Mabel percaya takdir akan berakhir buruk jika kita tidak menjaga langkah, apalagi bagi perempuan seperti dirinya. Tapi Mace, sang menantu, belum bisa melupakan trauma masa lalu. Sementara Leksi, cucu kesayangan Mabel, masih suka semaunya sendiri. Beruntung ada Pum dan Kwee yang bisa diandalkan. Bersama keduanya, si kecil Leksi belajar menjalani hidup yang keras di Tanah Tabu. Dan, pada kita semua, Mabel berpesan, “Kita harus tetap kuat... Jangan menyerah. Terus berjuang demi anak-cucu kita. Mereka harus mendapatkan kehidupan yang lebih baik.” Novel ini enak dibaca dan memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi... Menggabungkan dunia rasional dan fantasi. -- Koran Tempo Tanah Tabu menyapa pembaca dengan narasi-narasi kritis tentang perempuan, kapitalisme, patriarki, dan kekuasaan. -- Suara Merdeka Novel Tanah Tabu adalah tanda seru dan tanda tanya untuk semua pihak agar memerkarakan Papua yang mesti bebas dari derita dan tragedi. -- Media Indonesia Novel ini didedahkan dengan bahasa yang sangat menggelitik, atraktif, sekaligus inspiratif. -- Koran Jakarta Tanah Tabu merefleksikan sekaligus merayakan gugatan terhadap berbagai problematika yang merundung Papua. -- Lampung Post Kehadiran Tanah Tabu seperti kelereng zamrud di atas nampan keramik putih. Kemilau. Cemerlang. -- Madina