Sekutu Iblis

· Serial Cerita Silat Joko Sableng - Pendekar Pedang Tumpul 131 Sách 15 · Pantera Publishing
5,0
1 bài đánh giá
Sách điện tử
114
Trang
Điểm xếp hạng và bài đánh giá chưa được xác minh  Tìm hiểu thêm

Giới thiệu về sách điện tử này

SATU pemandangan aneh terlihat di kawasan yang menuju Bukit Selamangleng. Satu sosok tubuh melangkah berlenggang seraya bernyanyi-nyanyi kecil. Kedua tangannya bergerak-gerak pu lang balik laksana orang sedang menari. Sementara pinggulnya digoyang-goyangkan sedikit ke samping kiri kanan. Orang ini mengenakan pakaian panjang milik seorang perempuan. Rambutnya yang panjang digelung tinggi ke atas. Sementara wajahnya diberi bedak putih tebal dengan bibir diberi pemerah menyala. Pada atas dan bawah matanya tampak membersit pewarna hitam. Sedang pada lehernya melingkar sebuah kalung dari bunga melati berwarna putih yang diuntai. Dari sikap dan cara berpakaiannya menunjukkan kalau orang ini adalah perempuan meski kalau diperhatikan lebih seksama maka dugaan orang akan meleset. Karena pada lehernya terlihat jakun yang jelas menandakan kalau dia adalah seorang laki-laki.


Laki-laki berperangai perempuan ini terus melenggak-lenggok dengan mulut tak henti-hentinya dendangkan nyanyian. Sementara sepasang matanya sesekali melirik ke kiri kanan dan tak jarang pula tengadah memandang ke arah puncak bukit.


“Kelelawar sayapnya hitam. Terbang rendah di gelap malam. Kelelawar sayapnya hitam. Tanda hari segera malam. Kelelawar burungnya hitam. Burung hitam, burungnya….” Laki-laki berperangai perempuan tiba-tiba putuskan nyanyiannya. Lalu nyengir sendiri.


“Hampir saja kelewatan! Kenapa mulutku demikian tak tahu diri…,” ujarnya lalu tengadah memandang langit. Nyanyian orang ini tidak salah. Karena saat itu hamparan langit memang dihiasi gerombolan kelelawar yang berbondong-bondong untuk kembali pada esok harinya. Sinar terang sang matahari mulai memudar digantikan kegelapan malam.


Laki-laki berperangai perempuan alihkan pandangannya ke arah puncak bukit. Untuk beberapa saat dia tak berkesip pandangi hamparan rimbun pepohonan yang mulai berubah warna.


Si laki-laki berperangai perempuan teruskan langkahan kakinya. Namun kali Ini dia sengaja menyanyi tanpa suara yang jelas. Sementara sepasang matanya tidak lagi memandang ke puncak bukit, melainkan ke jalanan setapak yang menuju Bukit Selamangleng.


Namun langkahan kaki orang ini tertahan, karena tiba-tiba dari lamping bukit berkelebat tiga bayangan dan tahu-tahu telah tegak di hadapan laki-laki berperangai perempuan..


Sejenak laki-laki berperangai perempuan melirik pada satu persatu orang di hadapannya dengan tampang terkejut. Tapi kejap lain telah alihkan pandangan ke jurusan lain. Tanpa berkata dia teruskan langkah dengan dendangkan nyanyian dan tangan bergerak-gerak. Sementara pinggulnya digoyang-goyangkan melenggak-lenggok. Tapi kalau diperhatikan lebih seksama, sebenarnya sambil melangkah berlenggang, sepasang mata orang Ini melirik tajam pada ketiga orang yang tegak di hadapannya.


DI lain pihak, ketiga orang yang muncul dari puncak bukit sama-sama kerutkan dahi masing-masing dengan mata sama mendelik.


