Malaikat Penggali Kubur

· Serial Cerita Silat Joko Sableng - Pendekar Pedang Tumpul 131 Boek 4 · Pantera Publishing
5,0
1 review
E-boek
116
Pagina's
Beoordelingen en reviews worden niet geverifieerd. Meer informatie

Over dit e-boek

SOSOK berjubah putih yang basah kuyup oleh keringat itu hentikan larinya saat sepasang kakinya menginjak lereng bukit Watu Gedeg. Untuk beberapa lama sepasang matanya memperhatikan tak berkedip ke seluruh lereng bukit yang banyak ditumbuhi pohon-pohon besar dan rimbun semak belukar.


“Beringin kembar…. Itulah tandanya!” desis si sosok seraya terus mengawasi berkeliling. Lalu orang ini melompat ke samping. Dari tempatnya kini berdiri, di antara kerapatan pohon dan rimbun semak belukar, orang ini melihat dua pohon beringin besar yang berdiri kokoh berjajar.


Tanpa banyak pikir lagi, orang itu segera berkelebat. Kejap lain tubuhnya telah tegap di depan dua pohon beringin besar.


“Beringin kembar. Inilah tempat yang kucari!” gumam si orang yang ternyata adalah seorang pemuda berparas tampan dengan rambut panjang mengenakan jubah besar warna putih. Sosoknya besar tegap. Sepasang matanya tajam ditingkah dagu kokoh dan mulut selalu sunggingkan senyum aneh.


Dengan langkah pasti, si pemuda melangkah ke arah beringin kembar di mana di belakangnya tampak sebuah gua batu yang telah disamaki lumut hitam. Namun langkah pemuda ini tertahan ketika tiba-tiba sepasang telinganya menangkap suara orang mendesah panjang. Namun sejenak kemudian tempat itu kembali sepi.


Meski kuduknya sedikit meremang, namun si pemuda teruskan langkah. Baru tiga langkah kembali terdengar suara orang mendesah. Bahkan kali Ini disusul dengan suara orang mengerang laksana dicekik!


“Hem…. Dengan terdengarnya suara itu, berarti di sini masih dihuni manusia! Tapi aneh. Kenapa yang terdengar hanya desahan panjang dan suara orang seperti hendak menjerit…?!”


Si pemuda tenangkan hati. Dia tegak diam menunggu. Tapi kali ini suara itu tidak lagi terdengar. Si pemuda tajamkan telinga. Tapi suara desahan dan jerit tertahan itu tak lagi tertangkap telinganya.


“Jangan-jangan orang sekarat hendak….” Si pemuda kini cepat melompat dan segera menerobos masuk ke dalam gua batu.


Untuk sesaat si pemuda disambut dengan suasana gelap. Namun setelah agak terbiasa sepasang matanya mulai mencari-cari. Saat itulah suara desahan panjang terdengar lagi. Si pemuda cepat palingkan kepala ke arah sumber datangnya suara.


Si pemuda mendadak keluarkan suara terperanjat ketika sepasang matanya melihat sesosok tubuh tergantung dengan kaki di atas kepala di bawah! Anehnya, meski tubuh orang ini tampak tergantung, yang menggantung sosoknya bukanlah tali. Melainkan satu cahaya hitam berkilat-kilat. Cahaya hitam itu menggantung mulai dari langit-langit gua sampai membelit sekujur tubuh orang.


“Ini pasti ulah orang yang memiliki kepandaian luar biasa! Apakah orang ini yang kucari?!” si pemuda pandangi berlama-lama tubuh orang yang tergantung. Ternyata dia adalah seorang kakek mengenakan pakaian tambal-tambal. Rambutnya putih panjang. Wajahnya cekung dengan dibalut kulit keriput tipis.


“Harus kupastikan apakah orang ini yang kucari!” kata si pemuda dalam hati lalu sunggingkan senyum aneh.


“Orang tua! Apakah kau yang bergelar Dewa Sukma?!”


Sepasang mata orang yang tergantung dengan tali aneh itu membuka. Namun mulutnya tetap bungkam tak perdengarkan suara menjawab. Bahkan tak lama kemudian,sepasang matanya memejam kembali.


“Jangan-jangan dia tak dengar….” Si pemuda ulangi lagi pertanyaannya dengan suara dikeraskan.


