Tapi respon cepat itu tidak dibarengi dengan pelaksanaan di lapangan. Kesenjangan antara apa yang direncanakan dengan apa yang akan dilaksanakan memang terlihat. Kesenjangan itu tidak hanya hadir ketika dibandingkan antara perencanaan dengan implementasi kebijakan, tetapi juga muncul di dalam masing-masing bentuk 3 kebijakan di atas, terutam dalam hal kebijakan alokasi anggaran. Masalah utamanya tetap klasik: lemahnya koordinasi antar sektor, manajemen dana yang tidak efesien, kompetisi antar instansi dan antar pemerintahan (pusat – daerah).anggaran.Respon hadir dalam tiga bentuk: pertama, Pemerintah Indonesia mengalokasikan sumber daya untuk menciptakan kebijakan yang sama sekali belum dikenal sebelumnya yang semata-mata ditujukan untuk mengatur hal baru sebagaimana tampak dalam pembuatan aturan dan kelembagaan terkait CDM atau REDD. Kedua, menyelaraskan kebijakan yang sudah ada dengan prioritas baru pengendalian perubahan iklim/REDD (misal, penanggulangan kebakaran hutan/lahan). Ketiga, pemerintah tidak mengatur tegas soal itu, yang bisa ditelusuri dari tidak adanya peraturan perundangan yang mengaturnya, namun kenyataannya tetap dilaksanakan, seperti dalam soal penerimaan hutang luar negeri.
Masalah klasik tersebut dapat menjadi penghalang besar tanggung jawab negara dalam memenuhi dan melindungi hak-hak masyarakat adat/lokal, yang menjadi penerima dampak terbesar baik dalam skema REDD. Halangan itu hadir dalam bentuk pengakuan masyarakat adat masih minim yang terkait dengan soal tenurial masyarakat adat, pemberian akses yang tidak disertai dengan perubahan kebijakan yang lebih berorientasi kepada masyarakat adat, termasuk dalam alokasi pemanfaatan hutan, serta pembagian keuntungan dalam skema REDD yang ditentukan oleh pihak lain dan merugikan.
Peneliti di Epistema Institute. Mendalami aspek kebijakan dan hukum dalam pengelolaan sumber daya alam dan perubahan iklim di Indonesia.