Istana Lima Bidadari

· Serial Cerita Silat Joko Sableng - Pendekar Pedang Tumpul 131 Libro 37 · Pantera Publishing
5.0
1 opinión
Libro electrónico
120
Páginas
Las calificaciones y opiniones no están verificadas. Más información

Acerca de este libro electrónico

MEMANDANG ke depan, Pendekar 131 dan Han Pek Kun melihat seorang laki-laki bertubuh cebol berparas bulat besar dengan hidung melesak ke dalam ditingkah sepasang mata sipit. Rambutnya lebat serta panjang menjulai hingga menyapu lantai. Pada punggungnya terlihat punuk besar, membuat laki-laki ini doyong ke depan saat tegak berdiri. Pada pinggangnya tampak melilit sebuah pedang berkilat.


Tegak di samping laki-laki cebol adalah seorang gadis cantik jelita mengenakan pakaian warna hijau! Rambutnya yang hitam lebat dikepang dua, salah satunya dilingkarkan pada lehernya yang putih dan jenjang. Hidungnya mancung dengan mata bulat. Dadanya kencang membusung dipadu dengan pinggul besar dan padat hingga terlihat mempesona. Seperti halnya laki-laki cebol di sampingnya, gadis cantik ini juga mengenakan sebuah pedang berkilat yang seakan lentur dan diikatkan pada pinggangnya yang ramping.


Untuk beberapa saat mata Joko memandang tak berkesip pada si gadis. Lalu coba tersenyum dengan anggukkan kepala. Namun Joko cepat-cepat pupuskan senyumnya ketika si gadis pasang tampang ketus dan alihkan pandangan ke jurusan lain.


“Hem…. Mereka mengenali siapa adanya pemilik kedai ini. Berarti orang tua bernama Han Pek Kun mengenali siapa mereka!” Joko membatin lalu tanpa berpaling dia berbisik.


“Kek…. Kuharap kau tidak berpura-pura. Siapa mereka?!”


Yang ditanya pandang silih berganti pada kedua orang di seberang depan. Lalu angkat suara berbisik.


“Yang laki-laki bergelar Iblis Pedang Kasih. Si gadis dijuluki Bidadari Pedang Cinta…. Mereka adalah langgananku….”


“Hem…. Begitu? Tapi mengapa nada suara sahutannya tadi tidak enak…? Ada apa sebenarnya di Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai?!”


Belum sampai Han Pek Kun menjawab, tiba-tiba laki-laki cebol yang dikatakan Han Pek Kun dengan gelar Iblis Pedang Kasih perdengarkan gelakan tawa panjang. Namun hingga tawanya putus, laki-laki ini tidak juga angkat suara. Sebaliknya justru gadis yang disebut Bidadari Pedang Cinta yang berkata masih tanpa memandang ke arah Joko atau Han Pek Kun.


“Siapa kau?! Apa tujuanmu hendak ke Lembah nujuh Bintang Tujuh Sungai?!”


Ditanya begitu, Joko bukannya segera menjawab, sebaliknya enak-enak bersiul dengan kepala bergerak-gerak. Di sampingnya, Han Pek Kun tampak kerutkan kening dengan mimik cemas. Matanya sesekali melirik ke arah Bidadari Pedang Cinta lalu beralih pada Pendekar 131.


“Kau punya mulut. Mengapa tidak menjawab?!” Bidadari Pedang Cinta membentak lalu sentakkan kepala menghadap pada murid Pendeta Sinting. Sepasang mata gadis ini kontan mendelik melihat sikap Joko yang terus bersiul-siul.


“Jawab!” Bidadari Pedang Cinta berteriak lengking seraya hentakkan kaki kanannya. Beberapa meja di dalam kedai langsung bergetar hebat. Beberapa bumbung bambu dan mangkuk di atas meja mencelat mental.


Murid Pendeta Sinting putuskan siulannya. Acuh tak acuh dia angkat suara. “Kau tanya pada siapa?! Padaku…? Atau pada….”


“Padamu!” tukas Bidadari Pedang Cinta masih dengan suara ketus.


“Hem…. Apa yang harus kujawab?!”


Menangkap gelagat tidak baik, Han Pek Kun cepat berbisik pada Pendekar 131.


