Perpaduan tradisi dan adaptasi dengan kemajuan zaman tecermin kuat dalam penampilan sehari-hari Nyelong Simon. Seorang perempuan Dayak tradisional, tetapi berpenampilan dan bergaya busana modern dengan mode dan rancangan busana yang dikreasikannya sendiri. Seluruh kisah hidup Nyelong adalah kisah seorang perempuan Dayak tradisional, yang lekat dengan segala upacara dan tradisi Dayak tradisional. Segala kehidupan dan aktivitasnya tidak lepas dari muatan upacara adat, dengan obat-obatan, dengan makanan, dengan ramuan tradisional Dayak. Hidup Nyelong penuh diisi tradisi adat Dayak baik dalam kelahiran anak, pernikahan, kematian, pemindahan tulang belulang nenek moyang, maupun ramuan tradisional jamu dengan akar dan daun yang dipetik dan direbus menurut tata adat orang Dayak. Baginya, tradisi orang Dayak adalah segalanya yang membentuk eksistensi dan citra dirinya sebagai seorang Dayak. Di pihak lain, Nyelong adalah seorang akademisi, seorang aktivis mahasiswa yang mendidik dan mendorong mahasiswa—khususnya anak-anak Dayak—untuk maju, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Ilmu dan teknologi jangan ditolak, justru sebaliknya harus direbut. Tapi, yang unik pada Nyelong, tradisi budaya dan ilmu pengetahuan modern harus dipadukan untuk membentuk kepribadian dan karakter seseorang, khususnya orang Dayak. Ilmu pengetahuan membuat orang Dayak maju, tapi tradisi jangan ditinggalkan, karena tradisi Dayak adalah pedoman hidup, penuntun kehidupan yang akan melindungi di mana pun berkiprah. Persis sebagaimana para Pangkalima Dayak yang punya kearifan melindungi dirinya dari berbagai niat yang tidak baik, Nyelong selalu membekali dirinya dan anak-anaknya dengan tradisi dan kearifan Dayak, kendati sekolah setinggi mungkin dan berkiprah dalam jabatan apa pun. Sebagaimana Aparat Sipil Negara bercita-cita menjadi pejabat Eselon I, Nyelong juga punya cita-cita yang sama. Sayang, tidak sebagaimana mimpinya yang lain, Nyelong kandas menggapai cita-citanya yang satu ini. Tapi Nyelong puas telah terbang tinggi, mengabdi untuk bangsa dan negaranya, Indonesia, dalam batas kemampuan yang telah ditekadi dan digelutinya. Ia tuntas mengabdi tanpa cacat cela di tengah gelombang lautan penuh godaan dan peluang menyimpang. Tulus mengabdi sepenuh hati, tuntas untuk negeri dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Sabu Rai Jua. Dan pada akhirnya, Ad Maiorem Dei Gloriam, Demi Kemuliaan Tuhan Yang Lebih Besar.