Mati Ketawa ala Refotnasi

· Bentang Pustaka
4,9
17 ulasan
eBook
200
Halaman
Rating dan ulasan tidak diverifikasi  Pelajari Lebih Lanjut

Tentang eBook ini

Seperti apakah sesungguhnya wajah reformasi yang kita bangga-banggakan ini?

Sesudah pengorbanan nyawa-nyawa, sesudah darah berceceran, sesudah kerusuhan dan kemusnahan, sesudah kerugian yang tiada tara: siapakah yang memaknai kepahlawanan dan pengorbanan saudara-saudara kita itu melalui bukti reformasi yang dewasa? Sesungguhnya, kita masih merupakan anak-anak dari orde yang kita kutuk di mulut, tetapi kita biarkan ajaran-ajarannya terus hidup subur di dalam aliran darah dan jiwa kita.
Kita mengutuk perampok dengan cara mengincarnya untuk kita rampok balik. Kita mencaci penguasa lalim dengan berjuang keras untuk bisa menggantikannya. Kita membenci para pembuat dosa besar dengan cara setan, yakni melarangnya untuk insaf dan bertobat. Kita menolak pemusnahan dengan merancang pemusnahan. Kita menghujat para penindas dengan riang gembira, dan menghalangi usaha mereka untuk memperbaiki diri.

Dan pada kenyataannya, yang kita perbarui bukanlah upaya untuk menyembuhkan luka, melainkan rancangan-rancangan panjang untuk menyelenggarakan perang saudara.

[Mizan, Bentang Pustaka, Cak Nun, Bangsa, Rakyat, Negara, Memoar, Indonesia]

Spesial Bentang Emha 

Rating dan ulasan

4,9
17 ulasan
thao Dinh
20 September 2023
P You tu be Dan Ca nhac bay that Ca dan dan itu di yang ⚽🎆🎇❇✨🎈🎈🎉🎊🎋🎑🎁🇦🇨🇦🇨 You tu be com dan dan itu di yang
Apakah konten ini berguna bagi Anda?
Mas Munandar
23 Desember 2023
Terapkan
Apakah konten ini berguna bagi Anda?
Khacung Bongas
22 Desember 2016
Terimakasi
3 orang merasa ulasan ini berguna
Apakah konten ini berguna bagi Anda?

Tentang pengarang

EMHA AINUN NADJIB, lahir pada 27 Mei 1953 di Jombang, Jawa Timur. Pernah meguru di Pondok

Pesantren Gontor, dan ''singgah'' di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Emha Ainun Nadjib merupakan cendekiawan sekaligus budayawan, yang piawai dalam menggagas dan menoreh kata-kata. Tulisan-tulisannya, baik esai, kolom, cerpen, dan puisi-puisinya banyak menghiasi pelbagai media cetak terkemuka.

Pada 1980-an aktif mengikuti kegiatan kesenian internasional, seperti Lokakarya Teater di Filipina (1980); International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, AS (1984); Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984); serta Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman Barat (1985).

Cukup banyak dari karya-karyanya, baik sajak maupun esai, yang telah dibukukan. Di antara sajak yang telah terbit, antara lain ''M'' Frustasi (1976), Sajak Sepanjang Jalan (1978), Syair Lautan Jilbab (1989), Seribu Masjid Satu Jumlahnya (1990), dan Cahaya Maha Cahaya (1991). Adapun kumpulan esainya yang telah terbit, antara lain Indonesia: Markesot Bertutur, Markesot Bertutur Lagi, Arus Bawah (2014), Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (2015) Gelandangan di Kampung Sendiri (2015), Sedang Tuhan pun Cemburu (2015), 99 untuk Tuhanku (2015), Istriku Seribu (2015), dan Kagum kepada Orang Indonesia (2015), Titik Nadir Demokrasi: Kesunyian Manusia dalam Negara (2016), dan Saat-Saat Terakhir Bersama Soeharto: 2,5 Jam di Istana (2016).

 

Beri rating eBook ini

Sampaikan pendapat Anda.

Informasi bacaan

Smartphone dan tablet
Instal aplikasi Google Play Buku untuk Android dan iPad/iPhone. Aplikasi akan disinkronkan secara otomatis dengan akun Anda dan dapat diakses secara online maupun offline di mana saja.
Laptop dan komputer
Anda dapat mendengarkan buku audio yang dibeli di Google Play menggunakan browser web komputer.
eReader dan perangkat lainnya
Untuk membaca di perangkat e-ink seperti Kobo eReaders, Anda perlu mendownload file dan mentransfernya ke perangkat Anda. Ikuti petunjuk Pusat bantuan yang mendetail untuk mentransfer file ke eReaders yang didukung.