“Dia bertanya siapa kau dan apa tujuanmu ke Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai…. Kuharap kau menjawab dengan apa adanya, Anak Muda…. Bukan karena apa. Sebagai sahabat, aku tidak mau terjadi apa-apa dengan dirimu!”


Joko anggukkan kepala. Lalu angkat bicara.


“Menurut kakek Han Pek Kun, kau bertanya apakah aku sudah punya gandengan apa belum….” Joko hentikan ucapannya sesaat. Lalu melanjutkan dengan alihkan pandangan. “Kalau saja bukan kau yang bertanya, mungkin aku tak mau berterus terang, apalagi ini adalah urusan pribadiku. Aku belum punya gandengan…. Kau sendiri?!”


Bidadari Pedang Cinta tersentak dengan tampang berubah. Hak Pek Kun tak kalah kagetnya namun rasa takut lebih terlihat jelas. Hingga saking takutnya dan tak tahu apa yang harus dilakukan, orang tua ini hanya bisa memandang silih berganti pada Bidadari Pedang Cinta dan Pendekar 131.


“Han Pek Kun!” Bidadari Pedang Cinta membentak,


“Tampaknya kau sudah berani jual lagak di hadapanku dengan alihkan pertanyaan!”


“Jangan salah…,” ujar Han Pek Kun sambil menjura hormat. “Aku tidak mengatakan apa yang diucapkan pemuda ini tadi…. Aku mengatakan apa yang tadi kau tanyakan! Dia yang mengarang ucapan…!” Kepala Han Pek Kun berpaling pada murid Pendeta Sinting.


Kini Bidadari Pedang Cinta memandang dingin pada Joko lalu berkata.


“Kau jangan berani berkata lancang, Orang Asing! Uan lekas jawab pertanyaanku tadi! Siapa kau dan apa tujuanmu ke Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai!”


“Dia bernama Joko Sableng berasal dari tanah Jawa….” Yang menjawab adalah Han Pek Kun.


“Aku tidak bertanya padamu!” Bidadari Pedang Cinta menghardik.


“Bidadari…. Kau sudah tahu siapa aku. Apa yang dikatakan Kakek Han Pek Kun benar!” sahut Joko.


“Kau belum jawab satu lagi pertanyaanku!”


“Aku hendak menemui seseorang!”


“Siapa?!”


“Bidadari…. Kau tadi datang dengan janji akan memberi penjelasan! Berarti kau sudah tahu siapa yang hendak kutemui!”


Sejak Joko memanggil dirinya Bidadari, sebenarnya Bidadari Pedang Cinta sempat terkejut mendapati murid Pendeta Sinting sudah tahu siapa dirinya. Namun gadis ini tak hendak menanyakan dari mana si pemuda tahu. Apalagi mengetahui sikap Joko yang acuh tak acuh.


“Apa hubunganmu dengan penghuni Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai?!” Bidadari Pedang Cinta ajukan tanya lagi.


“Tergantung…!” enak saja Joko menyahut.


“Tergantung apa?!”


“Siapa kelak yang akan kutemui di lembah itu!”


“Setan betul manusia satu ini! Siapa dia sebenarnya?! Mengapa dia hendak ke Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai? Dan apa hubungannya?!” Bidadari Padang Cinta terus bertanya-tanya dalam hati. “Apakah lembah itu dihuni lebih dari seorang?! Tapi menurut Eyang, hanya satu manusia penghuni lembah itu!”


Habis membatin begitu, Bidadari Pedang Cinta berpaling pada Iblis Pedang Kasih. Lalu bertanya dengan suara pelan.


“Eyang…. Apakah lembah itu dihuni lebih dari satu orang?!”


“Cucuku…. Mengapa kau termakan dengan ucapan manusia asing?! Kau dengar sendiri pemuda itu berasal dari tanah Jawa. Aku tahu tanah Jawa. Sebuah negeri nun jauh di seberang lautan sana! Mana mungkin dia tahu banyak tentang daerah ini?!”


“Jadi…?!”


“Pasti dia hanya menduga-dugal Dia cuma tahi nama Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai tanpa tahu siapa penghuninya!”


“Tapi tak mungkin dia jauh-jauh datang ke sini kalau tidak paham dengan daerah dan orang yang dituju!”


