Mendadak saja dari arah samping kanan terdengar suara deruan dahsyat. Kejap lain satu gelombang ganas menggebrak ke arah si gadis yang tengah melangkah! Kalau saja si gadis tidak segera melompat selamatkan diri, niscaya sosoknya akan terhantam gelombang yang nyata-nyata telah dialiri tenaga dalam cukup tinggi, terbukti gelombang yang gagal menghantam si gadis mampu memporak-porandakan batu agak besar di sebelah samping sana. Malah tanah di tempat itu sesaat jadi bergetar dan semburat ke udara.
Gadis berparas cantik berpaling ke samping kanan dengan mata mendelik. Namun matanya yang bulat tajam tidak melihat siapa-siapa. “Aku yakin orang yang baru saja melepaskan pukulan ada di sekitar tempat ini!” gumam si gadis lalu angkat kedua tangannya. Saat lain kedua tangannya mendorong ke samping kanan, arah di mana pukulan yang tadi dilepas orang bersumber.
Dua gelombang angin menderu angker. Beberapa batangan pohon yang tegak di sebelah kanan tampak bergetar hebat. Tak lama kemudian dua batangan pohon perdengarkan suara berderak. Lalu tumbang dengan suara menggelegar.
Bersamaan tumbangnya batangan pohon, satu sosok tubuh melesat keluar dan tegak di hadapan gadis berparas cantik berjarak sepuluh langkah.
Gadis berparas cantik coba sunggingkan senyum walau dadanya mulai panas. Lalu buka suara dengan suara agak bergetar. Tanda dia agak geram mendapati dirinya dipukul orang secara sembunyi.
“Tidak kusangka jika kau adanya! Mengapa kau hendak mencelakaiku?!”
Orang yang baru muncul bersamaan dengan tumbangnya batangan pohon sesaat perdengarkan tawa pendek. Dia adalah seorang gadis yang juga berparas cantik. Rambutnya hitam lebat digeraikan. Setelah menatap sejenak gadis ini berkata.
“Putri Kayangan! Seandainya aku mau, kau pasti sudah kubuat mampus! Apa yang baru saja kulakukan adalah satu peringatan padamu!”
Gadis cantik yang tadi dipukul yang ternyata tidak lain adalah Beda Kumala alias Putri Kayangan, saudara kembar Pitaloka ganti tertawa pendek lalu berkata.
“Saraswati! Aku merasa heran dengan ucapanmu! Pasti ini masih ada hubungannya dengan Pendekar 131 Joko Sableng! Kau cemburu!”
Tampang gadis yang baru muncul dan ternyata adalah Saraswati berubah merah padam. “Dengar, Putri Kayangan! Ini tidak ada kaitannya dengan cemburu! Hanya aku tidak ingin melihatmu terlibat terlalu jauh! Biarkan pemuda itu buktikan dirinya dahulu kalau memang bukan dia manusianya yang bertindak menjijikkan!”
“Hem…. Jadi kau kira aku….”
“Jangan banyak bicara!” tukas Saraswati. “Yang jelas aku tidak mau melihatmu terlibat dalam urusan ini!”
“Aku tidak bodoh, Saraswati! Aku punya urusan sendiri dan tidak ada hubungannya dengan Pendekar 131 Joko Sableng!”
“Bagus! Tapi jika kulihat kau masih juga ikut-ikutan, aku tidak akan memberi peringatan lagi!”
Habis berkata begitu, Saraswati balikkan tubuh tinggalkan tempat itu.
“Dengar, Saraswati! Aku memang tidak mau terlibat. Tapi kalau aku berada bersama Pendekar 131, kuharap kau jangan menduga yang tidak-tidak!”
Saraswati tidak menyahut. Dia teruskan langkah. Sementara Putri Kayangan memandang sesaat lalu putar diri. Belum sampai Putri Kayangan gerakkan kaki, satu sosok tubuh berkelebat. Putri Kayangan terkesiap. Belum sempat sang Putri mengenali wajah orang, sudah terdengar suara.
“Jadi pendekar muda berwajah tampan memang asyik…. Di mana-mana selalu jadi bahan omong dan rebutan! Tidak seperti diriku…. Ditawar-tawarkan pun tidak ada yang mau! Hik…. Hik…. Hik…!”
“Memangnya siapa yang mau dengan tua bangka karatan sepertimu?!” Satu suara mendadak menyahut. Bersamaan itu satu bayangan berkelebat dan yang ini langsung tegak tidak jauh dari Saraswati.