Orang yang tergantung tidak menjawab. Malah membuka matanya pun tidak, membuat si pemuda mulai agak jengkel karena dia yakin orang yang ditanya mendengar suaranya. Tapi karena merasa punya satu kepentingan, si pemuda menindih rasa geramnya, lalu kembali berkata dengan suara agak lirih.


“Orang tua! Ada pesan untukmu dari seseorang….”


Si pemuda menunggu. Mula-mula tak ada gerakan apa-apa dari orang tua tergantung itu. Tapi tak lama kemudian matanya terbuka. Malah kini menatap tajam ke arah si pemuda.


“Siapa kau?!” tiba-tiba si kakek ajukan tanya. Suaranya keras menggelenggar, hingga karena tak menyangka,si pemuda sempat terkesiap.


“Hem…. Caraku mengena!” desis si pemuda lalu kembali sunggingkan senyum aneh. “Menghadap orang macam begini, tidak boleh tunjukkan kelemahan. Nama pun harus terdengar angker!”


Setelah terdiam agak lama, si pemuda akhirnya menjawab tanya si kakek.


“Aku Malaikat Penggali Kubur! Kau bukankah Jalu Paksi yang lebih dikenal dengan gelaran Dewa Sukma? Benar?!”


“Bertahun-tahun malang melintang, hanya beberapa orang tertentu yang tahu nama asliku. Orang ini masih muda, tapi rupanya telah tahu banyak tentang diriku….”


“Aku tak mau jawab sebelum kau katakan siapa kau sebenarnya dan siapa orang yang menitip pesan padamu!”


“Aku adalah murid tunggal Bayu Bajra. Dialah yang juga titip pesan padamu!”


“Bayu Bajra adikku…,” gumam si kakek. “Hem…. Sepuluh tahun silam dia memang mengatakan punya seorang murid. Dan kalau pemuda ini sampai tahu nama asliku juga tempat tinggalku, berarti dia tak berkata mendustaiku“


“Kek! Ini pasti perbuatan orang. Apa sebenarnya yang telah terjadi?!” pemuda yang bukan lain adalah Gumara yang kini mengaku bergelar Malaikat Penggali Kubur cepat ajukan tanya sebelum si kakek yang ternyata adalah kakak Bayu Bajra, guru Gumara alias Malaikat Penggali Kubur buka mulut.


“Gila! Ini memang bukan perbuatan setan. Tapi perbuatan manusia berhati setan!” ujar si kakek yang sebenarnya bukan lain adalah Jalu Paksi yang dalam rimba persilatan lebih dikenal dengan gelar Dewa Sukma. Seorang tokoh kelas atas yang beberapa puluh tahun silam bersama tokoh-tokoh besar lainnya sempat malang melintang meramaikan rimba persilatan.


“Tapi kenapa kau tidak segera bebaskan dirimu, Kek? Bukankah…”


Jalu Paksi alias Dewa Sukma telah tertawa keras sebelum ucapan Malaikat Penggali Kubur selesai, hingga si pemuda putuskan ucapannya.


“Anak muda! Ini bukan tali biasa. Aku bisa bebas dengan tangan orang lain! Kau mau bantu aku?!”


Malaikat Penggali Kubur tak buka mulut untuk memberikan jawab, namun diam-diam otaknya merencana.


“Hai! Kau dengar ucapku. Kenapa tidak memberi jawab?!” tanya Dewa Sukma.


Malaikat Penggali Kubur sunggingkan senyum aneh. Seraya melangkah mendekat dia angguk-anggukkan kepala. Lalu memandangi cahaya hitam yang menggantung dan membelit sekujur tubuh Dewa Sukma.


“Orang tua. Sebelum aku katakan mau atau tidak, aku ingin pastikan dulu apakah kau betul-betul Dewa Sukma?!”


“Kurang ajar! Bukit Watu Gedeg hanya dihuni oleh satu orang! Dan jika kau tak mengatakan murid Bayu Bajra adikku, lebih baik aku mati daripada buka mulut minta bantuan!”


“Hem…. Sekarang katakan apa yang harus kulakukan!”


