Dr. Mohammad Fadil Imran, MSi lahir di Makassar tanggal 14 Agustus 1968, anak ke-2 dari 8 bersaudara dari pasangan Hj. Sitti Siada dan H. Abdul Hamid, menghabiskan masa kecilnya dengan bersekolah Dasar di Makassar tamat tahun 1983, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di Palu sampai tamat tahun 1985. Tahun 1988 menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di Makassar. Kegemarannya membaca dan berolahraga mengantarnya menjadi taruna Akpol dan dinyatakan lulus tahun 1991, berdinas pertama sebagai perwira remaja di Polresta Bandar lampung, sampai kemudian pada tahun 1994 mengabdikan dirinya pada lembaga pendidikan taruna Akademi Kepolisian di Semarang, tempat di mana dia ditempa menjadi seorang perwira Polisi.
Pernah menjabat sebagai Kapolsek Cengkareng dan Kapolsek Tanah Abang di Jakarta, tapi hampir seluruh karirnya dihabiskan di dunia Reserse, dari mulai menjabat sebagai Kepala Unit Reserse di Polda Metro Jaya sampai Direktur Reserse Kriminal Umum. Menikah dengan Dra. Ina Adiati, wanita asal Lampung tahun 1993 dan dikarunia dua orang anak, Wulan Purnamasari dan Farah Puteri Nahlia. Memiliki semboyan “berbuatlah ketika orang lain belum berpikir” membuatnya memutuskan untuk melanjutkan studi kriminologi. Berbekal jenjang pendidikan yang dilaluinya dari mulai PTIK, Sespim, dan S-2 KIK menuntunnya untuk menekuni dunia kriminologi melalui program pasca sarjana S-3 di Departemen Kriminologi FISIP UI.
Buku ini disusun di sela-sela kesibukannya menjalani pendidikan Sespimti Dikreg ke-24 TA 2015. Berdasarkan penelitian dalam disertasinya, penulis melihat sebuah fenomena Psikodinamika dalam diri pelaku ketika melakukan mutilasi. Penulis melihat selain faktor kesadaran, kesengajaan, dan tujuan yang mungkin saja menjadi dasar struktur pilihan rasional pelaku dalam melakukan kejahatan mutilasi, ada faktor pendukung dan faktor pencetus yang bersifat kondisional dan situasional yang memungkinkan pelaku mewujudkan perbuatannya.
Saat berdinas di Polres Metro Jakarta Barat, pencegahan kejahatan menjadi program utamanya karena disadari benar oleh penulis bahwa faktor faktor kejahatan seperti tersebut di atas dimulai dari lingkungan yang tidak mendapat perhatian dari pemangku kepentingan.
Bercita-cita menjadi seorang trainer dalam pencegahan sebuah kejahatan melalui “SiGahtan” program yang diluncurkannya. Berharap ke depan bahwa kriminologi, khususnya pengetahuan tentang penting dan perlunya pencegahan kejahatan, diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan Polri. Pencegahan terjadinya kejahatan bukan lagi tanggung jawab Polisi semata, akan tetapi juga bagian dari tanggungjawab masyarakat itu sendiri, selain para pemangku lainnya. Ibarat sebuah perlombaan Formula 1, kemenangan bukan karena mahirnya sang pengemudi di belakang kemudi, akan tetapi kerja sama dan tanggungjawab bersama dari sebuah tim.