Orang paling kanan adalah seorang perempuan berusia lanjut mengenakan pakaian panjang warna coklat. Kedua tangannya merangkap di depan dada. Tangan kiri mengepal sementara tangan kanan menggenggam sebuah tusuk konde besar berwarna hitam. Sedang orang di sebelah tengah adalah seorang perempuan berparas cantik berusia tiga puluhan tahun mengenakan pakaian tipis ketat warna biru yang bagian dadanya dibikin rendah hingga cuatan sepasang payudaranya mencuat jelas. Rambutnya hitam bergerai dengan bibir merah. Sementara orang paling kiri adalah seorang laki-laki tua yang wajahnya tinggal tulang-belulang hampir tidak tertutup daging sama sekali. Kepalanya gundul, sepasang matanya melotot.


Orang paling kanan yang bukan lain adalah Ni Luh Padmi berpaling pada perempuan di sebelahnya yang tidak lain adalah Ratu Pemikat. Saat bersamaan Ratu Pemikat menoleh pada laki-laki berkepala gundul di sebelahnya yang bukan lain adalah Iblis Rangkap Jiwa.


Di lain pihak, Iblis Rangkap Jiwa memandang tak berkesip pada orang laki-laki yang menyanyi dan melangkah di hadapannya.


“Akan ke mana kau?!” mendadak iblis Rangkap Jiwa membentak.


Laki-laki berperangai perempuan tidak hiraukan bentakan orang. Dia terus melangkah, malah berpaling pun tidak, membuat Iblis Rangkap Jiwa kembali perdengarkan bentakan keras.


“Hai! Kau akan ke mana?!”


Laki-laki berperangai perempuan berpaling. Dia memandang sekilas seraya berkata dengan suara serak mirip suara seorang perempuan.


“Kau bertanya padaku…?” Sambil bertanya kedua tangan orang ini menunjuk pada Iblis Rangkap Jiwa dengan gemulai lalu menunjuk pada dirinya sendiri.


“Jahanam! Siapa lagi yang kutanya kalau bukan kau?!”


“Ooooo….” Laki-laki berperangai perempuan moncongkan mulut.


“Jawab!” kembali terdengar bentakan. Yang perdengarkan bentakan kail ini Ratu Pemikat. .


Laki-laki berperangai perempuan alihkan pandangannya pada Ratu Pemikat dan untuk beberapa saat pandangi perempuan berparas cantik Ini dengan bibir tersenyum.


“Kau menyuruhku menjawab pertanyaannya?” sahut laki-laki berperangai perempuan. Kali ini tangan kanannya menunjuk pada Ratu Pemikat lalu beralih, pada Iblis Rangkap Jiwa.


“Orang gila macam dia tak perlu diladeni!” Yang buka mulut kali ini adalah Ni Luh Padmi.


Laki-laki berperangai perempuan arahkan pandangannya pada Ni Luh Padmi lalu berujar seraya tetap tersenyum.


“Kau berkata untuk siapa?! Dia?! Atau dia?!” sambil bertanya tangannya gemulai menunjuk pada Ni Luh Padmi, lalu pada Ratu Pemikat dan terakhir pada Iblis Rangkap Jiwa.


Ketiga orang di hadapan laki-laki berperangai perempuan serentak saling berpandangan satu sama lain. Dan seolah direnggut setan, berbarengan mereka menoleh pada orang di hadapannya yang enak saja teruskan langkah.


“Gerak-geriknya mencurigakan!” bisik Ratu Pemikat. Iblis Rangkap Jiwa anggukkan kepala tanpa menoleh. Tapi tidak demikian halnya si nenek. Perempuan berusia lanjut ini gelengkan kepala sambil berbisik.


“Aku tidak menangkap sesuatu yang mencurigakan pada dirinya. Kupikir dia adalah orang gila yang tersesat jalan! Lebih baik tak usah diladeni dan kita lanjutkan perjalanan!”


“Tak mungkin ada orang gila tersesat sampai daerah ini! Kau lihat sendiri. Matanya selalu mengarah ke puncak bukit. Sepertinya ada sesuatu yang dicarinya di sana!” sahut Iblis Rangkap Jiwa.


“Benar! Dan lihat! Langkahnya menuju jalan setapak yang mengarah puncak bukit!” timpal Ratu Pemikat.


