Akibat penyakit kista yang diderita oleh Arumi Hayfa Hasan, dokter menganjurkan agar ia segera menikah dan hamil. Namun ia tak memiliki bayangan, siapa lelaki yang akan menjadi pendamping hidupnya?
Bukan ia tak cantik dan menaeik sehingga sulit mendapatkan jodoh. Namun selama ini orang tuanya cukup pemilih dalam menentukan siapa lelaki yang pantas bersanding dengannya. Arumi pun memutuskan untuk memberikan wewenang penuh terhadap kedua orang tuanya dalam urusan jodoh.
Namun sebuah kejutan terjadi di hari pernikahannya. Nama lelaki yang mengucap ijab qabul berbeda dengan nama yang tertera di dalam undangan yang tersebar.
Apa yang terjadi? Siapakah lelaki yang mendadak menikahi Arumi? Lalu bagaimana kisah rumah tangga mereka? Simak kisahnya di dalam novel "Nama Suamiku Berubah Saat Akad Nikah".
Prolog
"Sudah lewat setengah jam dari waktu yang telah disepakati, tapi kenapa mempelai pria tak kunjung datang? Setengah jam lagi saya harus pergi, karena ada jadwal akad nikah di tempat lain." Untuk kesekian kalinya pak penghulu mempertanyakan kedatangan mempelai pria, namun pihak keluarga tak kunjung memberikan jawaban.
Mereka semua cemas, sebab tak ada satu pun pihak keluarga mempelai pria yang dapat dihubungi. Padahal nomornya aktif, tapi mereka tidak mengangkat telepon ataupun membaca chat.
Kegelisahan juga tengah dirasakan oleh Arumi–mempelai wanita yang sedang harap-harap cemas menanti kedatangan calon suaminya. Walaupun ia tidak mengenal siapa lelaki yang akan menikahinya, namun ia tak menginginkan hal buruk terjadi di acara pernikahannya.
Para tamu undangan mulai riuh membicarakan keterlambatan kedatangan mempelai pria, ada yang bersimpati, ada pula yang justru menjadikannya bahan gosip.
Sementara Haji Hasan, selaku shahibul hajjah terus berusaha menghubngi sahabat karibnya yang sebentar lagi akan menjadi besannya. Ia terlihat resah, tak pernah terbesit dalam pikirannya, bahwa pernikahan putri semata-wayangnya yang telah ia siapkan sedemikian rupa akan terkendala.
Hingga pada akhirnya, panggilannya yang ke-14 terjawab, suara Haji Ishak terdengar dari seberang sana.
"Alhamdulillah ... akhirnya kamu angkat telepon juga, Ji ... nyampe mana sekarang? Penghulu dan tamu undangan sudah menunggu dari tadi." Haji Hasan langsung menyampaikan maksudnya.
Bukannya menjawab, justru sahabatnya itu terdengar terisak. Seketika firasat buruk memenuhi benak Haji Hasan.
"Halo, Ji, ada apa? Semua baik-baik saja, kan?" tanya Haji Hasan seraya mendudukkan tubuhnya.
"Yu ... Yusuf, Ji ...." Haji Ishak menjawab sembari terisak.
"Iya, kenapa dengan Yusuf?"
"Yusuf kecelakaan, Ji ... dan sekarang kondisinya kritis."
Bagaikan tertimpa bebatuan, mendadak kepala dan dada Haji Hasan terasa sesak. Detik berikutnya, kalimat tarji' terucap dari mulutnya.
"Innalillahi wa inna ilaihi roji'uun ...."