Pertanyaan yang diungkapkan secara ragu-ragu ini menjadi mustahil. Syak, kaum idealis salah dan kaum materialis benar. Ya, fakta ada sebelum ide; idealnya, sebagaimana yang dikatakan Proudhon, hanyalah bunga, yang akarnya menghunjam ke dalam kondisi-kondisi material eksistensi. Ya, seluruh sejarah umat manusia, intelektual dan moral, politik dan sosial, hanyalah pantulan dari sejarah ekonomi.
Semua cabang ilmu pengetahuan modern, ilmu pengetahuan yang sejati dan tidak memihak, sepakat mewartakan kebenaran yang besar, mendasar, dan menentukan ini: dunia sosial, lebih tepat lagi dunia manusia—singkatnya, umat manusia—tidak lain hanyalah perkembangan terakhir dan tertinggi setidaknya di planet kita. Namun, setiap perkembangan selalu menyiratkan negasi yang merupakan asas atau tempat keberangkatannya maka manusia pada saat yang sama dan secara esensial tidak tergesa-gesa dan secara bertahap melenyapkan unsur kekunoan pada diri manusia, dan justru negasi ini, rasional sekaligus natural, dan rasional hanya karena natural—sekaligus historis dan logis, tak terelakkan menjadi pengembangan dan realisasi semua hukum alam di dunia yang mengkonstitusikan dan menciptakan yang ideal, dunia intelektual dan keyakinan moral, ide-ide.
Kemampuan-kemampuan ini, menggabungkan tindakan progresif mereka dalam sejarah, merupakan faktor penting, kekuatan negatif dalam perkembangan positif manusia, dan alhasil menciptakan semua yang mengkonstitusikan kemanusiaan pada diri manusia.
Mikhail Alexandrovich Bakunin adalah anarkis revolusioner Rusia, dan pendiri anarkisme kolektif. Dia dianggap sebagai tokoh anarkisme yang paling berpengaruh, dan pendiri utama tradisi anarkis sosial. Wibawa besar Bakunin sebagai aktivis menjadikan dirinya salah satu ideolog yang paling terkenal di Eropa. Dia sangat berpengaruh di kalangan kaum radikal di seluruh Rusia dan Eropa.
Bakunin dibesarkan di Pryamukhino, di perkebunan keluarga di Tver Governorate, dan di sanalah dia mulai belajar filsafat. Pada tahun 1840, dia mengadakan perjalanan ke St Petersburg dan Berlin guna mempersiapkan dirinya untuk menjadi dosen filsafat atau sejarah di Universitas Moskow. Pada tahun 1842, dia pindah dari Berlin ke Dresden. Akhirnya dia bermukim di Paris, dan di sana dia berjumpa dengan Pierre-Joseph Proudhon dan Karl Marx.