Saraswati yang sudah terkejut mendengar suara orang yang pertama, makin melengak kaget. Dia cepat putar diri lagi. Saat yang sama Putri Kayangan juga balikkan tubuh.
Untuk beberapa lama Saraswati dan Putri Kayangan saling pandang. Saat lain Saraswati alihkan pandang matanya ke samping kanan. Sementara Putri Kayangan ke samping kiri.
Saraswati melihat seorang perempuan berusia lanjut mengenakan pakaian gombrong. Anak gadis Lasmini itu tidak bisa dengan jelas melihat raut wajah si nenek. Selain dari arah samping, ternyata si nenek mengenakan kerudung hitam panjang di kepalanya.
Di pihak lain, Putri Kayangan melihat seorang kakek berambut putih. Karena si kakek menghadap lurus pada sang Putri, saudara kembar Pitaloka ini dengan jelas dapat menangkap paras muka orang. Kakek ini mengenakan pakaian agak lusuh. Wajahnya agak tirus. Kakek ini tidak memiliki leher dan meski tidak berkata-kata lagi, mulutnya terus menganga! Seolah ingin menunjukkan kalau mulutnya tidak bergigi alias ompong!
Putri Kayangan segera alihkan pandangannya pada si nenek. Sementara di seberang sana, Saraswati ganti arahkan pandangannya pada si kakek.
Tiba-tiba dahi Saraswati mengernyit. “Kalau tak salah aku pernah melihat kakek itu…. Ah, benar! Aku pernah melihatnya di depan Istana Hantu! Dia adalah sahabat Pendekar 131! Jika tak salah dia adalah Iblis Ompong…. Hem…. Tapi si nenek itu, aku tak mengenalinya!”
Kalau Saraswati membatin begitu, Putri Kayangan tampaknya tidak bisa menduga-duga siapa gerangan adanya kakek dan nenek yang tiba-tiba muncul di hadapannya Hingga untuk beberapa lama dia hanya memandang silih berganti pada nenek dan kakek yang bukan lain memang Iblis Ompong dan Dewi Ayu Lambada adanya.
Dewi Ayu Lambada rapikan kerudung hitamnya. Lalu memberi isyarat pada Iblis Ompong untuk mendekat.
“Ah…. Di hadapan gadis-gadis cantik begini kau selalu pasang aksi berlagak mesra! Berarti kau masih punya cemburu padaku! Takut kalau aku tertarik dan digaet perempuan lain!” Iblis Ompong berucap. Lalu sedikit dongakkan kepala dan melangkah ke arah Dewi Ayu Lambada dengan mulut terbuka lebar-lebar!
“Dasar tua karatan! Mana mungkin aku cemburu pada gadis-gadis ini?! Tak mungkin mereka mau dengan manusia karatan sepertimu!”
“Ah…. Kau hanya memandang dari apa yang terlihat di luar. Rambut memang sudah beruban. Kulit sudah mengeriput dan mata telah kabur! Tapi bagian dalamnya masih mampu menandingi pemuda belasan tahun!”
“Ah…. Kau akan selalu berkoar-koar begitu jika di hadapan gadis cantik! Kenyataannya….” Si nenek cekikikan dahulu sebelum akhirnya melanjutkan. “Besar di mulut kurang di tenaga!”
Mendengar ucapan Dewi Ayu Lambada, paras muka Saraswati dan Putri Kayangan berubah merah. Namun sejauh ini baik Saraswati maupun Putri Kayangan belum ada yang buka mulut.
“Hai…. Kau kenal dua gadis yang tengah berebut pemuda ini?!” Dewi Ayu Lambada berbisik pada Iblis Ompong begitu si kakek berada di sampingnya.
Iblis Ompong gerakkan kepala ke arah Saraswati. Dewi Ayu Lambada ikut hadapkan wajah pada Saraswati hingga si gadis kini dapat melihat jelas paras muka nenek berkerudung hitam itu.
“Yang itu rasa-rasanya aku pernah bertemu! Hanya saja aku lupa kapan dan di mana! Yang jelas saat itu di sana ada pula pemuda geblek murid manusia sinting itu!” kata Iblis Ompong. Lalu gerakkan kepala menghadap Putri Kayangan. Dewi Ayu Lambada kembali ikut gerakan kepala Iblis Ompong.
