Buku ini mengurai situasi berbagai aspek sosial, budaya, politik, dan sejarah dalam rangka pelaksanaan dan upaya mensukseskan era otonomi daerah di Indonesia. Peran perempuan era otonomi di awal buku ini dipaparkan secara faktual tentang kemampuan memperoleh kekuasaan untuk mendapatkan suatu hasrat jabatan politik di lembaganya. Bahkan kaum perempuan sendiri tampaknya masih berpikiran sempit, bahwa perempuan fungsinya adalah home service atau children service, family service untuk keluarga luas, social service atau tetangga dan lingkungan, terutama husband service.
Pergerakan sosial politik di era otonomi daerah juga diurai dalam buku ini secara holistic, dalam aspek kelompok masyarakat, kebijakan program pembangunan, gerakan anti korupsi, sampai pada setan penghambat korupsi era otonomi daerah di Indonesia.
Pada tulisan terakhir buku ini dipaparkan juga suatu keinginan penulis untuk membongkar kasus korupsi. Penulis mengharap agar keinginan melakukan korupsi bisa dicegah, maka hukum yang diterapkan dalam kasus korupsi harus membuat orang menjadi takut melakukan korupsi. Hukuman yang dijatuhkan harus sangat berat. Seperti pernah diucapkan Presiden Joko Widodo baru-baru ini, bahwa pungli 10.000 rupiah pun harus ditindak. Penulis sangat setuju dengan gagasan itu. Bahkan penulis mengusulkan agar DPR membuat legislasi hukuman dalam bentuk undang-undang yang lebih berat dari yang berlaku saat ini.Nothing provided