“Ah…. Kalian hanya terlalu khawatir, hingga punya perasaan yang tidak tidak! Kalaupun dia hendak ke puncak bukit, apa peduli kita?!” Ni Luh Padmi memberi alasan.


“Puncak Bukit Selamangleng telah kujadikan tempat yang siapa pun juga tak akan kubiarkan ke sana!” ujar Iblis Rangkap Jiwa dengan suara agak keras. “Aku harus tahu hendak ke mana dia! Maksudnya apa dan siapa dia sebenarnya!”


Habis, berkata begitu, Iblis Rangkap Jiwa melompat dan tegak menghadang di hadapan laki-laki berperangai perempuan yang serentak hentikan langkahnya.


Ratu Pemikat yang juga punya perasaan sama dengan Iblis Rangkap Jiwa tidak tinggal diam. Dia cepat pula berkelebat dan tegak di samping Iblis Rangkap Jiwa.


Sementara Ni Luh Padmi meski pada awalnya tidak sepaham dengan Ratu Pemikat dan Iblis Rangkap Jiwa, namun dia merasa tidak enak membiarkan kedua orang sahabatnya bertindak tanpa dia Ikut serta. Hingga pada akhirnya nenek ini juga berkelebat dan berdiri di sebelah Ratu Pemikat.


“Orang gila! Aku tak akan mengulangi lagi pertanyaanku! Dengar. Akan ke mana kau? Dan siapa kau sebenarnya?!” Iblis Rangkap Jiwa menghardik.


Laki-laki berperangai perempuan sentakkan kepalanya sedikit ke belakang dengan tangan kanan melambai di atas bahu. Lalu berkata.


“Perasaanku mengatakan puncak bukit itu menyimpan sesuatu. Jadi aku akan menuju ke mana perasaanku membawa! Sedangkan aku kalian bisa memanggil Lumba-lumba….”


“Tak salah! Dia bukan orang gila yang tersesat jalan. Melainkan punya tujuan tertentu datang ke puncak bukit!” desis Iblis Rangkap Jiwa.


“Ada yang tidak beres dengan orang itu!” timpal Ratu Pemikat.


“Tapi aku belum menangkap sampai sejauh itu! Mungkin ucapannya hanya kebetulan! Biar aku yang coba bertanya!” Yang buka suara adalah Ni Luh Padmi. Tanpa menunggu sahutan Ratu Pemikat dan Iblis Rangkap Jiwa, si nenek telah maju satu tindak dan berkata.


“Sesuatu apa yang tersimpan di puncak bukit itu?!”


“Perasaanku mengatakan, sesuatu itu adalah hal luar biasa yang siapa pun juga pasti menginginkannya…,” jawab laki-laki berperangai perempuan yang sebutkan diri dengan Lumba-lumba.


Habis menjawab, Lumba-lumba pentangkan sedikit matanya pandangi si nenek. Orang ini sebenarnya hendak lanjutkan ucapannya tapi tertunda karena mendadak Ratu Pemikat telah menyela.


“Rupanya perasaanmu kuat. Apakah….”


Ucapan Ratu Pemikat belum selesai, kali Ini Lumba-lumba yang ganti menyela. “Ah…. Kau pandai memuji. Tapi begitulah adanya. Yang Maha Kuasa telah memberiku anugerah perasaan di atas rata-rata orang….”


Seperti halnya tadi, seraya berkata Lumba-lumba terus gerakkan kedua tangannya lemah gemulai di atas pundaknya.


“Siapa percaya ucapan orang gila sepertimu!” gumam Ratu Pemikat seraya mencibir.


Lumba-lumba memandang sejurus pada Ratu Pemikat lalu mendongak. “Kau boleh percaya boleh juga tidak. Yang pasti perasaanku bisa mengatakan siapa kau, Perempuan Cantik….”


Ratu Pemikat tertawa panjang. Namun perempuan bertubuh sintal Ini segera hentikan tawanya tatkala Lumba-lumba berujar sambil terus mendongak.


“Apa kau ingin tahu apa yang dikatakan perasaanku tentang kau?”


