Suara getaran telepon dari ponsel Mas Ridho, dari seseorang yang berinisial huruf F. Kenapa Mas Ridho save kontak dengan inisial? Gumamku dalam hati.
"Mas, ada telepon!" teriakku cempreng. Tapi, sepertinya Mas Ridho tidak mendengar teriakanku. Ia sedang serius bermain dengan Sasya. Lebih baik aku angkat saja teleponnya, siapa tahu teman kerjanya butuh Mas Ridho.
"Hallo," ucapku membuka percakapan. Tiba-tiba telepon itu terputus! Kenapa aku angkat dimatikan? Aneh sekali orang ini. Tadi menghubungi berkali-kali, tapi setelah kuangkat malah dimatikan.
Aku melanjutkan beres-beres di ruang tamu, sambil mengingat-ingat inisial F teman dari Mas Ridho itu siapa! Dan tidak lama kemudian ada yang mengucap salam dari arah luar pintu. Seketika membuyarkan ingatanku.
"Assalamu'alaikum," suara wanita yang mengucapkan salam.
"Wa'alaikumsalam, tunggu!" teriakku. Lalu segera kubuka pintu yang terbuat dari kayu jati. Dan ternyata wanita itu yang bertamu. Ia tersenyum padaku.
"Boleh minta cabe sama bawang merahnya gak Mbak?" ucap Febrianti tetangga baruku.
Ia tetangga baru, tapi sebelum ia pindah kesini aku sudah mengenalnya sejak di kampung dulu. Entah angin apa yang mempertemukan kami kembali, menjadi tetangga dekat pula. Suaminya dapat kerja di daerah sini katanya, dan akhirnya ia harus pindah kontrakan dekat sini. Tapi, semenjak pindah, aku tidak pernah melihat batang hidung suaminya.
"Iya boleh Mbak, tunggu bentar ya!" jawab ku sambil berjalan ke dapur untuk mengambilkan cabe dan bawang yang Mbak Febri minta.
Tetanggaku ini, tidak pernah keluar. Sekalinya keluar, ia minta cabe dan bawang. Pendiam sekali lagi orangnya.
"Ini Mbak cabe dan bawang nya, buat masak apa Mbak?" tanyaku hanya sekedar iseng.