“Yang itu dalam mimpi pun aku belum pernah bertemu! Tapi soal berkenalan serahkan saja pada…,” ujar Iblis Ompong lalu tengadah dengan mulut dibuka lebar.
Dewi Ayu Lambada memberengut lalu berucap. “Yang kita hadapi adalah perempuan. Biar aku yang maju!”
“Ah…. Nyatanya kau masih juga khawatir padaku! Kau tahu…. Perempuan biasanya lebih senang berkenalan dengan laki-laki! Bukan dengan sesama perempuan! Namamu memang yahud dan meyakinkan, tapi tampangmu tidak bisa dijadikan modal meskipun hanya dalam berkenalan!”
Dewi Ayu Lambada mendengus. “Dasar tua bangka tidak tahu diri! Sekarang kau bisa berkata begitu. Tapi dahulu kala kau selalu memuja-muja dan terus mengikuti ke mana aku pergi! Apa kau lupa peristiwa saat kau mencium kakiku hanya demi agar aku menerima cintamu?!”
“Ah…. Kau selalu mengungkit masa yang telah terkubur!”
“Diam, Tua Bangka!” hardik Dewi Ayu Lambada. “Kuperingatkan kau agar tidak ikut bicara! Kalau tidak, mulutmu akan kubuat tidak bisa terbuka lagi!”
Iblis Ompong tertawa bergelak sambil usap-usap mulutnya yang terus terbuka. Sementara Dewi Ayu Lambada melangkah maju tiga tindak. Saat lain perempuan berkerudung hitam ini putar diri setengah lingkaran menghadap Saraswati. Bibirnya sunggingkan senyum. Pinggulnya digoyang dua kali lalu dia menjura dengan kedua tangan ditakupkan di depan kening. Saraswati tampak salah tingkah dan bingung harus berbuat apa. Hingga dia hanya diam dan memandang dengan menahan tawa.
Dewi Ayu Lambada buka takupan kedua tangannya. Sosoknya berputar dan kini menghadap ke arah Putri Kayangan. Kembali si nenek goyang pinggulnya dua kali seraya menjura hormat. Kedua tangannya lagi-lagi ditakupkan dan dipasang di depan kening. Putri Kayangan sunggingkan senyum lalu anggukkan kepala.
Dewi Ayu Lambada luruskan tubuh. Lalu melompat ke samping Iblis Ompong. Begitu injakkan kaki, kepalanya segera berpaling ke arah Saraswati lalu pada Putri Kayangan yang ada di seberang.
“Gadis-gadis cantik…,” kata Dewi Ayu Lambada. “Kalau tidak merasa keberatan, sudi sebutkan diri pada kami siapa kalian adanya?!”
Untuk beberapa saat baik Saraswati maupun Putri Kayangan belum ada yang memberi jawaban. Malah kedua gadis ini saling bentrok pandang beberapa lama.
“Harap tidak punya dugaan yang bukan-bukan! Kami berdua memang tua-tua bangka yang usil hendak tahu nama orang. Namun kami tidak punya niat apa-apa! Cuma sekadar ingin berkenalan….” Dewi Ayu Lambada kembali angkat suara setelah sekian lama ditunggu tidak juga ada yang buka mulut di antara kedua gadis yang ditanya.
“Nek…!” Iblis Ompong berbisik. “Caramu berkenalan sudah ketinggalan zaman! Aku berani bertaruh satu tangan kalau di antara mereka ada yang mau menjawab!”
Dewi Ayu Lambada melirik pada Iblis Ompong. “Kita lihat saja nanti! Kalau benar, tanganmu akan kupotong betulan!”
Habis berkata begitu, Dewi Ayu Lambada berpaling silih berganti pada Saraswati dan Putri Kayangan. Si nenek coba sunggingkan senyum dan pasang tampang ramah. Namun sejauh ini Saraswati dan Putri Kayangan belum juga ada yang buka mulut.
“Gadis-gadis cantik…. Kalian merasa keberatan sebutkan diri?!” Kembali Dewi Ayu Lambada angkat bicara begitu mendapati belum juga ada yang buka suara.
Baik Saraswati maupun Putri Kayangan sebenarnya tidak merasa keberatan untuk sebutkan diri. Namun mereka berdua tampaknya menunggu sampai ada yang mendahului. Hingga karena sama saling menunggu, keduanya tidak ada yang buka suara.
Dewi Ayu Lambada terlihat agak jengkel dengan sikap Saraswati dan Putri Kayangan. Dia melirik pada Iblis Ompong dan berujar pelan.
