Antologi yang mempertemukan dua penyair hebat daripada dua negara tetangga yang terpisah oleh garis geografi, tetapi menyatu dalam rumpun yang sama ini, menjadi khazanah yang harus dimiliki dan dicernai.
D. ZAWAWI IMRON lahir dalam keluarga petani miskin di desa Batang-batang Laok Kecamatan Batang-batang, Kabupaten Sumenep, di ujung timur Pulau Madura, Jawa Timur, pada tanggal 21 September 1943. Pendidikan yang pernah ditempuh yaitu SR (Sekolah Rakyat) 6 tahun kemudian melanjutkan ke Pesantren Lambcabbi, Gapura, Sumenep, selama 18 bulan. Di pesantren ini bakat sastranya mulai tumbuh dan terus rajin belajar menulis puisi. Kehidupan kesenian masyarakat Madura banyak memacu bakat kepenyairannya. Di desa terpencil yang jauh dari kota itu sampai sekarang ia ikut mengasuh Pesantren Al-Miftah. Selain itu ia ikut mengasuh Pesantren Budaya “Ilmu Giri” di Pergunungan Seribu, Bantul Yogyakarta. Sampai sekarang tetap tinggal di desa kesayangannya sambil ikut mengasuh pesantren.
Kumpulan sajak yang dihasilkan beliau ialah Semerbak Mayang (1977), Madura Akulah Lautmu ((1978), Bulan Tertusuk Ilalang (1982), Nenekmoyangku Airmata (1985), Celurit Emas (1986), Derap-derap Tasbih (1993), Berlayar di Pamor Badik (1994), Lautmu Tak Habis Gelombang (1995), Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996), Madura Akulah Darahmu (1996), Cinta Ladang Sajadah (2002), Refrein di Sudut Dam (2004), Kelenjar Laut (2007), dan Jalan Hati Jalan Samudra (2010).
Beberapa anugerah dan penghargaan juga pernah diraih beliau. Antaranya ialah Hadiah Yayasan Buku Utama (1985), Hadiah Penulisan Buku Puisi Terbaik untuk buku Nenekmoyangku Air Mata (1990), Hadiah MASTERA untuk kumpulan puisi Kelenjar Laut, S.E.A Write Award (2011), Indonesia Bisa Award (2012), dan Asrul Sani Award (2013).