menghébat sekali, sebagai tentangan dan réaksi dari berkobarnya semangat kemerdékaan di Indonésia kita.” Sementara itu, ancaman persbreidel penjajah tak bisa dikesampingkan, sebagaimana yang telah menimpa Bébasari, naskah drama penulis ini. “Untuk mengelakkan delict yang mengancam,” karya syair ini “diperpusatkan kalam kepada lagu Asmarandana, diselingi seloka tanah Air di sana-sini. Suara merdéka didandani baju percintaan; “heroisme” Bébasari menjelma menjadi “erotiek”’ dan “romantiek” dalam Percikan Permenungan.”
[Pustaka Jaya, Dunia Pustaka Jaya]