Rahasia Kampung Setan

· Serial Cerita Silat Joko Sableng - Pendekar Pedang Tumpul 131 Kitab 21 · Pantera Publishing
4,0
2 rəy
E-kitab
120
Səhifələr
Reytinqlər və rəylər doğrulanmır  Ətraflı Məlumat

Bu e-kitab haqqında

DUA orang sama berpacu cepat menuju sebelah timur hutan belantara di mana Kampung Setan berada. Orang di sebelah depan memanggul satu sosok tubuh yang dari mulut dan hidungnya tampak kucurkan darah. Sosok yang dipanggul orang tampak tidak bergerak-gerak. Sementara orang yang di sebelah belakang berlari sambil sesekali putar kepala dan memperhatikan sosok yang ada di panggulan orang di depannya.


Begitu memasuki kawasan yang dipagari julangan-julangan batu karang, orang di sebelah depan yang memanggul sosok tubuh berlumuran darah hentikan larinya. Orang ini memandang berkeliling sebentar, lalu dengan enaknya bahunya bergerak. Sosok tubuh yang berada di panggulnya serta-merta jatuh bergedebukan di atas hamparan batu tidak jauh dari gundukan makam batu yang ada ditengah-tengah beberapa julangan batu karang.


Orang yang berlari di sebelah belakang ikut hentikan larinya tidak jauh dari orang yang baru saja jatuhkan sosok tubuh di panggulannya. Kedua orang ini sejenak saling pandang.


Orang yang tadi berlari di sebelah depan sambil membawa sosok tubuh di pundaknya adalah seorang laki-laki berperawakan kekar. Rambutnya panjang menutupi bahu dan sebagian wajahnya. Parasnya tampan. Matanya tajam. Dagunya kokoh. Laki-laki ini mengenakan pakaian warna putih.


Sementara orang yang tadi berlari di sebelah belakang adalah seorang laki-laki bertubuh tinggi besar. Raut wajahnya juga tampan. Sepasang matanya juga tajam.


Orang yang tadi berlari di sebelah depan angkat kepalanya, lalu berteriak.


“Maladewa! Kami berdua datang!”


Gema suara orang belum lenyap, mendadak dari salah satu lamping julangan batu karang yang berjajar memagari makam batu melesat satu sosok tubuh. Ternyata dia adalah juga seorang laki-laki dan bukan lain adalah Maladewa.


Maladewa tegak di hadapan dua laki-laki yang baru datang. Sejurus mata Maladewa perhatikan dua laki-laki di hadapannya. Lalu melirik pada orang yang terbujur diam berlumuran darah di bawah. “Kami hanya berhasil membawa mayat Nyai Randu Abang!” berkata laki-laki yang tadi berlari di sebelah depan.


“Dadaka!” kata Maladewa menyebut nama laki-laki yang tadi berlari di sebelah depan. “Satu purnama kau dan Kigali kuberi waktu untuk laksanakan tugas ini. Nyatanya yang kalian bawa hanya mayat perempuan tak berguna ini!”


Dadaka berpaling pada laki-laki yang tadi berlari di sebelah belakang yang disebut Maladewa dengan nama Kigali. Kedua orang ini sejurus saling pandang. Setelah Dadaka anggukkan kepala, Kigali buka mulut angkat bicara.


“Maladewa! Satu purnama waktu yang kau berikan ternyata terlalu pendek untuk mencari jejak manusia macam Galaga! Kuharap kau mengerti! Dan untuk sementara ini kami berdua hanya mampu membawa mayat Nyai Randu Abang, salah satu orang yang nyawanya kau inginkan!”


“Betul!” timpal Dadaka. “Lagi pula, dengan tewasnya Nyai Randu Abang, Galaga pasti akan segera unjuk tampang keluar dari persembunyiannya! Karena kau tahu sendiri, Nyai Randu Abang adalah kekasih Galaga!”


Maladewa memandang silih berganti pada Dadaka dan Kigali. Lalu beralih pada sosok berlumur darah di bawah yang ternyata adalah seorang perempuan. Raut wajahnya hampir tidak bisa dikenali karena di sana-sini banyak dibercaki darah.


“Bagaimana dengan jejak si nenek tua bangka itu?!” tanya Maladewa.


“Sejauh ini kami belum mendapatkan jejaknya! Kau tahu sendiri, nenek itu hanya kami kenali ciri-cirinya saja tanpa kami kenali wajahnya. Itu salah satu kesulitan kami dalam mencari jejaknya!” Yang angkat bicara menyahut adalah Dadaka.


