Ia berdiri di bawah langit hitam. Angin dingin Januari terasa menyesakkan. Sepi menghentak. Ia memandang berkeliling sekali lagi, ingin memastikan. Di sekitar dirinya berserak tanah bekas galian. Kedua kakinya menjejak bibir sebuah lubang. Menunduk ke bawah lubang, sepasang rongga tak bermata dari tengkorak kepala, seolah menatap dingin. Dan ia baru menyadari tubuhnya gemetar.
Ia sudah menggali makam itu sejak tengah malam. Ketika menemukan sebuah sosok yang tinggal menyisakan tulang dan tengkorak kepala di lubang makam, ia merasakan sekujur tubuhnya dingin. Dalam hidup, ia seringkali melihat beberapa tempat mengerikan. Namun tidak dapat mengalahkan kengeriannya malam ini. Ia tak ubahnya seperti seorang pegawai baru rumah sakit yang ditempatkan di ruang mayat. Berlatar kegelapan langit, lubang makam itu mengantar sensasi mendebarkan. Aroma seperti benda terbakar dan bau anyir membuat perutnya mual. Lalu dengan panik ia melompat dan tegak di bibir lubang.
Akan tetapi, ia sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi semua peristiwa tak terduga. Ia sudah mengetahui beberapa rahasia yang telah dipelajari dan diperhitungkannya dengan tepat, bahkan telah memperhitungkan hal-hal mengejutkan yang akan ditemukan. Semua sudah dekat. Aku tak akan membiarkan peluang ini jatuh ke tangan mereka yang tidak tercerahkan : mereka-mereka yang tak layak dan tak ditakdirkan, pikirnya.
Keberadaan dirinya malam ini, diawali dengan sesuatu yang jauh dari peta ilmu pengetahuan modern, jauh dari parameter metasistem, modul-modul penerjemahan Optical Character Recognition, situs-situs internet, World Wide Web, medan data, sistem peretas, bahkan mungkin dari semua eksperimen yang berlangsung di ruang-ruang tertutup Institute of Noetic Sciences di Amerika atau di laboratorium-laboratorium rahasia di seluruh dunia.
Keberadaannya malam ini, terpisah sama sekali dengan temuan modern bahwa : perubahan massa fisik, sinkronisasi pembelahan sel-sel, pembentukan struktur baru dari pecahan sel dan pengiriman medan perasaan, dapat dilakukan dengan pemusatan pikiran. Juga terpisah dengan keyakinan sporadis spiritual kuno bahwa : pemusatan pikiran mengandung kesadaran kosmis, sehingga berkemampuan membuat interaksi dengan dunia luar tubuh, melalang buana tanpa kehilangan kesadaran dan sanggup mempengaruhi hal-hal harfiah di sekitarnya. Bahkan jauh dari analisa bahwa : pemusatan pikiran berkesanggupan mengubah materi dan mampu masuk ke dalam atmosfir pikiran orang lain, lalu menggerakkannya sesuai yang diinginkan.
Ia seorang laki-laki yang tetap percaya pada kelembagaan makna manusia secara intelektual keagamaan, bahwa : pemusatan pikiran sama sekali ‘tidak sanggup’ membuat interaksi dengan dunia harfiah di luar tubuh. Ia berkeyakinan, ada kekuatan lain di luar kekuatan pikiran, yang ikut bermain di dalamnya. Maka ketika terjadi perubahan massa fisik, terwujudnya struktur baru dari pembelahan sel, atau adanya interaksi dengan dunia harfiah di sekitarnya, semua itu tak lebih karena adanya kekuatan lain di luar kekuatan pikiran manusia. Kekuatan lain yang terjalin secara menakjubkan dan di luar kesadaran manusia itu sendiri. Kekuatan lain yang seirama dengan kehendak pikiran manusia.
Bahkan, ia tetap seorang laki-laki yang tidak percaya pada sebuah kenyataan fisik jika api dapat membakar atau sebuah benda akan menimbulkan bayangan di hadapan cahaya. Baginya, jika kekuatan lain itu mencabut daya bakar pada api, maka api tidak berkemampuan untuk membakar. Atau jika kekuatan lain itu mencabut daya penampil pada cahaya, maka bayangan benda tidak akan pernah terlihat.
