"Dasar anak miskin! Kalau bukan karena kepintaranmu, kau enggak akan berada di madrasah ini." Kalimat yang terucap, bak tombak yang menghujam di jantungku.
Aku hanya bisa diam dan membatin. Tak perlu menjawab apa lagi menantang ucapan itu.
Bukan hanya teman di madrasah saja yang merendahkan. Namun, para tetangga juga ikut ambil bagian dan sering menyepelekan kehidupan ekonomi keluargaku.
Ibu cukup sabar dengan fitnah dan umpatan seseorang yang sudah dianggap keluarga. Hingga akhirnya, ibu pernah disingkirkan di seberang pulau.
Alhamdulillah. Keberhasilan yang kuterima. Seseorang yang selalu menghina dan mencelakaiku, memilih aku menjadi pendamping hidupnya. Aku menerimanya karena cintanya telah aku miliki seutuhnya. Seorang lelaki yang dekat denganku. Rela pergi demi kebahagiaanku.