“Cari simpul terakhir dari cahaya sialan ini. Kerahkan sedikit tenaga dalam lalu tarik simpul dengan menahan napas! Ingat baik-baik. Waktu menarik tali simpul kau harus membelakangi! Sekali kau lakukan dengan menghadap, bukan hanya aku yang celaka, namun kau juga akan menemui ajal! Jelas? Sekarang lakukan! Aku sudah tak tahan!”


Malaikat Penggali Kubur bukannya segera melakukan apa yang diperintahkan si kakek. Melainkan pandangi cahaya hitam seraya manggut-manggut. Dan tiba-tiba pemuda ini balikkan tubuh dan melangkah menjauh.


“Gila!Apa yang kaulakukan?!Hendak kemana kau?!”


“Aku tak bisa membantumu, Keki Dan aku sebenarnya belum yakin benar apakah kau betul-betul Dewa Sukma adik Eyang guruku!”


“Setan! Kalau tak ikut bertanggung jawab, sudah sejak lama aku ingin mati saja!” maki si kakek dalam hati. Lalu berujar dengan suara keras.


“Anak muda! Bebaskan aku dulu, nanti akan kubuktikan keraguanmu!”


Malaikat Penggali Kubur tersenyum. Lalu balikkan tubuh menghadap mulut gua. “Kek! Aku yang akan membantumu. Nyawamu sekarang tergantung padaku.


Jadi aku yang menentukan!”


“Hai! Apa maksudmu?!”


“Pembuktian bahwa dirimu adalah Dewa Sukma harus kau lakukan sebelum aku membuka ikatan celaka itu! Bagaimana? Aku tak mau tertipu orang yang mengaku-ngaku sebagai Dewa Sukma.”


“Bagaimana aku akan buktikan? Lihat. Aku hanya bisa buka mulut dan mata!”


“Justru dari situlah aku butuh pembuktian itu!”


“Hem….Katakan apa sebenarnya yang kau mau!”


“Eyang guru pernah mengatakan bahwa kau memegang peta tempat tersimpannya kitab sakti Serat Biru. Sekarang katakan di mana kau simpan peta itu! Kau cukup buka mulut saja!”


Dewa Sukma menggerendeng tak habis-habisnya dalam hati. Sepasang matanya menyipit membesar perhatikan tak berkesip pada punggung Malaikat Penggali Kubur. Yang dipandangi tersenyum aneh. Pemuda murid Bayu Bajra Ini sebenarnya sejak semula sudah memendam niat buruk. Dasar sifatnya pun tinggi hati. Namun dengan kelicikannya dia dapat menyimpan dan menyembunyikan sifat aslinya. Hingga gurunya sendiri tak tahu jika muridnya mempunyai maksud tertentu di balik sikap baiknya selama lima belas tahun menimba ilmu.


Seraya masih membelakangi, Malaikat Penggali Kubur berujar.


“Kau tak buka mulut. Berarti kau bukan Dewa Sukma. Hem…. Selamat tinggal!”


Malaikat Penggali Kubur melangkah. Tapi sebelum kakinya bergerak, Dewa Sukma telah berteriak.


“Tunggu!"


“Aku ada perlu lain yang penting. Lekas katakan atau aku tinggalkan tempat ini!”


“Benar-benar sialan pemuda ini! Hem…. Kalau saja aku tak merasa khawatir dengan apa yang akan terjadi menimpa rimba persilatan….”


“Anak muda!” akhirnya Dewa Sukma berkata. “Hantam mulut gua sebelah kiri!” “Kau rupanya ingin permainkan aku, Orang tual”


“Sialan kurang ajar! Siapa main-main?! Lakukan apa yang kukatakan atau kau tak akan mendapatkan bukti itu!”


“Hem…. Jangan-jangan peta Itu disimpan di mulut gua yang dikatakannya. Betul-betul tempat simpanan yang tak terduga!” pikir Malaikat Penggali Kubur.


Pemuda murid Bayu Bajra ini melangkah perlahan ke arah mulut gua, sejenak sepasang matanya memperhatikan batu yang menjadi bagian dari mulut gua.


“Jika kau menipu, bukan saja aku akan tinggalkan tempat ini, tapi aku akan mengantarmu keliang akherat!” desis Malaikat Penggali Kubur. Lalu serta-merta gerakkan tangan kanannya menjotos mulut gua sebelah kiri. Karena jotosan itu mengandung tenaga dalam,sekali jotos batu besar pasti akan hancur berkeping-keping.