Keberadaannya malam ini merupakan kesadaran metakomplit dari keyakinannya terhadap kitab Tanakh dan Al-Kitab serta sejarah, bahwa makam yang ia gali adalah makam Jacques De Molay : Grand Master terakhir, pemimpin terakhir Ksatria Templart – sebuah ordo paling ditakuti dan crusaider pada era perang Salib. Sebuah legiun tangguh yang awalnya hanya sebuah perkumpulan yang bertugas menyimpan barang-barang dan menjamin keselamatan para peziarah ( pilgrimmers ) Eropa yang berkunjung ke Bait Allah atau Baitul Maqdis. Sebuah perkumpulan yang dibentuk pada tahun 1119 oleh Hugh de Payens bersama sembilan ksatria lainnya sebagai ordo religi militer dengan nama : Order of the Poor Knighs of Christ and of the Temple of Solomo ( Para Perwira Miskin Kristus dan Bait Solomo ). Mereka dikenali dengan seragam khas : mantel luar putih dengan lambang salib merah pada bagian dada. Mereka merupakan perkumpulan yang pertama kali menemukan sistem perbankan dan kartu kredit di awal abad ke 13. Sebuah pasukan elit yang pernah mengambil alih Masjid Al-Aqsha untuk dijadikan markas militer dan kandang-kandang kuda. Ordo militer yang pada yang pada akhirnya harus menyerah pada hari Jum’at 13 Oktober 1307 atas keputusan inkuisisi yang dicetuskan oleh Raja Perancis Philip Le Bel dan Paus Clemen V. Dan, kiprah kemiliteran serta gerakan mereka bena-benar tenggelam ketika pada 22 Maret 1312 ketika Paus Clemen V mengeluarkan keputusan Vux in Excesso ( suara dari langit ) yang isinya pembekuan, pembubaran dan pelarangan Ksatria Templart dengan latar belakang Konsili di Vienne, Perancis. Namun perwira Templart tidak mudah dikoyak. Mereka tetap eksis menjalani sejarahnya. Apalagi dengan beredarnya kabar mereka adalah pasukan militer yang diyakini sebagai pasukan pengawal Ark of Covenant ( Tabut Perjanjian ), Holy Grail ( Cawan Perjamuan Terakhir ), Mandalyon ( lukisan darah wajah Kristus ) dan Candielabrum ( kaki dian, tempat lilin bercabang, lampu Tuhan atau Menorah ). Keberadaan mereka pun menjadi sangat fantastis dan misterius. Diburu sekaligus dilindungi. Bahkan secara diam-diam pihak Vatikan melakukan hubungan rondenvuz dengan mereka. Karena Vatikan yakin, manuskrip Injil asli berada di tangan pasukan Templart.
Malam ini, ketika menatap sosok tulang kerangka dan tengkorak kepala, ia mendapatkan semua yang diceritakan sejarah. Di bawah kegelapan atap langit, ia menemukan apa yang dikatakan semua artefak dan hologram sejarah. Mendadak ia sulit membayangkan bahwa pemandangan di hadapannya ialah sebuah kenyataan dan dapat mengubah arah keyakinan atau analisa keramat manusia.
Akan tetapi sebuah kesadaran baru segera menghantam dan menyisakan kegelisahan : dimana benda itu? Aku belum melihatnya!
Ia mengatasi kengerian pada tatapan dingin dua rongga gelap tak bermata pada tengkorak kepala dan rasa mual pada perutnya. Kemudian melompat turun, masuk kembali ke dalam lubang.
Dengan menggunakan ujung sekop, ia mulai mengaduk area di sekitar sosok tulang di bawahnya. Namun hingga ia menelusuri celah-celah sempit di antara tulang-tulang sosok itu, ia tidak menemukan apapun, selain kerumunan binatang kecil yang terus berpesta dengan sisa-sisa tulang.
Ia menyandarkan tubuh pada lamping lubang seraya mengusap keringat di wajah.
“Apa aku salah tempat?” bisiknya seperti mendesis. Dan seketika, dunia di hadapannya menyurut, semuanya menghilang meninggalkan sepi yang mencekam. Sementara rongga paru-parunya terasa mendesak sakit, meminta udara segar. Namun otot-otot dalam dadanya sudah terlanjur berkontraksi dengan aroma anyir dan sangit di sekitarnya, hingga bahkan ia tak sanggup untuk bernapas lagi mencari sirkulasi udara. Ia terperangkap di bawah pusaran udara yang menyesakkan.