Ratu Pemikat tegak dengan mulut terkancing. Sementara Lumba-lumba ganti tertawa lalu berkata. Kali ini kedua tangannya merangkap di depan dada seperti yang diperbuat Ni Luh Padmi.


“Perasaanku mengatakan, kau adalah seorang perempuan yang dikenal dengan dua gelar. Pada mulanya kau berjuluk Dewi Asmara. Berganti tahun kau ganti gelar menjadi Ratu Pemikat….”


Mendengar ucapan Lumba-lumba, bukan hanya Ratu Pemikat yang terlihat terkesiap. Iblis Rangkap Jiwa dan Ni Luh Padmi tak kalah terkejutnya.


Lumba-lumba seolah tidak pedulikan keterkejutan orang. Dia lanjutkan ucapannya. “Kau pernah bersekongkol dengan seorang laki-laki bergelar Hantu Makam Setan, Merak Kawung, dan lain sebagainya. Kau pernah terlibat bentrok dengan beberapa tokoh di Pulau Biru. Dan….”


“Cukup!” hardik Ratu Pemikat memotong ucapan Lumba-lumba. Perempuan ini merasa tidak enak. Dia khawatir kalau orang di hadapannya tahu apa yang kini ada dalam benaknya.


Lumba-lumba luruskan kepalanya dengan bibir tersenyum. Namun pandangannya kail Ini bukan ke arah Ratu Pemikat yang tampak terkejut bercampur heran, tapi pada Iblis Rangkap Jiwa. Hanya saja laki-laki berperangai perempuan ini cuma sejurus memandang ke arah Iblis Rangkap Jiwa. Saat lain dia dongakkan lagi kepalanya dan buka mulut.


“Menurut perasaanku, kau adalah orang tua yang bergelar Iblis Rangkap Jiwa. Meski terdengar mustahil, karena usiamu panjang. Kalau dihitung-hitung, usiamu sekarang menginjak dua ratus tahun lebih. Pada sisa usiamu terakhir ini kau habiskan di puncak bukit untuk menunggu sesuatu. Kau pernah terlibat bentrok dengan seorang pemuda bergelar Pendekar Pedang Tumpul 131 Joko Sableng dan Dewa Orok dari lain sebagainya, termasuk di dalamnya seorang nenek berjuluk Ratu Malam. Perasaanku juga mengatakan….”


“Kau teruskan ucapanmu, lidahmu akan kulepas!” bentak Iblis Rangkap Jiwa. Seperti halnya Ratu Pemikat, sebenarnya diam-diam laki-laki berkepala gundul ini merasa waswas kalau Lumba-lumba mengatakan apa yang jadi rencananya.


Seperti diketahui, sebenarnya Ratu Pemikat dan Iblis Rangkap Jiwa punya rencana sendiri-sendiri dalam benaknya. Kalaupun untuk sementara ini mereka berdua bersatu, itu hanya karena apa yang akan mereka maksud tidak jauh berbeda dan saling berhubungan. Lebih dari itu, mereka berdua juga dalam cengkeraman Malaikat Penggali Kubur.


Mendengar hardikan Iblis Rangkap Jiwa, Lumba-lumba tunjukkan tampang terkejut. Namun di lain kejap, orang ini senyum-senyum dan arahkan pandangannya pada Ni Luh Padmi yang untuk beberapa saat tadi simak ucapan Lumba-lumba dengan mata menyipit dan dahi berkerut.


“Nek…. Untukmu, perasaanku mengatakan, kau adalah seorang perempuan datang dari jauh. Kau muncul di tanah Jawa mencari seorang kakek tua bergelar Pendeta Sinting. Namamu sendiri adalah Ni Luh Padmi….”


“Kau tahu di mana beradanya Pendeta Sinting?!” Tak sabar NI Luh Padmi segera menyahut ajukan tanya mendapati Lumba-lumba dapat menebak dengan tepat pada dirinya.


Lumba-lumba gerakkan tangan kanannya ke atas bahu lalu seolah lakukan pukulan dia berkata.


