ORANG GILA ITU IBUKU
Apie šią el. knygą
Serrr rasanya darah ini. Kucampakkan sepiring nasi yang masih berisi. Tanpa mencuci tangan, aku pontang-panting menggeliat sana-sini.
"Di mana mamakku, Wak?" Satu pertanyaan menyambar bagai kilatan petir.
Sosok berkerudung luas berkelir navy tersebut menjatuhkan jari telunjuk ke gang depan.
Ya Allah.
Jantungku berdegup laju. Kususul dan kucari sosok yang kupanggil mamak tersebut. Mulutku komat-kamit menahlil namanya. Terkadang, mamak mau mendengar, jika dipanggil.
Aku dapat mendengar sorak-sorai sekawanan bocil disertai gemuruh tepuk tangan sambil menyebut 'orang gila, orang gila.' Jelas! Pasti di sana mamakku berada.
Tap!
Benar saja. Wanita berbadan bak leher jerapah kelihatan syur dengan tarian khas tor-tor suku Batak. Kebetulan ada yang menyalakan musik, semakin bergeloralah ia.
Di sisi kanan dan kiri, banyak sekali anak-anak yang ikut memeriahkan kebahagiaan mamakku. Astagfirullah. Mata mereka terzolimi oleh pemandangan sepasang bendulan yang tak terbungkus oleh apapun, juga setumpuk di bawah sana. Allahu Rabbi. Tersayat hati ini.
"Mak!" jeritku.
Ia menoleh. Kutatap tawa yang di dalamnya menyiratkan sebuah duka mendalam. Wanita berambut gimbal itu malah semakin bangga, saat ditengok anaknya. Ia menggeol-geolkan bokong. Kedua tangannya berpusing di udara, sementara punggungnya sesekali berada di atas, terkadang jatuh ke bawah. Semakin menjadi-jadi.