Dan, ketika suhu keletihan serta kekecewaan meningkat pada level yang membosankan, tiba-tiba matanya – yang sudah beradaptasi dengan kegelapan di sekelilingnya – menangkap sesuatu pada lamping tanah di seberangnya. Sesuatu yang bergerak-gerak, seperti tanah yang berdenyut. Ia berusaha meredam rasa dingin lain yang mulai menjalari tubuhnya. Lalu dengan gerakan lambat ia menegakkan tubuh, melompati kerangka tulang, dan berdiri di depan lamping. Matanya menatap tajam. Ia sekarang baru menyadari bahwa lubang makam ini berbeda.
Dengan dada berdebar dan gerakan hati-hati penuh keraguan, ia mengulurkan tangan hingga ujung jari-jarinya menyentuh permukaan tanah yang berdenyut. Tapi ia segera menarik tangannya. “Bukan lapisan tanah!” desisnya.
Ia mengambil senter yang tergeletak di bibir lubang makam. Lalu mengarahkan cahayanya pada permukaan tanah yang berdenyut. Matanya mengintip dengan seksama.
“Kulit perkamen!” katanya menyimpulkan setelah menelitinya dalam waktu agak lama. Kulit itu berbentuk persegi panjang, memiliki lebar kurang dari 400 cm dengan panjang kira-kira setengah meter. Permukaannya penuh dengan bercak tanah.
Ia melihat sekali lagi dengan ekspresi serius dan berharap menemukan tulisan atau petunjuk – seperti layaknya perkamen lain. Tapi ia tidak melihat apapun, kecuali bercakan tanah pada permukaan kulit perkamen.
Berpikir bahwa petunjuknya terhalang bercakan tanah, ia lebih mendekat lalu tangan kanannya bergerak kembali ke arah perkamen kulit untuk membersihkan bercakan tanah pada permukaannya. Namun tiba-tiba kulit perkamen itu bergerak-gerak lebih kencang, berkibar ke bagian belakang, seolah memberi isyarat adanya lubang di balik kulit perkamen.
Dengan sangat hati-hati, ia menjulurkan tangannya, bukan untuk membersihkan bercakan tanah, tapi menekan permukaan kulit perkamen. Permukaan kulit perkamen itu terdorong, melesak ke dalam. Dan, dugaannya benar. Terdapat sebuah lubang di belakang kulit perkamen.
Ia kembali menarik tangannya. Lalu mengambil bagian ujung bawah kulit perkamen. Dan perlahan-lahan menyingkapnya ke atas.
Dalam bias cahaya senter, ia melihat sebuah lubang segi empat dengan kedalaman setengah meter, yang panjang dan lebarnya hampir sama dengan ukuran kulit perkamen. Sesaat, ia menduga lubang itu adalah ventilasi udara yang di ujung sana akan dihubungkan dengan sebuah pipa besi. Sebuah tradisi dan kepercayaan kuno telah menginspirasi orang-orang zaman dahulu untuk membuat saluran udara. Mereka percaya, roh-roh orang mati akan keluar kembali mengunjungi sanak saudaranya di waktu-waktu tertentu. Dan mereka pun membuat lubang, bukan saja sebagai ventilasi udara tapi sekaligus sebagai jalur keluarnya roh. Bahkan di makam para raja-raja Mesir, dibuat sebuah anak tangga yang dihubungkan dengan puncak menara. Mereka percaya, di waktu-waktu tertentu, sang raja masih duduk di puncak menara menyaksikan rakyatnya.
Akan tetapi, ia segera menyadari dugaannya keliru.
Lubang itu mengingatkan dirinya pada sebuah almari kuno dari lempengan besi, tempat menyimpan benda-benda sakral dan berharga. Dan, lubang di hadapannya malam ini, juga menyimpan sebuah benda.
Sebuah benda berupa kotak persegi panjang dengan tinggi kurang dari setengah meter. Seluruh permukaan kotak dari bahan lempengan besi yang sudah berkarat.
Terdapat handel kecil dan panel tempat gembok.
“Kotak Menorah!” bisiknya dengan suara bergetar. Atmosfir udara di sekitarnya mendadak berubah, bahkan aroma memualkan perutnya sirna.
Keberadaannya malam ini bukan sebuah kebetulan. Ia telah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bertanya sekaligus mempelajari Tanakh dan Al-Kitab.
Kemana jasad Jacques De Molay dikuburkan setelah hukuman mati itu dilangsungkan?
