Dadaku berdenyut tidak biasa, saat membaca pesan yang masuk ke ponsel suamiku. Sejak menikah dengan Mas Andri enam bulan yang lalu, ini kali pertama aku memegang dan membuka ponsel miliknya.
Tidak sopan memang, tapi aku sangat penasaran. Apalagi, akhir-akhir ini ada kontak bernama Hena, yang sering menghubungi Mas Andri. Tidak lain adalah mantan istri dari suamiku.
Sebuah ide muncul dari dalam otakku setelah membaca pesan dari Hena. Langsung saja aku mengetik, dan mengirim pesan balasan untuk sang mantan istri.
[Iya, nanti akan aku belikan. Kamu tenang saja. Asal, kamu jangan lagi menghubungiku dan mengirimiku pesan. Aku takut istriku curiga.]
Terkirim, dan langsung centang biru.
[Beneran, ya, Mas? Ok, aku enggak akan mengirim pesan maupun meneleponmu lagi. Tapi, kapan kamu akan mengirimkan kendaraan itu untukku?]
[Minggu depan!] balasku cepat.
[Janji, Mas?]
Aku memutar bola mata malas membaca pesan dari mantan istri suamiku itu. Jika bukan untuk mengerjainya, tidak sudi rasanya bertukar pesan dengan wanita itu.
[Janji, sumpah, suwer takewer-kewer!] balasku dengan emoticon dua jari.
[Makasih, Mas. Kamu baik banget sama aku. Ah ... makin lope-lope, deh sama kamu.]
Aku membulatkan mata melihat pesan yang diakhiri emoticon cium serta bentuk hati yang lebih dari lima biji.
‘Apa jangan-jangan, selama ini di belakangku, mereka sering berkirim pesan seperti ini?’
Keterlaluan jika dugaanku benar adanya.
Setelah selesai berkirim pesan dengan mantan istri dari suamiku, aku langsung menghapus semua pesan percakapan dengannya. Aku tidak ingin Mas Andri melihat pesan yang dikirimkan Hena untukku. Biarkan kendaraan yang diminta Hena, menjadi urusanku. Aku yang akan mengirimkannya untuk dia.
Bagaimana kisah selanjutnya?