Hantu, Presiden, dan Buku Puisi Kesedihan: Kumpulan Cerita

Indie Book Corner
4.3
611 reviews
Ebook
38
Pages
Ratings and reviews aren’t verified  Learn More

About this ebook

SUATU sore yang masih panas di hari Jumat, Sang Presiden itu akhirnya mundur dari jabatannya. 27 tahun lebih 6 bulan ia memerintah dengan tangan besi yang menyala. Di hari ke-14 demonstrasi rakyat, ia menyerah. Hari itu kekuasaannya usai sudah. Aksi mogok makan telah membuat 412 pemuda pingsan. Rumah sakit penuh. Tak kuat dengan desakan negara-negara jiran, Sang Presiden diktator mengumumkan pengunduran dirinya: “Demi rakyat yang selalu saya cintai. Saya mengundurkan diri sebagai presiden, menyerahkan jabatan saya pada Partai Oposisi Rakyat untuk mengambil alih pemerintahan. Terima kasih, Rakyatku.” Rakyat bergembira sore itu. Pesta digelar di segenap pelosok negeri. Jalan raya dipenuhi rakyat yang bernyanyi, menari, bergembira, dan berpesta. Malam harinya, sebuah berita mengagetkan terdengar: Sang Presiden mati gantung diri di dalam kamarnya.

(SANG PRESIDEN DAN BUKU PUISI KESEDIHAN)

***

“Kita berdosa. Maka menyesallah. Maka minta ampunlah. Dan sekarang semuanya sudah selesai. Sudah sempurna. Saatnya kalian kembali lagi, bergabung bersama manusia kembali. Kalian, aku utus menggantikan masing-masing jenderal yang telah kalian penggal kepalanya.”

(MENCULIK DAN MEMBUNUH PARA JENDERAL)

***

Mayat-mayat itu masih tergantung di depan benteng sampai hari Selasa berikutnya. “BAJINGAN PEMBERONTAK”, tulisan itu menjuntai, dikalungkan sekenanya pada leher mayat-mayat yang mulai disemuti dan dikerumuni lalat yang entah datangnya dari mana, koloni belatung berpesta pora, beranak pinak pada daging busuk mayat-mayat itu. Tak ada pribumi yang tega melintas dan memandang mereka. Mereka memilih menunduk, atau berlari, berbelok ke jalan lain dengan segera. Tapi dendam tentu tak bisa dipadamkan apinya. Malam ini, Frans dan tiga kawannya, para penyair, sedang menyiapkan tulisan-tulisan, bersiap memasak tepung sagu untuk merekatkan kertas-kertas di dinding kota.

(TIGA NYAMUK BETINA DAN PANGLIMA KABARESSI)

***

HANTU, PRESIDEN, DAN BUKU PUISI KESEDIHAN menghimpun cerita-cerita pendek pilihan Irwan Bajang yang ia tulis sejak 2009 hingga 2017. Beberapa di antaranya disambungkan dengan drama politik, sosial, keluarga, hubungan asmara, persahabatan, hewan peliharaan, dan perjalanan-perjalanan naratif tokoh-tokoh, dan dibalut tragedi-tragedi kecil dan besar di seputaran manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa cerita adalah modifikasi dan pandangan lain penulis terhadap kisah-kisah yang akrab dengan kita, ditulis ulang dengan perspektif pilihan penulis. Bukankah semua cerita pada dasarnya adalah pengulangan atas cerita-cerita sebelumnya?


Ratings and reviews

4.3
611 reviews
Bheka Mahardiko
January 27, 2018
Bravo!!!... Bung Irwan Bajang... Anda berhasil membawa saya kembali ke suasana mencekam Orde Baru
4 people found this review helpful
Did you find this helpful?
Dian O
March 5, 2018
Nice, I read this book as long as Raya Puncak street.
2 people found this review helpful
Did you find this helpful?
Nandar Ahromat min Nandar
November 9, 2022
seru banget deh sama buku tulis aja terus biar tambah cantik banget sih ini anak kecil itu apa aja yang penting dari ye anter guru guru HSBC di ci
Did you find this helpful?

About the author

Irwan Bajang, lahir dan besar di Aik-Anyar Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, 22 Februari 1987. Ia datang ke Jogja tahun 2005, menyelesaikan kuliah di jurusan Ilmu Hubungan Nasional UPN Veteran Yogyakarta. Pernah menerbitkan Kumpulan Puisi Sketsa Senja (2006), Novel Rumah Merah (2008), Album Puisi Musik dan Ilustrasi Kepulangan Kelima (2013), Malam Tanpa Ujung (2014).

Tahun 2014 ia menerima Satu Indonesia award dari Astra Internasional untuk dedikasinya pada pendidikan dunia tulis-menulis dan sekolah menulis yang ia dirikan. Ia juga diundang untuk mempresentasikan kegiatannya di Kick Andy Metro TV pada tahun yang bersamaan.

Menjadi co-writer untuk buku Biografi R.C. Harjo Subroto, Seniman yang Tidak Mau Disebut Seniman (2014), editor untuk proyek penulisan sejarah kampung bersama Radio Buku yang menghasilkan buku Ngeteh di Patehan: Kisah Beranda Belakang Keraton Jogjakarta (2011).

Beberapa karyanya termuat di antologi Ibu (2009), Tralalatrilili (2009), Cinta, Rindu dan Hal-Hal yang Tak Pernah Selesai (2011), Karena Aku tak Lahir dari Batu (2011), Agoni: Antologi Puisi Jogja-Jember (2012), 22 Puisi Sastrwan NTB (2013), Lintang Panjer Wengi di Langit Jogja, Dokumentasi 90 Penyair Jogja Lintas Generasi (2014), Puisi di Jantung Taman Sari, Kumpulan Puisi 10 Penyair Muda Jogja (2014), Yogya Halaman Indonesia, 12 Penyair Yogya (2016), dan beberapa antologi lainnya.

Saat ini menjadi penyunting bahasa di Indie Book Corner, sebuah lembaga penerbitan yang ia dirikan sejak 2009. Hingga saat ini telah menyunting puluhan naskah penulis Indonesia. Menulis di media massa, media social, dan blog pribadi irwanbajang.com.

Rate this ebook

Tell us what you think.

Reading information

Smartphones and tablets
Install the Google Play Books app for Android and iPad/iPhone. It syncs automatically with your account and allows you to read online or offline wherever you are.
Laptops and computers
You can listen to audiobooks purchased on Google Play using your computer's web browser.
eReaders and other devices
To read on e-ink devices like Kobo eReaders, you'll need to download a file and transfer it to your device. Follow the detailed Help Center instructions to transfer the files to supported eReaders.