“Hem…. Lalu menurutmu bagaimana?!”


“Dia pasti tahu siapa penghuni lembah itu! Hanya mungkin dia belum tahu di mana letak lembah itu! Kamu harus segera lakukan sesuatu! Kita tak boleh kedahuluan orang lain!”


“Lalu…?!”


“Kita harus cepat menuju ke sana!”


Tanpa menunggu sahutan dari Iblis Pedang Kasih, bidadari Pedang Cinta putar diri. Tanpa buka suara pula, Iblis Pedang Kasih ikut-ikutan balikkan tubuh.


“Tunggu! Bukankah tadi salah satu dari kalian berjanji akan menjelaskan padaku di mana letak lembah yang kucari?!” tahan Joko seraya ajukan tanya.


“Kau akan dapat penjelasan kalau kau jujur jawab pertanyaanku!” jawab Bidadari Pedang Cinta.


“Kek! Apa ucapan gadis cantik itu bisa dipercaya?!” Joko bertanya pada Han Pek Kun yang sudah bisa bernapas lega tatkala mengetahui tidak terjadi keributan di kedainya.


“Biasanya…. Dia bisa dipercaya! Tapi untuk urusan yang satu ini, aku tak bisa memastikan! Soalnya….”


Belum sampai Han Pek Kun lanjutkan ucapannya, Bidadari Pedang Cinta sudah angkat suara.


“Pemuda asing! Kau ingin penjelasan atau ingin perjalananmu sia-sia?!”


“Aku hendak bertemu dengan Kakek Dewa Asap Kayangan!”


Hampir berbarengan, Bidadari Pedang Cinta dan Iblis Pedang Kasih balikkan tubuh.


“Apa urusanmu hendak bertemu dengan manusia satu itu, hah?!” Kembali Bidadari Pedang Cinta ajukan tanya.


Nada pertanyaan si gadis membuat Joko maklum ada sesuatu yang tak beres antara kedua orang di hadapannya dengan Dewa Asap Kayangan. Seorang tokoh yang pernah dijumpainya di Bukit Toyongga saat terjadi peristiwa peta wasiat.


“Aku tak bisa mengatakan. Yang jelas aku tidak punya niat jelek!” Akhirnya Joko menjawab setelah agak lama terdiam.


Bidadari Pedang Cinta menatap beberapa lama pada bola mata Joko seakan ingin meyakinkan ucapan orang. Lalu tersenyum dan berkata.


“Kau terlambat…. Lebih baik kau urungkan niatmu ke lembah itu!”


“Terlambat…?! Terlambat bagaimana?!”


Sambil tertawa pelan Bidadari Pedang Cinta angkat suara.


“Orang yang akan kau temui sudah pergi selama-lamanya!”


“Ke mana?!”


Bidadari Pedang Cinta bukannya menjawab, melainkan mendelik dengan dada bergemuruh dirasuki hawa amarah. Di sampingnya, Han Pek Kun kembali berdebar-debar. Orang tua pemilik kedai ini segera berbisik.


“Anak muda…. Aku tak tahu pasti benar tidaknya ucapan gadis itu. Aku hanya ingin menjelaskan. Yang] dimaksud gadis itu, orang yang akan kau temui sudah meninggal dunia!”


Mendengar bisikan Bidadari Pedang Cinta, kontan saja tawa Joko meledak. Membuat si gadis langsung membentak pada Han Pek Kun.


“Apa yang kau katakan padanya?!”


Belum sampai yang ditanya menjawab, murid Pendeta Sinting sudah berucap. “Kakek ini mengatakan jika orang yang kucari pergi ke tempat kekasih barunya! Aku percaya…. Karena orang yang akan kutemui memang memiliki banyak kekasih! Malah menurut kabar yang bisa dipercaya, beberapa kekasihnya adalah gadis-gadis muda berparas cantik jelita! Aku tidak berani menduga. Tapi aku berharap kau bukan salah satu dari….”


“Orang tua sialan!” teriak Bidadari Pedang Cinta seraya memutar tubuh menghadap lurus pada Han Pek Kun. Kedua tangannya diangkat tinggi-tinggi.