“Perasaanku mengatakan, kau punya silang sengketa dengan Pendeta Sinting. Kalau aku sampai mengatakan di mana beradanya orang sinting yang kau cari itu, berarti aku akan ikut terlibat dalam urusanmu. Padahal aku tidak mau terlibat dengan siapa pun juga! Apalagi dalam urusan dendam dan sengketa…. Aku hanya Ingin tenggelam berenang dengan perasaanku.


Tanpa harus terlibat dengan orang lain, apalagi dari kalangan orang-orang persilatan sepertiku dan dua sahabatmu itu! Tapi kau masih punya kesempatan, Nek! Kalau kau benar-benar Ingin tahu di mana beradanya orang yang kau cari, perasaanku mengatakan, perempuan cantik di sebelahmu mengetahui tempat di mana beradanya orang yang kau cari! Bukankah begitu, Perempuan Cantik…?”


Pada akhir kata-katanya, Lumba-lumba arahkan pandangannya pada Ratu Pemikat dengan anggukkan kepalanya. ?


Ni Luh Padmi berpaling pada Ratu Pemikat. Mungkin tidak mau dirinya akan dituduh berdusta karena Ratu Pemikat mengatakan tidak tahu di mana beradanya Pendeta Sinting pada Ni Luh Padmi saat keduanya berjumpa di puncak bukit, perempuan bertubuh bahenol berwajah cantik ini cepat menoleh pada si nenek dan berkata.


“Jangan percaya dengan ucapannya! Dia dusta!”


Habis berkata begitu, Ratu Pemikat memandang tajam pada Lumba-lumba lalu membentak.


“Kau jangan bicara membuat fitnah!”


Lumba-lumba tidak tunjukkan rasa kaget. Sebaliknya dia tetap tersenyum lalu kembali melangkah dengan jalan menyisi sambil berkata.


“Ah…. Semua Ku terserah kalian. Aku hanya mengatakan apa yang ada, dalam perasaanku. Soal benar tidaknya, kalian pasti mengetahuinya….”


Namun rupanya Lumba-lumba tidak akan dapat lanjutkan langkahan kakinya karena bersamaan itu, Iblis Rangkap Jiwa sudah melompat menghadang tepat tiga langkah di hadapannya. Hanya kali ini Iblis Rangkap Jiwa bukannya unjuk tampang marah melainkan tersenyum meski wajahnya tetap terlihat angker.


“Lumba-lumba…. Hem…. Sepertinya baru kali Ini aku mendengar nama itu. Tapi adalah satu ha! yang aneh kalau dia tahu seluk-beluk diriku dan kedua orang itu dengan benar dan tepat. Jangan-jangan dia seorang peramal yang baru muncul dan belum banyak dikenal orang….”


Berpikir begitu, Iblis Rangkap Jiwa akhirnya buka mulut bertanya.


“Lumba-lumba…. Aku tahu pasti, yang kau maksud sesuatu luar biasa di puncak bukit itu adalah sebuah kitab. Benar?!”


“Ah…. Kau rupanya punya perasaan sepertiku. Hanya perasaanku mengatakan dengan pasti kalau kitab itu sudah berpindah dari tempatnya semula! Bagaimana menurut perasaanmu?!.” Lumba-lumba balik ajukan tanya.


Iblis Rangkap Jiwa anggukkan kepala. Kejap lain dia kembali ajukan tanya. “Apa yang kau katakan menurut perasaanmu memang tepat. Tapi apakah perasaanmu juga bisa mengatakan siapa sebenarnya kelak yang berjodoh dengan kitab itu?”


Lumba-lumba kembali rangkapkan kedua tangannya di depan dada. Kepalanya mendongak. Bahkan kali ini sepasang matanya terpejam dengan dahi berkerut.


Baik Iblis Rangkap Jiwa maupun Ratu Pemikat dan Ni Luh Padmi tidak ada yang buka suara. Mata mereka bertiga memandang tajam pada Lumba-lumba seolah memberi kesempatan pada orang untuk pusatkan pikiran..


