahuan Dunia Ini
BAB 4 Kimia Pengetahuan Akhirat
BAB 5 Kimia Musik dan Tarian Dalam Kehidupan Ruhani
BAB 6 Kimia Diri dan Dzikir Kepada Allah
BAB 7 Kimia Perkawinan Pendorong atau Penghalang
Kehidupan Keagamaan
BAB 8 Kimia Habluminallah
Biografi Imam Al-Ghazali
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i (lahir di Thus; 1058 / 450 H – meninggal di Thus; 1111 / 14 Jumadil Akhir 505 H; umur 52–53 tahun) adalah seorang filosof dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad Pertengahan.
Ia terkenal sebagai ahli filsafat Islam yang telah mengharumkan nama ulama di Eropa melalui hasil karyanya yang sangat bermutu tinggi. Sejak kecil lagi dia telah dididik dengan akhlak yang mulia. Hal ini menyebabkan dia benci kepada sifat riya, megah, sombong, takabur, dan sifat-sifat tercela yang lain.