Dalam lanskap demikianlah, Taman Pembelajar Rawamangun tempat kami bernaung berpolemik gagasan pendidikan, mencoba menyusun sebuah kumpulan karangan perihal Pedagogik dan Covid-19.
Ikhtiar itu sebagai sebuah jalan diskursus pendidikan--sekaligus mencoba memetakan problem dan jalan keluar yang paling mungkin dilakukan saat ini maupun setelah pandemik.
Jalan yang pernah dilalui para sosok inspiratif seperti Ki Hadjar Dewantara di awal abad ke 20, ketika menginterupsi kanonisasi pendidikan Politik Etis ala kolonial Hindia Belanda.
Dan lagi, melalui karya ini Taman Pembelajar Rawamangun (TPR), menyediakan ruang skeptis terkait arus utama praktik dan sistem pendidikan yang berlangsung belakangan ini; benarkah praktik dan muatan pendidikan selama pandemi atau menjawab keberlangsungan sistem tersebut kelak?
Taman Pembelajar Rawamangun dimaknai sebagai usaha mengembangakan argumentasi pedagogik dari Soewardi Soerjaningrat alias Ki Hadjar Dewantoro yang sudah dimulai oleh banyak orang, khususnya (Almarhum) Prof. H.A.R Tilaar.
Selain berusaha menghadirkan bacaan-bacaan penopang diskursus pedagogik di Indonesia, kami juga membuka kelas “Membaca KHD”, yang sudah berlangsung satu putaran pada tahun lalu. Sebagai usaha membangun diskursus pedagogik di antara kami, para guru muda dan publik yang lebih luas, dan kelas membaca ini juga tidak terbatas pada teks-teks KHD saja, melainkan semua yang perlu digali dari pemikiran orang-orang yang tidak mendapat tempat dalam diskursus pendidikan di Indonesia.
Perkumpulan ini didirikan pada awal tahun 2019 oleh teman-teman alumni LPTK di Rawamangun yang sekarang sudah bekerja di lintas sektor; guru, jurnalis, wiraswasta, dan pegiat di berbagai lembaga.