“Tapi kau tak usah cemas! Kami berdua akan tetap mencari di mana jejak si nenek itu sekaligus jejak Galaga! Aku menduga kedua orang ini bersatu dan sembunyi pada satu tempat!” sahut Kigali.


“Berapa lama waktu yang kalian butuhkan untuk membawa kedua orang itu mati atau hidup ke hadapanku?!”


“Yang kami hadapi bukan orang sembarangan! Jadi kami tak bisa tentukan batas waktunya!” ujar Dadaka.


“Benar. Maladewa! Apalagi saat ini rimba persilatan sedang geger dengan banyaknya tokoh yang terbunuh secara misterius! Kami harus bertindak hati-hati agar tidak sampai dicurigai!” sahut Kigali seraya memandang berkeliling.


Maladewa untuk kesekian kalinya memandang satu persatu pada kedua laki-laki di hadapannya. “Kalian telah katakan bisa membawa orang-orang yang kuinginkan dalam waktu tidak lama. Kini ucapan kalian berbalik! Katakan saja kalau kalian tidak mampu!” kata Maladewa dengan suara agak keras.


Dadaka dan Kigali tampak sama gelengkan kepala. “Kami berdua telah ambil risiko dengan berani lakukan apa yang kau ucapkan! Bagi kami itu adalah taruhan nyawa! Kalau kami merasa tidak mampu, apa mungkin kami berani lakukan ini?!” kata Dadaka.


"Benar” sahut Kigali. “Apalagi kini mulai tercium bahwa terbunuhnya tokoh-tokoh rimba persilatan ada kaitannya dengan penghuni Kampung Setan ini! Dan tersiar pula kalau Maladewa adalah salah seorang yang tersisa dari penghuni Kampung Setan! Maka dari itu kami harus selalu waspada agar tidak sampai diketahui kalau kami berdua adalah orang-orang suruhanmu!”


Sesaat Maladewa tampak terdiam. Diam-diam laki-laki ini membatin dalam hati. “Jika benar bahwa apa yang kulakukan telah tercium beberapa orang, maka kedua orang ini pun harus segera mampus! Jika tidak, aku khawatir keduanya akan berkhianat dengan sebarkan berita! Jika itu terjadi, Kampung Setan akan menjadi bulan-bulanan kalangan rimba persilatan seperti yang pernah terjadi pada beberapa puluh tahun silam! Dan itu berarti kebangkitan Kampung Setan tidak akan terwujud! Kembang Darah Setan memang telah ku genggam. Dan dengan Kembang Darah Setan di tanganku, rasanya tidak sulit menghadapi manusia-manusia yang hendak menghalangi bangkitnya penguasa Kampung Setan, tapi aku tidak menginginkan hal itu terjadi saat ini! Setidaknya sebelum tua bangka itu dan Galaga tewas!”


Berpikir begitu, pada akhirnya Maladewa berkata. “Dadaka, Kigali! Sesuai dengan kesepakatan, sebenarnya kalian saat ini harus sudah membawa dua orang yang kuinginkan. Aku masih berbaik hati pada kalian! Tapi aku tak mau kalau kalian tidak bisa memberi batasan waktu padaku untuk membawa dua orang itu!”


“Maksudmu?!” tanya Dadaka seraya lempar kerlingan pada Kigali.


“Kalian kuberi waktu sampai delapan hari di muka! Jika sampai hari itu kali in tidak juga berhasil, kalian tahu bukan apa yang harus kalian lakukan?!”


“Maladewa! Rasanya waktu yang kau berikan terlalu sempit jika harus membawa dua orang itu! Dengan tersebarnya berita di kalangan dunia persilatan tentang siapa sebenarnya Galaga, pasti Galaga akan coba sembunyi sejauh mungkin!” ucap Kigali.


“Persetan sembunyi sejauh mana jahanam itu!


Yang jelas kalian berdua telah menerima imbalan dalam laksanakan hal ini! Dan seharusnya kalian bersyukur aku telah memperpanjang dari waktu yang kalian janjikan!” Maladewa pandangi satu persatu orang di hadapannya dengan tatapan angker. Lalu teruskan ucapan. “Delapan hari di muka itulah waktu untuk kalian berdua! Dan kalian ingat, delapan hari adalah sisa umur kalian berdua kalau kalian tidak berhasil membawa dua orang yang kuinginkan!”