Benarkah pasukan Templart sebagai pengawal benda-benda suci dan sakral? Dan jika benar, dimana benda-benda itu disimpan? Pertanyaan-pertanyaan itu menghantui dirinya setiap waktu. Dan malam ini, ia menjawabnya.
Ia yakin, lubang makam dimana ia berada adalah sebuah makam rahasia milik Jacques De Molay : Grand Master derajat ke 33, yang tewas di tiang salib dengan cara dibakar setelah penangkapan pada Jum’at 13 Oktober 1307.
Selama ini – hampir sepanjang 8 abad – beredar spekulasi tentang keberadaan makam Jacques De Molay. Beberapa arkeolog, ahli sejarah, ahli Al-Kitab dan para kolektor benda-benda sejarah telah berusaha mencari kepastian. Namun sepanjang itu, tidak ada satu kepastian yang dapat dipublikasikan kebenarannya.
Tapi malam ini, ia telah menggugurkan semua analisa dan ketidakpastian yang menyelubungi sejarah lelaki pemimpin terakhir Ksatria Templart itu. Ia membayangkan, seandainya apa yang ia temukan malam ini dipublikasikan, sebuah pergeseran analisa akan segera terjadi. Dan, dampaknya akan sangat mempengaruhi peta politik dunia.
Penemuannya akan menjadi titik awal pergerakan menuju One World Order. Sebuah impian yang menjadi ketakutan sendiri dari beberapa pihak sekaligus menjadi momentum sejarah tentang kepercayaan akan datangnya sang Mesiah.
Dan, tugasnya malam ini adalah memastikan tidak adanya perubahan peta politik dunia serta memastikan tidak adanya titik momentum kedatangan sang Mesiah.
“Waktunya belum tiba!” katanya seraya menggeleng pelan.
Dengan tangan bergetar, ia menyentuh kotak dalam lubang dan berusaha menggesernya. Tapi kotak itu tak bergeming. Tangannya tidak terlalu kuat untuk menggeser benda itu.
Ia meletakkan senter di di bibir lubang dalam keadaan menyala. Lalu dengan kedua tangannya, ia menggeser kotak dalam lubang. Perlahan, kotak itu bergerak.
Beberapa saat kemudian, kotak itu telah berhasil dikeluarkan dari dalam lubang.
Lalu ia letakkan di atas lubang makam. Ia merapikan kembali kulit perkamen seperti sediakala. Dan, tak berapa lama kemudian ia sudah menutup kembali lubang makam. Ia berusaha agar pekerjaannya malam ini berlangsung secara rapi. Ia tak ingin keadaan makam itu membuat orang menduga telah terjadi penggalian.
Dengan cahaya senter, ia jongkok dan memperhatikan bagian atas kotak. Ia melihat sebuah ukiran bergambar Gerbang Lengkungan Titus. Ia mengangguk. Lalu bangkit dan mendekap kotak ke atas dadanya.
Di ujung malam, ia meninggalkan area pemakaman. Langkahnya terasa ringan meski tangannya mendekap sebuah kotak dari lempengan besi seberat lebih 50 kg.
“Aku harus meninggalkan kota ini. Dan, melupakannya!” gumamnya sendirian.
Setelah penelitian dan persiapannya bertahun-tahun, ia tak nyaris tak percaya semuanya akan berakhir malam ini. Perjalanannya hingga pada momen malam ini, demikian lama dan dramatis. “Dunia harus berjalan seperti saat ini! Takdir belum menentukan perubahannya. One World Order dan sang Mesiah, biarlah menjadi mimpi panjang.
Malam ini, salah satu benda pengubah dunia ada di tanganku. Benda ini akan terus tersimpan hingga waktunya tiba!”
Ia memasuki mobil yang diparkir jauh dari area pemakaman. Dan, tepat ketika langit mulai terang, ia meninggalkan desa Rennes le Chateau – sebuah desa di selatan Perancis. Sambil mengemudi, pikirannya membayangkan apa yang terjadi tahun 1314.
Hari itu, langit dipenuhi gelombang awan hingga atap dunia itu seperti membawa beban berat. Lima orang lelaki pengawal penjara keluar dari gerbang The Mansion of Torture. Sebuah tempat yang disiapkan untuk para tawanan sejak dibentuknya Mahkamah Inkuisisi : dewan agung yang mengadili para Heretic ( pembuat bid’ah ).
