Dalam kisah pewayangan tokoh Kurawa mempunyai sifat buruk, jelek, jahat, dan tidak pantas dicontoh. Ternyata di sisi lain Kurawa mempunyai perilaku yang patut dicontoh. Seperti, Duryudana adalah anak sulung dari Kurawa yang bertanggung jawab, Dursasana adalah adik yang sangat patuh, Citraksa Citraksi adalah Kurawa yang sopan, Yuyutsu adalah satu-satunya Kurawa yang selalu mau belajar. Demikian pula Patih Sangkuni bagaimana ia sosok yang sejak kecil telah mengalami ketidakadilan di keluarganya dan sempat dipermalukan oleh Pandu.
Buku ‘Kebaikan Kurawa’ akan mengungkap kisah-kisah yang tersembunyi dari Kurawa. Menjelaskan watak Kurawa yang selama ini dianggap orang jahat, ternyata ada hal-hal yang patut dicontoh. Menggugat image atas Kurawa yang selama ini selalu dalam kondisi yang tidak menyenangkan.
Penguasaan penulis tentang dunia wayang, membuatnya begitu jeli mencermati bahwa sesungguhnya di sisi lain dunia Kurawa masih banyak kisah-kisah kebaikan Kurawa yang belum terungkap. Yang lebih penting, penulis memaparkan secara detail bagaimana latar belakang sejarah sehingga Kurawa dapat berlaku jahat, menyerang, arogan, bahkan akhirnya memusuhi Pandawa.
Buku kontroversial yang dikemas secara menarik, singkat, dan detail. Membaca buku ini, pembaca akan diajak secara terbuka memahami siapa dan bagaimana Kurawa yang sesungguhnya. Selain itu dapat menafsir dalam kehidupan tidak selamanya orang jahat itu dijauhi dan tidak patut dicontoh.
Judul Buku : Kebaikan Kurawa – Mengungkap Kisah-kisah yang Tersembunyi
Penulis : Pitoyo Amrih
Format : eBook
Penerbit : Pitoyo eBook Publishing
Banyak buku-buku yang dibacanya, membuat dia tergerak untuk juga menuangkan ide, pikiran dan gagasannya dalam bentuk tulisan. Sejak tahun 1997 dia banyak menulis artikel yang lebih banyak bertema pemberdayaan diri terutama dalam lingkup diri dan keluarga. Beberapa kali disaji di harian-harian lokal kota Solo, dan secara rutin mengisi kolom motivasi mingguan di beberapa website.
Pitoyo kembali menggali ingatannya akan falsafah Jawa yang diperolehnya dari kisah wayang di masa kecil dulu, ketika mendapati bahwa ilmu pengembangan diri modern, seharusnya hanya menjadi pelengkap bagi nilai-nilai kearifan lokal. Nilai budaya kearifan lokal yang seharusnya menjadi hal utama dalam pengembangan diri, saat ini seperti asing di negeri sendiri. Itulah yang kemudian sejak tahun 2006, Pitoyo mulai menulis buku yang mengangkat kembali falsafah dan nilai kearifan budaya Jawa yang tersalut dalam kisah-kisah Dunia Wayang. Pitoyo juga punya obsesi tersendiri untuk menulis sequel kisah dunia wayang versi Yoyakarta-Surakarta dalam bentuk novel secara lengkap sejak dari jaman para dewa, masa Harjunasasra, kejayaan Sri Rama, kisah Mahabarata, sampai dengan perang besar Baratayudha, kejayaan dan keruntuhan Parikesit, agar selain kisah itu menjadi lestari, juga nilai falsafah Jawa itu bisa tersampaikan ke generasi selanjutnya.
Dan pendekatan yang dia lakukan sebagai pembeda dengan buku-buku wayang serupa lainnya adalah, pada pilihan mengambil cerita kehidupan detail imajinatif tokoh-tokoh dunia wayang yang dia anggap bisa memberikan inspirasi bagi kehidupan kita manusia. Itulah mengapa Pitoyo Amrih selalu memberi penekanan bahwa novel Dunia Wayang yang dia tulis, adalah sebuah kisah inspiratif. Dan baginya, kisah inspiratif tidak harus dari perjalanan tokoh protagonis yang watak baiknya memang bisa menjadi tauladan menjalani hidup, tapi juga pada tokoh antagonis ataupun tokoh kontroversial, dimana justru dari kekeliruan-kekeliruan jalan hidupnyalah kita juga bisa memetik hikmah pelajaran dan inspirasi agar tidak melakukan kesalahan yang sama.
Novel Dunia Wayang yang sudah terbit :
1. Antareja-Antasena, Jalan Kematian Para Ksatria (Pinus, 2007)
2. Narasoma, Ksatria Pembela Kurawa (Pinus, 2008)
3. The Darkness of Gatotkaca (DivaPress, 2009)
4. Pertempuran 2 Pemanah Arjuna-Karna (DivaPress, 2009)
5. Perjalanan Sunyi Bisma Dewabrata (DivaPress, 2010)
6. Resi Durna, Sang Guru Sejati (DivaPress, 2010)
7. Memburu Kurawa (DivaPress, 2011)
8. Pandawa Tu7uh (DivaPress, 2012)
9. Wisanggeni Membakar Api (DivaPress, 2013)
10. Hanoman, Akhir Bisu Sebuah Perang Besar (DivaPress, 2014)
11. Cinta Mati Dasamuka (DivaPress, 2016)
12. Rama dan Sinta (DivaPress, 2019)
Dan dalam penulisan sequel novel kisah Dunia Wayang ini, Pitoyo Amrih tidak setengah-setengah. Di ruang kerja penulisannya di rumahnya, Pitoyo mengumpulkan segala macam literatur tentang kisah Wayang Purwa Jawa, baik dari sumber Pustaka Raja untuk yang versi Surakarta, ataupun Purwa Kandha untuk yang versi Yogyakarta, termasuk Ensiklopedia Wayang yang memuat 600-an tokoh karakter wayang, dengan risalah sekitar 170-an lakon wayang. Dari semua sumber pustaka itu, Pitoyo membuat timeline kisah sejak dari jaman Lokapala sampai Parikesit. Atas imajinasinya, Pitoyo juga membuat gambar peta dunia wayang, lengkap dengan lanscape, sebaran lokasi negri-negri wayang, demografi, model hukum dan aturan yang mungkin ada pada dunia wayang itu. Membuat sketsa-sketsa tentang kejadian, bangunan kraton, kostum. Juga catatan tentang karakter dasar tiap ras yang diceritakan di novelnya. Membuat model-model sebagai visualisasi detail scene sebelum dituliskan. Menggali konflik tiap karakter utama. Juga penggambaran tentang anatomi fisik tiap ras bangsa.