Badai kehidupan pasti selalu ada. Angin lembut adalah bagian dari kehidupan, badai juga bagian dari kehidupan. Membenci badai sama dengan membenci kehidupan. Apalah artinya hidup kalau waktu kita habis hanya untuk membenci kehidupan. Terimalah kehidupan ini dengan ikhlas, seperih apapun silakan latihan rida, menerima dengan hati yang tenang. Empat dikurangi dua, hasilnya belum tentu dua. Bisa nol, bisa juga jutaan bahkan miliaran. Itulah kehidupan, jauh berbeda dengan ilmu logika. Ketika Allah ‘mengambil’ maka pada dasarnya Allah bukan mengambil tapi memberi. Iya ... memberi. Itulah yang saya rasakan setelah puluhan tahun kaki ini menginjak tanah yang bernama dunia. Jadi tidak usahlah ada wacana ‘sial’ karena bukan seperti itu kenyataannya. Saatnya membuang kalimat ‘nasib sial’ dalam benak kita karena tidak memberdayakan dan kita bisa terjebak dalam logika yang mengenaskan. Kalau kita mempunyai prinsip bahwa kehidupan itu harus happy, maka ketika musibah/ ujian datang: panik deh, hingga depresi karena tidak sesuai dengan goal-nya. Tapi kalau dari awal sudah meyakini bahwa hidup memang tempatnya ujian dan cobaan, maka begitu musibah datang maka kita bisa menerimanya dengan sabar dan tawakal. Orang pintar jarang terkena penyakit sedih karena jiwanya luas berkat ilmu-ilmu yang ada di dalam jiwanya. Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Maliki, Imam Hanafi dan lain-lain adalah manusia-manusia yang pikirannya berisi lautan ilmu, panutan sepanjang masa. Mereka tidak pernah stress karena banyaknya ilmu itu menjadikan semuanya baik. Selamat belajar, dan selamat membaca… semoga kita bahagia dunia akhirat, Aamiin.