Kigali melangkah mendekat pada Dadaka lalu berbisik. “Perkiraan kita meleset! Berarti kita harus laksanakan rencana sekarang juga! Jika tidak, nyawa kita pasti melayang terlebih dahulu! Kita tidak mungkin menemukan dua orang yang diinginkannya dalam waktu delapan hari!”


Dadaka anggukkan kepala. Lalu melangkah mendekat ke arah Maladewa dengan bibir sunggingkan senyum. “Maladewa! Kami telah berani lakukan keinginanmu yang berarti kami juga telah siap serahkan nyawa! Maka dari itu, dalam waktu delapan hari ini kami akan mencari dua orang itu! Jika tidak berhasil, kami dengan suka rela akan serahkan nyawa masing-masing padamu!”


Habis berkata begitu, tanpa diduga sama sekali oleh Maladewa, kedua tangan Dadaka bergerak lepas satu pukulan ke arah Maladewa yang berdiri hanya dua langkah di hadapannya.


Maladewa tersentak. Dia masih coba mengelak selamatkan diri dengan tarik kepalanya. Namun tak urung dadanya terhantam tangan kanan Dadaka.


Bukkk!


Sosok Maladewa terjajar dua langkah. Belum sempat orang ini membuka gerakan, Kigali telah berkelebat dan hantamkan tangan kiri kanan. “Jahanam!” maki Maladewa. Kedua tangannya diangkat menghadang pukulan yang datang. Namun bersamaan dengan itu Dadaka sudah merangsek maju sambil kirimkan satu tendangan.


Bukk! Bukkk!


Desss!


Maladewa masih sanggup menghadang kedua tangan Kigali. Namun tendangan yang dilepas Dadaka tak bisa dielakkan, hingga tanpa ampun lagi sosoknya terjengkang di atas hamparan batu.


“Jangan beri kesempatan tangannya mengambil Kembang Darah Setan!” bisik Kigali.


Belum sampai ucapan Kigali selesai, Dadaka sudah sentakkan kedua tangannya ke depan. Dua gelombang dahsyat saat itu juga menggebrak deras ke arah Maladewa. Kigali tidak tinggal diam. Kedua tangannya serentak juga lepaskan pukulan jarak jauh bertenaga dalam tinggi ke arah Maladewa.


Maladewa sejenak hendak selinapkan tangan kanannya ke balik pakaiannya di mana tersimpan Kembang Darah Setan. Namun gelombang yang menggebrak sudah berada setengah depa di depannya. Hingga mau tak mau Maladewa harus segera urungkan niatnya untuk mengambil Kembang Darah Setan. Sebaliknya dia segera menghadang gelombang yang datang dengan sentakkan kedua tangannya.


Blammm! Blammm!


Terdengar ledakan keras. Sosok Maladewa yang terhantam di batu mencelat jauh ke belakang. Sementara sosok Dadaka dan Kigali hanya terhuyung-huyung sejenak. Namun kedua orang ini rupanya tidak mau memberi kesempatan pada Maladewa. Begitu sosok Maladewa mencelat, keduanya cepat lipat gandakan tenaga dalam lalu hampir berbarengan keduanya berkelebat mengejar sosok Maladewa. Kedua orang ini sengaja berpencar. Datang menyongsong Maladewa dari sebelah kanan dan kiri.


Maladewa tampak gertakkan rahang. Dia segera bangkit dengan tangan sudah menyelinap ke balik pakaiannya. Namun belum sampai tangannya mengeluarkan Kembang Darah Setan, sosok Dadaka dan Kigali telah tegak di sebelah kanan kirinya!


Seolah tidak mau didahului tangan kanan Maladewa yang hendak keluarkan Kembang Darah Setan, Dadaka dan Kigali langsung lepaskan tendangan kaki masing-masing.


Maladewa sesaat bimbang. Kalau dia teruskan niat ambil Kembang Darah Setan, maka tak ampun lagi tendangan orang akan menghantam tubuhnya. Di satu sisi, kalau dia urungkan niat ambil Kembang Darah Setan, mungkin masih dapat menghadang datangnya tendangan.


Karena berpikir bahwa masih dapat membendung tendangan orang dan dengan demikian masih punya kesempatan mengambil Kembang Darah Setan, pada akhirnya Maladewa urungkan niat ambil Kembang Darah Setan. Sebaliknya segera sentakkan tangan kanan kirinya ke samping kanan dan kiri menghadang tendangan orang.


Bukkk! Bukkk!