Sembilan orang tawanan digiring keluar dari gerbang The Mansion of Torture menuju Burn at The Stake : area lapangan yang telah ditancapi tiang salib dengan jerami kering di bawahnya. Sebuah area hukuman dimana seorang tawanan akan diikat di tiang salib lalu dibakar hidup-hidup. Sebuah tradisi hukuman yang populer di zaman pertengahan untuk mengadili para perempuan penyihir.
Kesembilan tawanan itu segera diarak menuju tiang salib. Lalu dengan sebuah aba-aba, mereka diminta untuk berlutut tepat di bawah tiang-tiang salib.
Seorang rahib bangkit dari kursi di sebelah Raja Philip Le Bel. Lalu berjalan mendekati salah seorang tawanan yang tengah berlutut di bawah tiang salib. Beberapa pengawal penjara menjauh. Sang rahib jongkok dan berbisik tepat di depan telinga sang tawanan.
“Jacques De Molay….. Atas nama Tuhan, beritahu kami dimana beradanya Ark of Covenant?”
Lelaki yang dipanggil Jacques De Molay menggerakkan kepalanya berpaling.
Raut wajahnya pucat dan penuh goresan luka. Sepasang matanya yang cekung menatap dingin pada sang rahib. Ia tahu, jawaban apapun yang akan dikatakan, tak akan menyelamatkannya dari tiang salib.
“Sudah beberapa kali pertanyaan yang sama diajukan atas nama Tuhan. Sudah belasan kali aku menjawab, bahwa aku tidak tahu! Dan sebagai rahib, seharusnya kau tahu, bahwa benda itu sudah dibawa ke Roma untuk dipersembahkan pada dewa Zeus!”
Sang rahib menyeringai. Ia sudah sering mendengar pernyataan seperti itu. Tapi sikapnya hari ini, berbicara bahwa ia tidak percaya.
“Jacques De Molay….. Atas nama Yesus, katakan kebenarannya!”
Jacques De Molay tertawa lirih. “Seharusnya kau bertanya pada Titus! Dialah yang membawa Ark of Covenant menuju Roma!”
Sang rahib termangu sejenak. Lalu berbisik lagi.
“Atas nama Tuhanmu, dimana beradanya Mandalyon?”
“Kau manusia hipokrit yang bersembunyi di ketiak raja! Mengapa kau tidak bertanya pada Tuanmu dimana disembunyikannya Mandalyon? Kau tahu, keputusan Tuanmu ini dikatakan saat dia berpesta dengan para pelacur Bohemia?”
Sang rahib tertawa.
“Lupakan tentang Ark of Covenant dan Mandalyon. Sekarang kita bicara soal Holy Grail ( Cawan Suci ). Kau tahu dimana benda itu disimpan?”
Jacques De Molay tersenyum.
“Kau bicara soal legenda yang tak masuk akal! Holy Grail tidak pernah ada! Holy Grail hanya cerita karangan!”
“Satu pertanyaan lagi. Dimana kau sembunyikan Menorah?”
Jacques De Molay terdiam untuk waktu agak lama. Lalu katanya.
“Gerbang Lengkung Titus!”
Sang rahib menggeleng. Ia berpaling pada para lelaki pengawal penjara.
Terdengar perintahnya.
“Naikkan mereka ke tiang salib!”
Dengan profesional para lelaki pengawal penjara segera menaikkan satu persatu tawanan ke tiang salib, dan hanya menyisakan Jacques De Molay.
Sang rahib mendekat lagi pada Jacques De Molay.
“Waktumu habis, De Molay! Tapi Tuhan Yesus adalah sang Penyelamat dan Pengampun. Seandainya kau mau memberitahu keberadaan benda-benda itu, terutama Menorah, aku yakin Tuhan Yesus akan mengampuni dan memasukkanmu ke dalam surga-Nya. Dan, mungkin jawabanmu dapat menyelamatkan dirimu beserta teman-temanmu dari pembakaran di tiang salib!”
Jacques De Molay menyentakkan kepalanya. Ia tertawa. “Kau terlambat, Rahib!
Menorah itu sudah aku serahkan pada Asmodeus, sang penjaga harta Solomo!”
Tubuh sang rahib mengejang. Tapi lelaki ini masih menahan amarah.
“Aku memberimu waktu. Katakan dimana beradanya Menorah! Jawabanmu bisa menyelamatkan dirimu dan teman-temanmu dari inkuisisi!”
Tidak seperti sebelumnya, Jacques De Molay terlihat mulai panik. Sang rahib tersenyum. Ia berbisik lagi.
