Sebagai pria yang sukses di usianya yang keempat puluh tahun, Fraam terbiasa mendapatkan keinginannya dengan mudah. Para perempuan memujanya dan berebut untuk menarik perhatiannya.
Tetapi pria itu justru jatuh cinta pada gadis sederhana yang baru berusia dua puluh satu tahun. Lucy. Pada diri gadis kurang ajar bermulut tajam itu, Fraam menemukan tandingannya. Keras kepala, dan tidak mudah ditaklukkan.
“Saling mencintai tidaklah cukup untuk menjembatani perbedaan di antara kita, Fraam,” kata Lucy. “Aku tidak yakin akan bisa membalas besarnya cintamu kepadaku. Aku tidak mau menerima terlalu banyak, dan memberi terlalu sedikit.”
“Aku tidak keberatan dengan hal itu,” bantah Fraam.
“Aku yang keberatan. Jadi aku perlu waktu untuk belajar menjadi dewasa, agar aku bisa mengimbangimu, dan mantap untuk mengejar cintaku.”
“Kita bisa berproses bersama, Lucy.”
“Tidak. Aku harus menjalaninya sendiri. Jadi kau tidak usah menungguku. Aku percaya dengan takdir. Kelak, ketika aku sudah siap dan takdir memang berpihak padaku, aku yang akan mendatangimu, Fraam. Aku yang akan mengejarmu dan menjadikanmu milikku.”