Perhitungan Maladewa tidak meleset. Kedua tendangan yang datang dari samping kanan kiri berhasil dihadang meski sosoknya harus terseret ke belakang dengan kedua tangan mental balik. Namun perhitungan Maladewa tidak seluruhnya benar. Karena bersamaan dengan mentalnya kaki Dadaka dan Kigali terhadang kedua tangan Maladewa, Dadaka dan Kigali serta-merta sentakkan tangan masing-masing lepas


pukulan!


Maladewa terkesiap. Kalau datangnya pukulan dari satu arah mungkin masih bisa dihadang. Namun datangnya pukulan kali ini justru dari dua jurusan. Ini membuat Maladewa sedikit kebingungan. Menghadang keduanya pasti akan membuat dirinya cedera parah, menghadang salah satunya, pasti pukulan satunya dengan telak akan menghantam tanpa bisa dielakkan lagi!


Pada puncak kebingungannya, akhirnya Maladewa mengambil keputusan menghadang kedua pukulan dengan sentakkan kedua tangannya ke samping kanan kiri.


Blaar! Blarr!


Terdengar dentuman hebat tatkala pukulan Dadaka dan Kigali bertemu dengan pukulan Maladewa. Karena harus mengimbangi dua pukulan, maka begitu terdengar ledakan, sosok Maladewa mencelat sebelum akhirnya terkapar dengan menghantam gundukan batu makam di tengah tempat terbuka itu. Darah tampak mengucur deras dari mulutnya yang megap-megap.


Sementara sosok Dadaka dan Kigali sama jatuh terduduk. Karena masih khawatir Maladewa hendak keluarkan Kembang Darah Setan, kedua orang ini cepat beranjak bangkit. Kigali memberi isyarat. Lalu berkelebat ke arah altar batu tidak jauh dari makam itu. Di lain pihak, Dadaka cepat hantamkan kedua tangannya. Hingga saat itu juga dua gelombang dahsyat menghampar deras ke arah Maladewa yang coba bangkis. Tangan kanan Maladewa ternyata telah berhasil keluarkan Kembang Darah Setan, hingga sambil bergerak bangkit, tangan kanannya diangkat. Lalu disentakkan begitu telinganya mendengar deruan gelombang datang ke arahnya.


Wuuutt!


Tiga sinar berwarna merah, hitam, dan putih berkiblat.


Gelombang yang keluar dari kedua tangan Dadaka serta-merta ambyar di tengah jalan. Malah saat itu juga sosok Dadaka mencelat dan jatuh terjengkang.


Namun bersamaan dengan bergeraknya tangan kanan Maladewa, Kigali yang berada di atas batu altar jejakkan kakinya pada bagian tengah batu altar. Bersamaan itu, kedua tangannya bergerak lepaskan satu pukulan jarak jauh.


Terjadi satu keanehan. Begitu kaki Kigali menjejak bagian tengah batu altar, tiba-tiba makam batu di belakang Maladewa bergerak-gerak. Saat lain makam batu itu secara aneh membuka! Hingga tepat di belakang Maladewa tampak lobang menganga besar!


“Keparat! Dia tahu rahasia makam batu ini!” desis Maladewa dengan mata melirik pada Kigali. Maladewa hendak sentakkan Kembang Darah Setan kembali. Namun karena baru saja menghadang pukulan Dadaka, maka gerakannya sudah sangat terlambat. Hingga belum sampai tangannya bergerak, gelombang yang datang dari pukulan Kigali telah melabrak!


Sesaat sosok Maladewa tampak bergoyang-goyang. Namun saat lain sosoknya mental ke belakang. Karena di belakangnya adalah lobang makam yang telah terbuka, maka tak ampun lagi sosok Maladewa terjerambab masuk ke dalam lobang makam!


Dalam keadaan seperti itu, dengan luar biasa Maladewa masih mampu bertahan. Hingga meski sosoknya terbanting menghantam dinding lobang sebelah dalam, tangan kanannya yang memegang Kembang Darah Setan masih mampu menggapai ke bagian samping atas lobang. Kesempatan ini tak disia-siakan Dadaka yang telah berhasil kuasai diri serta sudah tegak kerahkan tenaga dalam. Hingga begitu melihat tangan kanan Maladewa berusaha menggapai bagian atas lobang, Dadaka cepat berkelebat.


Kigali tidak tinggal diam. Dia cepat pula membuat gerakan. Sosoknya serta-merta melesat ke arah makam batu yang telah terbuka.