“Aku melihat kau ingin mengucapkan sesuatu kepadaku.”
Jacques De Molay mengangkat kepalanya memandang pada delapan tawanan lain di tiang salib. Lelaki ini dapat merasakan ketegangan, kepanikan dan kengerian pada wajah mereka. Mereka adalah para perwira Templart yang tangguh. Tetapi hari ini, mereka seperti kehilangan ion-ion keperkasaannya sebagai pasukan elit.
“Waktu mereka sangat pendek. Jika ingin mereka selamat, aku memberimu waktu.”
“Turunkan mereka,” pinta Jacques De Molay.
“Permintaan yang tidak sulit,” kata sang rahib. “Aku akan melakukan permintaanmu. Tetapi jawab dulu pertanyaanku. Dimana kau simpan Menorah itu?”
Ekspresi wajah Jacques De Molay mengencang.
Sang rahib mendesah. “Kau boleh mengatakan Holy Grail hanyalah legenda.
Demikian juga Ark of Covenant dan Mandalyon. Tapi tidak dengan Menorah. Informasi terakhir yang aku dapatkan, kau menyimpan benda itu.”
Jacques De Molay terdiam.
“Aku tahu apa tujuan sebenarnya para Ksatria Templart pendahulumu ketika memasuki Yerusalem,” kata sang rahib. “Mereka tidak benar-benar ingin melakukan tugas menjaga para peziarah. Mereka tidak benar-benar ingin membela gereja dalam perang salib. Mereka hanya ingin mencari benda-benda suci di bawah Bait Allah!”
Jacques De Molay menggeleng.
“Kau salah besar, Rahib! Kau tahu, para Ksatria Templart telah berjasa merebut Yerusalem. Dan pihak Vatikan telah menyatakan hal itu.”
“Ya. Aku pun mengakuinya. Tapi tindakan itu hanya bentuk pengalih perhatian agar maksud kalian sebenarnya tidak diketahui. Kalian percaya Bait Allah yang sekarang berdiri dibangun di atas reruntuhan Solomon Temple. Lalu secara diam-diam kalian menggali tempat-tempat di bawah Bait Allah. Dan, sejak keputusan inkuisisi diberlakukan terhadap kalian, kalian telah memindahkan benda-benda suci curian ke tempat-tempat tersembunyi! Bahkan beberapa pekan sebelum hari Jum’at 13 Oktober 1307, kalian memindahkan benda suci terakhir dari Yerusalem. Menorah……..”
Sang rahib menghentikan penjelasannya. Ia menata napas sambil membenahi jubahnya. “De Molay…… Sebenarnya aku tak perlu mendiskusikan hal ini denganmu.
Sebagai pemimpin Ksatria Templart, kau tentu lebih tahu daripada aku. Maka, aku sarankan agar kau mau mengatakannya. Lihat wajah teman-temanmu. Mereka sangat berharap kau menyelamatkan mereka. Dan kau tahu bagaimana caranya.”
“Aku sudah mengatakannya padamu,” sahut Jacques De Molay. “aku telah memberikan benda itu pada Asmodeus.”
“Asmodeus?” ujar sang rahib tenang dan terukur. “Itukah jawaban terakhirmu?”
Grand Master terakhir itu mengangguk.
Sang rahib menatap Jacques De Molay dengan tidak percaya. Menorah telah raib hampir bersamaan dengan lenyapnya Ark of Covenant melewati beberapa episode generasi. Dan sepanjang itu, rahasianya tetap terkubur. Keberadaannya kembali mencuat dan menjadi topik pembicaraan ketika para Ksatria Templart menguasai Bait Allah ( Baitul Maqdis ). Pihak Vatikan bahkan mencurigai, para Ksatria Templart telah menemukan benda suci itu beserta benda suci lainnya. Namun hingga menjelang pelaksanaan hukuman atas pemimpin terakhir Ksatria Templart atas tuduhan melakukan ritual sesat penyembahan terhadap Baphomet, okultisme dan tindakan sodomi, rahasianya tidak terungkap. Tiba-tiba, lelaki kepercayaan Raja Philip ini merasakan dingin di dasar perutnya.
Sebagai rahib kepercayaan Raja Philip, ia paham siapa Asmodeus. Dalam kepercayaan Talmud, Asmodeus adalah salah satu setan yang ikut berperan dalam pembangunan Solomon Temple. Asmodeus pun dikenal sebagai setan nafsu. Asmodeus disebut-sebut pula dalam kitab Tobit – sebuah kitab yang termasuk dalam kanon Al-Kitab.
