Titik Nadir Demokrasi

· Bentang Pustaka
4,2
20 ulasan
eBook
288
Halaman
Rating dan ulasan tidak diverifikasi  Pelajari Lebih Lanjut

Tentang eBook ini

Tanpa disadari, korupsi menjadi salah satu "sahabat" sehari-hari kita. Korupsi tak terasa korupsi karena milik bersama, dilakukan bersama, ditutupi dengan alibi-alibi bersama, ditaburi harum wewangian retorika dari berbagai sudut, sisi, dan disiplin. Korupsi menjadi kecenderungan sehari-hari. Menjadi "naluri alamiah" tradisi kebudayaan kita. Menjadi makanan pokok sehari-hari. Menjadi candu yang membuat orang merasa rugi kalau tak melakukannya.

Inilah hari-hari kesunyian manusia dalam negara. Manusia terasing di dalam rumah sejarahnya sendiri. Manusia menciptakan penjara-penjara politik yang pengap, penjara-penjara ekonomi yang menyesakkan dan mencambuki punggung, serta penjara-penjara kebudayaan yang wajahnya gemerlap tetapi membuat lubuk nuraninya lenyap ke ruang-ruang hampa. Manusia menciptakan penjara-penjara sampai akhirnya rekayasa-rekayasa untuk mempertahankan eksistensi penjara-penjara itu menjelma menjadi penjara tersendiri yang lebih dahsyat kungkungannya. Inilah titik nadir dari sebuah demokrasi.

[Mizan, Bentang Pustaka, Cak Nun, Budaya, Masyarakat, Negara, Indonesia]

Spesial Bentang Emha 

Rating dan ulasan

4,2
20 ulasan
Pengguna Google
16 Oktober 2018
Mengapa tdk bsa membaca semua
4 orang merasa ulasan ini berguna
Apakah konten ini berguna bagi Anda?
Mas Munandar
13 Oktober 2023
Terapkan
Apakah konten ini berguna bagi Anda?
Munandar Munandar
10 Mei 2023
Terapkan
Apakah konten ini berguna bagi Anda?

Tentang pengarang

EMHA AINUN NADJIB, lahir pada 27 Mei 1953 di Jombang, Jawa Timur. Pernah meguru di Pondok Pesantren Gontor, dan ''singgah'' di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Emha Ainun Nadjib merupakan cendekiawan sekaligus budayawan, yang piawai dalam menggagas dan menoreh kata-kata. Tulisan-tulisannya, baik esai, kolom, cerpen, dan puisi-puisinya banyak menghiasi pelbagai media cetak terkemuka.Pada 1980-an aktif mengikuti kegiatan kesenian internasional, seperti Lokakarya Teater di Filipina (1980); International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, AS (1984); Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984); serta Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman Barat (1985).Cukup banyak dari karya-karyanya, baik sajak maupun esai, yang telah dibukukan. Di antara sajak yang telah terbit, antara lain ''M'' Frustasi (1976), Sajak Sepanjang Jalan (1978), Syair Lautan Jilbab (1989), Seribu Masjid Satu Jumlahnya (1990), dan Cahaya Maha Cahaya (1991). Adapun kumpulan esainya yang telah terbit, antara lain Indonesia: Markesot Bertutur, Markesot Bertutur Lagi, Arus Bawah (2014), Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (2015) Gelandangan di Kampung Sendiri (2015), Sedang Tuhan pun Cemburu (2015), 99 untuk Tuhanku (2015), Istriku Seribu (2015), dan Kagum kepada Orang Indonesia (2015).

Beri rating eBook ini

Sampaikan pendapat Anda.

Informasi bacaan

Smartphone dan tablet
Instal aplikasi Google Play Buku untuk Android dan iPad/iPhone. Aplikasi akan disinkronkan secara otomatis dengan akun Anda dan dapat diakses secara online maupun offline di mana saja.
Laptop dan komputer
Anda dapat mendengarkan buku audio yang dibeli di Google Play menggunakan browser web komputer.
eReader dan perangkat lainnya
Untuk membaca di perangkat e-ink seperti Kobo eReaders, Anda perlu mendownload file dan mentransfernya ke perangkat Anda. Ikuti petunjuk Pusat bantuan yang mendetail untuk mentransfer file ke eReaders yang didukung.