Namun, apa jadinya jika praktik serupa bangkit kembali? Bukan untuk memburu penjahat jalanan seperti dahulu, tetapi untuk membasmi mereka yang menjadi duri dalam daging negara—koruptor, pejabat culas, konglomerat rakus, dan pengemplang pajak yang merampas hak rakyat?
Novel Petrus mengisahkan kebangkitan operasi ini pada tahun 2025, namun dengan sasaran berbeda. Di tengah gemuruh tuntutan keadilan sosial, Letnan Jatmiko, seorang anggota pasukan khusus, dihadapkan pada tugas berat yang menguji batas moralnya. Dalam misi ini, Jatmiko tidak hanya berhadapan dengan musuh negara, tetapi juga dengan dirinya sendiri—antara menjalankan perintah atau mempertahankan nurani.
Melalui novel ini, saya ingin mengajak pembaca merenungkan makna keadilan dan harga yang harus dibayar untuk mencapainya. Apakah kekerasan yang dilakukan demi kebenaran dapat dibenarkan? Atau, apakah itu justru menjebak kita dalam lingkaran setan ketidakadilan?
Semoga kisah ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga sebuah refleksi bagi kita semua untuk melihat keadilan bukan sebagai sesuatu yang instan, melainkan perjuangan panjang yang harus terus kita usahakan bersama.
Selamat membaca.
Penulis, tinggal di Singosari, Kabupaten Malang