Tapi Malaikat Penggali Kubur jadi terkesiap. Jotosannya hanya membuat mulut gua bergetar!Sementara tak secuil pun mulut gua itu bertaburan.


“Kau harus kerahkan segenap tenaga dalammu, Anak muda!”


Malaikat Penggali Kubur menyeringai. Dia segera kerahkan segenap tenaga dalamnya. Dan sekonyong-konyong kedua tangannya bergerak sekaligus menghantam mulut gua.


Bukkk! Buukkk!


Byaarrr!


Mulut gua sebelah kiri hancur berantakan. Di antara hamburan batu si pemuda melihat benda mirip kotak yang terlempar keluar.


Tanpa pikir panjang lagi, Malaikat Penggali Kubur segera melesat menghambur keluar. Kotak berwarna hitam yang tergeletak nyangsrang di antara rumpun semak belukar cepat diambil.


Dengan dada bergetar, kotak hitam segera dibuka. Mata Malaikat Penggali Kubur tiba-tiba mendelik besar tatkala dapati kotak hitam itu tidak berisi apa-apa!


“Jahanam! Penipu busuk!” kotak hitam dibanting. Dan serta-merta tubuhnya melesat ke dalam gua. Tegak dengan mulut terkancing tiga langkah di hadapan tubuh


Dewa Sukma yang tergantung.


Dewa Sukma tersenyum. Lalu berujar lirih.


“Jangan berlaku bodoh, Anak muda! DI dalam kotak itu kau memang tak akan menemukan peta. Namun jika kau buka lapisan bagian tutup kotak, di situ akan kau dapatkan peta itu! Ayo sekarang bebaskan aku!”


“Akan kubuktikan dahulu ucapanmu!” kata Malaikat Penggali Kubur, lalu bergerak lagi berkelebat keluar. Sementara di dalam gua Dewa Sukma kembali hanya bisa menghela napas.


Di luar gua, Malaikat Penggali Kubur segera lakukan seperti apa yang dikatakan Dewa Sukma. Dan mendadak terbelalaklah mata murid Bayu Bajra ini. Pada lapisan penutup kotak dia menemukan lipatan kain putih yang ketika dipentangkan terlihat gambar sebuah peta!


“Aku berhasil! Ha… ha… ha…!”


“Hai! Sekarang giliranmu lakukan apa yang kuperintah!” Dari dalam gua Dewa Sukma berteriak.


“Dewa Sukma. Kau masih inginkan peta ini?!“Dari luar Malaikat Penggali Kubur ajukan tanya.


“Hai! Apa maksudmu?!”


“Akan kubuktikan dahulu apakah peta ini asli atau palsu!”


“Setan! Bagaimana harus membuktikannya?!”


“Kau tidak bodoh Dewa Sukma! Aku akan melakukan perjalanan menurut apa yang tertera dalam peta ini. Jika terbukti benar sampai ke Pulau Biru, berarti peta ini asli. Jadi harap kau bersabar menunggu sampai aku tiba kembali. Ha… ha… ha…!”


“Jahanam! Setan Alas! Kau menipuku!” teriak Dewa Sukma.


“Berteriaklah sepuasmu, Dewa Sukma. Itu akan mempercepat hari kematianmu! Ha ..ha..ha..!”


Suara tawa Malaikat Penggali Kubur makin lama makin perlahan sebelum akhirnya lenyap.

Beoordelingen en reviews

5,0
1 review

Dit e-boek beoordelen

Geef ons je mening.

Informatie over lezen

Smartphones en tablets
Installeer de Google Play Boeken-app voor Android en iPad/iPhone. De app wordt automatisch gesynchroniseerd met je account en met de app kun je online of offline lezen, waar je ook bent.
Laptops en computers
Via de webbrowser van je computer kun je luisteren naar audioboeken die je hebt gekocht op Google Play.
eReaders en andere apparaten
Als je wilt lezen op e-ink-apparaten zoals e-readers van Kobo, moet je een bestand downloaden en overzetten naar je apparaat. Volg de gedetailleerde instructies in het Helpcentrum om de bestanden over te zetten op ondersteunde e-readers.