Keberadaannya diakui oleh Gereja Ortodoks dalam konsili Karthago pada tahun 397 dan dikukuhkan oleh Gereja Katholik Roma pada konsili Trente tahun 1546. Potongan-potongan kitab Tobit dalam bahasa Aram dan Ibarani ditemukan juga di Gua IV di Qumran pada tahun 1955 yang masuk dalam Dead Sea Scrolls ( gulungan Laut Mati ).
Kitab ini bercerita tentang seorang Yahudi saleh dari suku Naftali bernama Tobit dan anak lelakinya Tobias yang hidup pada tahun 721 SM. Karena suatu hal, mata Tobit buta dan iapun memohon agar nyawanya dicabut. Sementara pada saat yang sama, seorang putri raja bernama Sarah di kota Media juga memohon agar nyawanya dicabut karena tujuh suaminya terbunuh di tangan Asmodeus, di saat malam perkawinan.
“Aku tanya sekali lagi, De Molay. Dimana kau simpan Menorah?” kata sang rahib mendesak. “Katakan kebenarannya dan aku akan menyelamatkan teman-temanmu dari pembakaran di tiang salib!”
“Kau pikir aku percaya janji-janji seorang rahib yang menjadi kaki tangan Raja?” kata Jacques De Molay dalam hati sambil menyeringai.
Menorah telah menjadi simbol agama Yahudi sejak abad pertengahan. Benda yang saat ini menjadi lambang negara Israel itu konon tersimpan di dalam Bait Allah di Yerusalem. Namun keberadaannya hingga saat ini tidak diketahui secara pasti, hingga benda yang dianggap suci oleh bangsa Yahudi itu menjadi mitos atau legenda. Negara Israel mengenakan lambang itu berdasarkan rancangan karya Gabriel dan Maxim Shamir.
Sementara elemen lain di sekitar lambang adalah karya Oteh Walish, W. Struskis, Itamar David dan Yerachmiel Schechter dalam kompetisi yang digelar tahun 1948 hampir bersamaan dengan didirikannya negara Israel. Sebuah simbol yang melambangkan ‘pencerahan universal’.
Jacques De Molay tahu benar, gerakan inkuisisi terhadap Ksatria Templart berlatar ketidaksenangan pihak Vatikan : Paus Clemen V dan Raja Perancis atas pesatnya perkembangan para Templart yang menguasai jalur ekonomi. Tuduhan para Templart menyembah Baphomet, melakukan ritual okultisme dan sodomi hanya pembenaran untuk melakukan inkuisisi. Dan ia sangat yakin, baik pihak Vatikan maupun Perancis memiliki agenda terselubung yakni meminta penjelasan tentang benda-benda suci yang diduga telah ditemukan dan disimpan oleh para Ksatria Templart saat menguasai Bait Allah. Hal itu telah ia buktikan saat mengalami penyiksaan dalam penjara dan pertanyaan-pertanyaan sang rahib, hari ini.
Jacques De Molay pun curiga, menjelaskan keberadaan benda-benda suci tidak akan membantu menyelamatkan dirinya dan teman-temannya dari Burn at The Stake : pembakaran hidup-hidup di tiang salib. Ia menghela napas dan memandang pada sang rahib. “Aku akan mengatakan kebenarannya setelah kau turunkan mereka dari tiang salib.”
Sang rahib hanya menatap tanpa bicara.
Jacques De Molay mengangguk pelan. “Turunkan mereka dan kau akan segera mengetahui jawabannya. Atau bakar kami semua dan misteri Menorah akan tetap terkubur selamanya.”
Sang rahib berjongkok dan mengusap pundak sang Grand Master.
“Aku kecewa dengan pilihan kata-katamu. Kau masih memandangku sebagai laki-laki tolol yang tidak tahu jalan pikiranmu. Kau salah….. kau salah!” ia berhenti sejenak.
“Bagiku, Menorah tidak begitu berarti. Aku berada disini semata ingin membantumu sekaligus menyaksikan hukuman jika pilihanmu tidak benar.”
Sang rahib menepuk-nepuk pundak Jacques De Molay. “Aku tahu kau menyimpan benda itu di sebuah tempat,” pikirnya. “Dan aku yakin, kau tidak akan mengatakannya!”