“Tampaknya mereka bukan gadis yang kita cari meski kudengar tadi tengah berebut pemuda geblek itu! Atau jangan-jangan keduanya tidak bisa mendengar?!”
“Nek…. Seperti kukatakan tadi, cara berkenalanmu sudah ketinggalan masa! Cara seperti itu mungkin cocok pada saat mudamu. Tapi untuk saat sekarang apalagi dalam situasi seperti saat ini, caramu tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali kecurigaan!”
“Baik! Sekarang aku ingin tahu bagaimana caranya berkenalan model sekarang!” kata Dewi Ayu Lambada dengan mata mendelik.
“Hem…. Jadi acara ini kau serahkan padaku?!” tanya Iblis Ompong.
“Tapi kalau kau bicara yang tidak-tidak, kau akan tahu rasa nanti!”
Iblis Ompong tertawa panjang. Lalu melangkah dua tindak ke depan. Tanpa memandang pada Saraswati dan Putri Kayangan, si kakek langsung angkat bicara.
“Aku tahu…. Kalian berdua jatuh cinta pada Pendekar 131 Joko Sableng!”
“Enak saja bicara! Siapa yang jatuh cinta?!” Tiba-tiba Saraswati menyahut dengan suara keras. “Dia yang jatuh cinta, bukan aku!” Telunjuk tangan kanan Saraswati lurus mengarah pada Putri Kayangan.
Putri Kayangan rupanya tidak mau ditunjuk-tunjuk begitu rupa apalagi langsung dituduh di hadapan orang. Gadis berpakaian merah ini segera pula arahkan telunjuknya pada Saraswati seraya berucap dengan suara tak kalah kerasnya. “Dia yang cemburu padaku! Padahal aku tidak merasa punya hubungan apa-apa!”
“Siapa percaya pada ucapan kalian!” kata Iblis Ompong dengan suara keras pula. “Yang jelas dari perdebatan kalian tadi, aku bisa katakan kalian berdua sama jatuh cinta pada Pendekar 131 Joko Sableng!”
“Orang tua! Jangan bicara sembarangan! Katakan terus terang apa maumu sebenarnya!” bentak Saraswati yang mulai jengkel.
Iblis Ompong berpaling pada Saraswati. “Gadis cantik…. Kau tentu tak akan mungkir bila kukatakan kita pernah bertemu! Jadi jangan kira aku tak tahu siapa dirimu dan apa hubunganmu dengan Pendekar 131!”
Saraswati perhatikan Iblis Ompong dengan mata melotot besar. Dadanya bergemuruh. Bibirnya tampak bergetar saat dia berkata.
“Kita memang pernah bertemu! Tapi kau tahu apa hubunganku dengan pemuda keparat itu, hah?! Jangan berani bicara mengarang cerita!”
Iblis Ompong geleng kepala. “Aku tak akan mengarang cerita. Aku juga akan menyimpan rapat-rapat apa yang ku tahu antara kau dan pemuda yang kau katakan keparat itu. Aku hanya perlu memberi tahu padamu. Pemuda keparat itu sekarang sedang sekarat!”
Laksana terbang Saraswati melompat ke depan. Wajahnya berubah tegang. Untuk beberapa lama dia pandangi Iblis Ompong. Lalu seolah ingin meyakinkan, dia berpaling pada Dewi Ayu Lambada. Mungkin masih merasa jengkel dengan sikap Saraswati tadi, si nenek segera buang muka ke jurusan lain ketika Saraswati berpaling padanya.
“Orang tua! Kau….”
Belum sampai Saraswati teruskan ucapan, Iblis Ompong angkat tangan kanannya. Lalu jari telunjuknya dilintangkan di depan mulutnya memberi isyarat agar Saraswati tidak lanjutkan ucapan.
“Aku tak akan bicara apa-apa lagi padamu, Anak Cantik! Kau cukup kuberi tahu apa yang tengah terjadi! Kalau kau ingin bicara, bicaralah! Aku akan sampaikan padanya!
Di lain pihak mendengar keterangan Iblis Ompong, Putri Kayangan sesaat terkesiap. Seperti halnya Saraswati, dia memandang berlama-lama pada Iblis Ompong seolah ingin meyakinkan. Bahkan dia pun sempat arahkan pandang matanya pada Dewi Ayu Lambada. Namun lagi-lagi Dewi Ayu Lambada segera buang muka dengan tampang ketus.