Hampir bersamaan, tangan Dadaka dan Kigali tampak berkelebat menyambar Kembang Darah Setan yang berada di tangan kanan Maladewa yang berusaha mencari pegangan.


Wuutt! Wuuutt!


Maladewa rupanya masih merasa apa yang hendak dilakukan kedua orang di luar makam batu. Hingga dengan gerakan kilat, dia segera tarik tangan kanannya ke bawah. Hal ini membuat sambaran tangan Dadaka dan Kigali hanya menyambar udara kosong, namun tindakan Maladewa ini berakibat amblas masuknya sosok Maladewa ke dalam makam batu!


“Terlambat!” desis Dadaka seraya cepat tarik pulang tangan dan tubuhnya. Di sebelahnya, Kigali cepat pula membuat gerakan tarik pulang tangan dan tubuhnya karena bersamaan masuknya sosok Maladewa, secara aneh makam batu yang terbuka menutup kembali.


Blammm!


Terdengar debuman dahsyat saat lobang makam tertutup kembali. Satu sambaran angin luar biasa keras menghampar. Hingga tubuh Dadaka dan Kigali mental beberapa tombak ke belakang dan jatuh berlutut.


Dari mulut Dadaka dan Kigali tampak bercakan darah. Tubuh masing-masing orang tampak bergetar keras. Wajah keduanya pias. Jelas kalau kedua orang ini telah terluka bagian dalam. Selain akibat bentrok pukulan dengan Maladewa, juga karena sambaran angin dahsyat yang mencuat dari menutupnya lobang makam batu.


Beberapa saat berlalu. Perlahan-lahan Dadaka yang sejenak tadi coba himpun tenaga dalam berpaling pada Kigali. Terlihat Kigali juga masih coba kuasai diri namun telah buka kelopak matanya.


“Kigali!” kata Dadaka dengan suara agak tersendat dan bergetar. Tanda dia sepenuhnya dapat kuasai diri. “Bagaimana sekarang?! Apa kita hancurkan makam batu itu?!”


Kigali gelengkan kepala. “Percuma, Dadaka! Kalaupun kita berhasil membongkar makam itu, kita hanya akan serahkan nyawa. Karena Kembang Darah Setan masih berada di tangan Maladewa!”


“Hem…. Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?!”


“Menyingkir dari tempat ini!”


“Hem…. Hanya begitu saja?!”


“Apa boleh buat, Dadaka! Nyawa kita selamat saja sudah untung! Dan aku yakin, Maladewa tidak akan selamat!”


Dadaka menyeringai. “Aku akan bongkar makam batu itu! Kita sudah mati-matian berusaha! Kalau pada akhirnya hanya begini saja, usaha kita percuma!”


“Jangan bertindak gegabah, Dadaka! Kau tahu sendiri. Makam batu itu bukan makam biasa! Sambaran menutupnya saja sudah bisa membuat kita terluka! Aku hanya memberi peringatan. Kalau kau hendak lakukan silakan! Tapi aku tidak akan ikut-ikutan! Aku harus segera tinggalkan tempat ini!”


Habis berkata begitu, Kigali bergerak bangkit. Dan perlahan-lahan melangkah tinggalkan tempat itu.


Dadaka sejurus pandangi makam batu di depan sana. Laki-laki ini bergerak bangkit. Ada kebimbangan pada raut wajahnya. Dan entah karena percaya pada ucapan Kigali, pada akhirnya perlahan-lahan Dadaka putar diri lalu melangkah mengikuti Kigali.

Reytinqlər və rəylər

4,0
2 rəy

Bu e-kitabı qiymətləndirin

Fikirlərinizi bizə deyin

Məlumat oxunur

Smartfonlar və planşetlər
AndroidiPad/iPhone üçün Google Play Kitablar tətbiqini quraşdırın. Bu hesabınızla avtomatik sinxronlaşır və harada olmağınızdan asılı olmayaraq onlayn və oflayn rejimdə oxumanıza imkan yaradır.
Noutbuklar və kompüterlər
Kompüterinizin veb brauzerini istifadə etməklə Google Play'də alınmış audio kitabları dinləyə bilərsiniz.
eReader'lər və digər cihazlar
Kobo eReaders kimi e-mürəkkəb cihazlarında oxumaq üçün faylı endirməli və onu cihazınıza köçürməlisiniz. Faylları dəstəklənən eReader'lərə köçürmək üçün ətraflı Yardım Mərkəzi təlimatlarını izləyin.