Kuduk Han Pek Kun jadi dingin. Wajahnya pucat. Dia ingin buka mulut untuk menjelaskan apa sebenarnya yang dikatakan pada Joko. Namun karena sudah ketakutan, orang tua ini tidak mampu untuk berkata. Malah saat lain dia beringsut mundur dan tegak di belakang murid Pendeta Sinting dengan tangan cekal kedua tangan Joko.


“Anak muda…. Kau benar-benar hendak membuatku celaka! Kau tahu…. Gadis itu bukan gadis sembarangan! Ilmunya tinggi! Beberapa tokoh yang sudah dikenal kalangan rimba persilatan negeri ini banyak yang dibuat bertekuk lutut…!” bisik Han Pek Kun dengan suara tersendat dan tubuh menggigil.


“Bagus! Tampaknya kalian ingin mendapat hajaran bersama-sama!” kata Bidadari Pedang Cinta. Kedua tangannya menyentak lepaskan pukulan.


Tapi sebelum ada gelombang angin yang berkiblat, iblis Pedang Kasih yang tegak di samping si gadis gerakkan kepalanya.


Werrr!


Rambut panjang milik Iblis Pedang Kasih yang menjulai menyapu tanah berkibar perdengarkan suar angker. Hebatnya, julaian rambut itu tiba-tiba berubah kaku dan lurus menghadang gerakan kedua tangan Bidadari Pedang Cinta!


Tanpa buka suara bertanya, Bidadari Pedang Cinta sudah tahu isyarat apa yang dilakukan eyangnya. Dia segera luruhkan kedua tangannya.


“Jangan bertindak ceroboh, Cucuku…. Seorang pemuda yang berani melakukan perjalanan jauh untuk menemui seseorang yang dikenal sebagai tokoh berilmu tinggi, tak mungkin membawa bekal cekak! Kita tak usah pedulikan ucapan mereka! Kita bisa terlambat sampai ke tempat tujuan! Padahal bukan hanya Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai yang harus kita tuju!”


“Anak muda…. Kau telah dengar ucapan orang cebol itu. Kuharap kau tidak membuat urusan lagi yang bisa membuatku celaka!” bisik Han Pek Kun seraya gerakkan kepala coba sembunyikan wajahnya dari pandangan Bidadari Pedang Cinta.


“Dengar pemuda asing! Hari ini kau beruntung! Tapi sekali kita bertemu lagi dan kau masih juga berucap tak karuan, tak akan ada yang bisa menghalangi tindakanku!”


Iblis Pedang Kasih gerakkan kepalanya lagi. Rambutnya yang kaku dan baru saja menahan gerakan kedua tangan Bidadari Pedang Cinta segera berkibar ke udara sebelum akhirnya luruh menjulai tanah di belakangan sosoknya.


“Cucuku____Kita pergi sekarang!” kata Iblis Pedang


Kasih seraya balikkan tubuh lalu berkelebat keluar dari dalam kedai.


“Bidadari…. Aku memang mengharapkan kita bisa bertemu lagi…. Dan perlu kau tahu. Selama ini aku banyak bertemu dengan gadis cantik. Tapi hanya kau yang membuatku ingin bertemu lagi…. Dan lagi…. Dan lagi…!”


Entah karena apa, mendadak dada gadis cantik di samping Iblis Pedang Kasih ini jadi berdebar. Paras wajahnya bersemu merah. Entah sadar atau tidak, bibirnya sunggingkan senyum. Dan tanpa berucap lagi dia putar diri sambil melirik lalu berkelebat menyusul eyangnya.

Calificaciones y opiniones

5.0
1 opinión

Califica este libro electrónico

Cuéntanos lo que piensas.

Información de lectura

Smartphones y tablets
Instala la app de Google Play Libros para Android y iPad/iPhone. Como se sincroniza de manera automática con tu cuenta, te permite leer en línea o sin conexión en cualquier lugar.
Laptops y computadoras
Para escuchar audiolibros adquiridos en Google Play, usa el navegador web de tu computadora.
Lectores electrónicos y otros dispositivos
Para leer en dispositivos de tinta electrónica, como los lectores de libros electrónicos Kobo, deberás descargar un archivo y transferirlo a tu dispositivo. Sigue las instrucciones detalladas que aparecen en el Centro de ayuda para transferir los archivos a lectores de libros electrónicos compatibles.