Iblis Rangkap Jiwa dan Ratu Pemikat tampak sedikit tegang dengan hati sama berdebar. Di lain pihak Ni Luh Padmi tampak biasa-biasa saja. Hal ini dapat dimaklumi karena sebenarnya baik Ratu Pemikat maupun Iblis Rangkap Jiwa memang menginginkan Kitab Hitam. Sementara Ni Luh Padmi sama sekali tidak menginginkannya malah dia tidak tahu betul seluk-beluk urusan Kitab Hitam. Yang selalu menjadi pikiran si nenek adalah bagaimana mengetahui di mana beradanya Pendeta Sinting, malah kalau bisa sebelum masa penantian selama satu purnama dengan Malaikat Penggali Kubur.


Beberapa saat berlalu.. Tiba-tiba Lumba-lumba mengeluh tinggi seraya buka perlahan-lahan sepasang kelopak matanya. Memandang satu persatu pada ketiga orang di hadapannya sebelum akhirnya menjawab.


“Selama malang melintang dengan berenang perasaan, tampaknya kali ini aku harus mengalami kegagalan….”.


Iblis Rangkap Jiwa buka mulut.


“Apa maksud ucapanmu?!”


“Aku gagal mengetahui siapa kelak yang berjodoh memiliki Kitab Hitam itu….”


iblis Rangkap Jiwa mendengus keras. Di sebelahnya Ratu Pemikat mencibir sambi! tertawa pendek. Hanya Ni Luh Padmi yang tetap bersikap seperti semula.


“Tapi masih ada harapan! Perasaanku mengatakan, aku dapat mengetahui siapa kelak yang berjodoh asalkan aku tahu siapa kini yang memegang Kitab Hitam itu….”


Seakan-akan dikomando, berbarengan iblis Rangkap Jiwa dan Ratu Pemikat menjawab.


“Malaikat Penggali Kubur!”


Kalau Ni Luh Padmi sedari tadi biasa-biasa saja, begitu mendengar jawaban Iblis Rangkap Jiwa dan Ratu Pemikat, nenek ini serta-merta berpaling dengan raut kaget. Dia ingat pertemuannya dengan Malaikat Penggali Kubur beberapa hari yang lalu.


“Hem…. Jadi pemuda itulah yang telah memegang kitab yang selalu dibicarakan mereka…. Pasti kitab itulah yang membuat pemuda bergelar Malaikat Penggali Kubur itu begitu sakti…. Kalau saja aku dapat merebut dan memiliki kitab itu….”


Diam-diam dalam benak Ni Luh Padmi telah terbersit keinginan memiliki Kitab Hitam juga setelah merasa yakin kalau kehebatan Malaikat Penggali Kubur karena telah memiliki Kitab Hitam. “Hem…. Untuk sementara ini lebih baik aku menunggu sampai jumpa dengan Malaikat Penggali Kubur dan menanti saat pertemuan yang telah diatur. Dengan begitu aku masih punya kesempatan. Selain dapat membalas dendam pada Pendeta Sinting, sekaligus siapa tahu aku bisa memiliki Kitab Hitam;…”

Xếp hạng và đánh giá

5,0
1 bài đánh giá

Xếp hạng sách điện tử này

Cho chúng tôi biết suy nghĩ của bạn.

Đọc thông tin

Điện thoại thông minh và máy tính bảng
Cài đặt ứng dụng Google Play Sách cho AndroidiPad/iPhone. Ứng dụng sẽ tự động đồng bộ hóa với tài khoản của bạn và cho phép bạn đọc trực tuyến hoặc ngoại tuyến dù cho bạn ở đâu.
Máy tính xách tay và máy tính
Bạn có thể nghe các sách nói đã mua trên Google Play thông qua trình duyệt web trên máy tính.
Thiết bị đọc sách điện tử và các thiết bị khác
Để đọc trên thiết bị e-ink như máy đọc sách điện tử Kobo, bạn sẽ cần tải tệp xuống và chuyển tệp đó sang thiết bị của mình. Hãy làm theo hướng dẫn chi tiết trong Trung tâm trợ giúp để chuyển tệp sang máy đọc sách điện tử được hỗ trợ.