Jacques De Molay sudah menjelaskan banyak hal ketika menjalani masa interogasi dalam tahanan Mahkamah Inkuisisi. Bahkan mungkin laki-laki ini sudah tidak ingat lagi apa saja yang sudah dijelaskannya. Penyiksaan yang ia alami telah membuat dirinya mengungkapkan apa saja yang dilakukan para Ksatria Templart – termasuk ritual penyembahan Baphomet, ritual darah, okultisme dan sodomi. Satu hal yang membuat para interogator kagum adalah semua penjelasannya tentang keberadaan benda-benda suci sama sekali tidak berubah. Gerbang Lengkung Titus, Asmodeus dan legenda selalu ia sebut-sebut, bahkan hingga menjelang hari hukumannya, saat ini.
Ark of Covenant, Holy Grail, Mandalyon dan Menorah bukanlah benda-benda legenda. Benda-benda suci itu pernah hadir di muka bumi dan sekarang tersembunyi di sebuah tempat. Benda-benda itu memiliki makna religi dan sebagian menyimpan kekuatan luar biasa. Dan, para Ksatria Templart punya andil besar dalam menyembunyikan benda-benda itu. Maka hanya para elit Templart yang dapat mengungkap keberadaannya.
“De Molay,” kata sang rahib. “Akulah penentu waktumu. Dan, aku masih sanggup menunggu.”
“Kau sudah tahu jawabannya.”
“Kau bukan seorang Grand Master yang baik. Grand Master yang ingin menyelamatkan anak buahnya,” ujar sang rahib.
“Kau pikir kami semua takut mati? Jika kami harus mati, maka aku pastikan kami adalah para pemenang!”
Kesabaran sang rahib habis. Ia berdiri. “Ikat dia di tiang salib!”
Dua pengawal penjara segera membawa dan mengikat Jacques De Molay di tiang salib. Delapan tawanan yang lain tampak pucat dan mendesah ngeri. Sesaat tadi timbul harapan mereka untuk lolos dari hukuman. Tapi kini, harapan itu kembali tenggelam.
Sang rahib memandang Jacques De Molay seolah masih membuka peluang.
Namun sang Grand Master tidak membuka suara.
“Bakar mereka!” perintah sang rahib yang terkesan marah.
Lima pengawal penjara segera menyulut tumpukan jerami di bawah tiang-tiang salib. Udara segera berubah. Api mulai menjilati tubuh para Ksatria Templart. Saat itulah mendadak terdengar teriakan Jacques De Molay.
“Aku bersumpah. Aku bersumpah demi ajaran suci, Philip dan Clement akan mati dalam satu tahun!”
Suara Grand Master terakhir itu menerjang jilatan api, merobek angkasa. Dan, langit di atas sana kian kelam.
ZHAENAL FANANI LAHIR 07 MARET DI DAMPIT, MALANG, JAWA TIMUR.
PENDIDIKAN SD NEGERI DAMPIT 1, MTSN MALANG, MA MALANG DAN UNISMA.
BEBERAPA TAHUN NYANTRI DI PONDOK PESANTREN RAUDALATUL MUTA’ALLIMIEN DAN PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SHIROTUL FUQOHA’, MALANG.
KURUN 1993 – 1997 MENULIS SERIAL SILAT
PENDEKAR MATA KERANJANG 12 EPISODE ( CINTA MEDIA, JAKARTA ) JOKO SABLENG 53 EPISODE ( CINTA MEDIA, JAKARTA )
PENDEKAR SERIBU BAYANGAN 18 EPISODE ( KARYA ANDA, SURABAYA ) NOVEL YANG TELAH DITERBITKAN :
MADAME KALINYAMAT ( DIVA PRESS, 2009 ) TSU ZHI ( DIVA PRSS, 2009 ) KANTATA ABABIL ( DIVA PRESS, 2010 ) TROY ( DIVA PRESS, 2010 ) THE CRONICLE OF JENGISKHAN (
DIVA PRESS, 2010 ) AEROMATICAL ( DIVA PRESS, 2010 ) SUJUDILAH CINTAMU ( DIVA PRESS, 2011 ) GERBANG DUNIA KETIGA ( DIVA PRESS, 2011 ) TABUT ; ARK OF COVENANT ( DIVA PRESS, 2011 ) ANAK-ANAK LANGIT ( DIVA PRESS, 2011 ) SHEMA ; WHIRLING DERVISH
DANCE ( DIVA PRESS, 2011 ) SENJA DI ALEXANDRIA ( DIVA PRESS, 2011 ).