“Apa benar ucapan kakek itu…? Siapa yang telah membuatnya begitu?! Saat berpisah tempo hari…. Ah!” Putri Kayangan tidak dapat lanjutkan kata hatinya. Matanya mulai berkaca-kaca. Namun setelah sadar di mana saat berada dan siapa yang ada di hadapannya, Putri Kayangan cepat usap genangan air matanya lalu melangkah ke arah Iblis Ompong.
Iblis Ompong berpaling pada Putri Kayangan. Setelah menghela napas panjang dan unjuk mimik menyesal, kakek ini berkata.
“Sebenarnya aku tak mau membuat kalian kecewa dengan kabar tidak enak ini…. Tapi aku akan merasa berdosa jika tidak menyampaikan amanat orang!”
“Jadi kau sungguh-sungguh?!” Yang bertanya adalah Putri Kayangan.
“Terserah bagaimana kau memandangnya! Yang jelas aku telah memberi tahu pada kalian!”
“Di mana sekarang dia berada?!” hampir bersamaan Saraswati dan Putri Kayangan berkata.
Iblis Ompong geleng kepala. “Aku tak bisa memberi keterangan! Saat ini dia tengah dirawat seseorang. Namun kecil kemungkinannya dia dapat hidup! Cuma saja kalau di antara kalian ada yang hendak memberi pesan terakhir, aku akan sampaikan!”
Saraswati dan Putri Kayangan kembali saling pandang. Iblis Ompong tampaknya maklum. Maka dia segera berucap.
“Kurasa mulai saat ini tidak perlu di antara kalian ada silang sengketa karena cinta!” Iblis Ompong berpaling pada Saraswati. “Anak cantik…. Aku tahu, mungkin kau malu ucapanmu didengar sahabatmu ini. Kalau kau masih ingin mengutarakan sesuatu, mendekatlah! Berbisiklah di telingaku!”
Saraswati sesaat pandangi Putri Kayangan. Putri Kayangan menghela napas lalu tersenyum dan putar diri sambil melangkah tiga tindak dan berkata.
“Aku tak akan mendengarkan… Silakan bicara!”
Saraswati bimbang. Namun akhirnya melangkah juga. Kepalanya segera disorongkan ke dekat telinga Iblis Ompong lalu mulutnya berkemik. Iblis Ompong mendengarkan dengan seksama. Lalu mengangguk.
Saraswati tarik pulang kepalanya dengan mata berkaca-kaca. Iblis Ompong berpaling lalu bergumam lirih. “Anak cantik…. Pesanmu akan kusampaikan. Tapi kalau dia nanti bertanya siapa yang memberi pesan?!”
Saraswati kembali dekatkan kepalanya lalu sebutkan diri. Iblis Ompong kembali anggukkan kepala. Lalu berpaling pada Putri Kayangan.
“Gadis baju merah…. Kau tidak ingin titip sesuatu?!”
Putri Kayangan balikkan tubuh. Ketika dilihatnya Saraswati telah berbalik dan melangkah menjauh, Putri Kayangan mendekat pada Iblis Ompong dan berkata.
“Kek…. Sampaikan saja permintaan maafku padanya!”
“Hanya itu?!” tanya Iblis Ompong.
Putri Kayangan anggukkan kepala dengan mata kembali telah digenangi air mata. “Aku…. Aku Beda Kumala. Tapi orang sering memanggilku Putri Kayangan….”
Iblis Ompong sesaat tersentak. Namun buru-buru sadar dan segera anggukkan kepala. Saat lain dia berkelebat dan tegak di samping Dewi Ayu Lambada.
“Bagaimana?!” tanya si nenek.
“Rezeki kita besar!”
“Besar bagaimana?!”
“Nanti saja kuceritakan! Sekarang kita harus cepat tinggalkan tempat ini!” bisik Iblis Ompong. Lalu memandang silih berganti pada Saraswati dan Putri Kayangan.
“Kuharap kalian berdua tidak larut dalam kesedihan! Setiap manusia hidup pasti akan mengalami kematian! Kalau takdir nanti menentukan lain, tentu pemuda itu masih bisa disembuhkan….”
Habis berkata begitu, Iblis Ompong berkelebat diikuti oleh Dewi Ayu Lambada. Saraswati teruskan langkah tanpa berpaling lagi. Sementara Putri Kayangan balikkan tubuh lalu melangkah dengan pipi dibasahi air mata!