-> -> bit.ly/andini-citras <- <-
*
Keunggulan Ebook ini:
- Halaman Asli, tersedia header dengan judul bab
- Baca dengan keras, Menjadi audio book dengan dibacakan mesin berbahasa Indonesia
- Teks Mengalir, menyesuaikan ukuran layar
- Ukuran font dan jarak antar baris kalimat bisa diperbesar atau perkecil sesuai selera
- Bisa ganti jenis font
- Warna kertas/background bisa diubah menjadi Putih, Krem, dan Hitam
----------
“Dia sudah siap. Tinggal memakai sepatu...” Nita menarik nafas lagi. Diam sejenak dan kemudian, melemparkan pandangannya jauh ke sebelah utara.
“Suruh saja dia makan duluan. Aku mau tidur lagi. Aku ngantuk. Katakan padanya! laki-laki apaan tuuh!” celoteh Nita dengan nada kesal, seperti menahan sesuatu. Bi Murni yang melihat sikap sang nyonya yang demikian hanya dapat mengangguk tanpa menjawab. Tetapi hati tak luput tersentuh. Ia menjadi bingung.” Padahal semalam aku dengar tidak ada pertengkaran?!” bisik hatinya bertanya.” Aku jadi bingung? rumah besar dan mewah. Mobil ada dua buah isi rumah ini penuh dengan barang-barang berharga tetapi, masih saja ada pertikaian.?
Akh...mungkin soal cemburu atau tau deh, akh kalau enggak soal itu! Iya benar pasti soal itu, namanya pengantin baru” sambung hati Bi Murni sambil menggaruk garuk keala yang tak gatal. “Tuan” tegur Bi Murni setelah dia berada dimuka pintu kamar. Disitu ia melihat sang tuan tengah duduk melamun dimuka kaca toilet. “Kata nyonya, tuan disuruh makan duluan. Nyonya masih mengantuk, dia mau tidur lagi katanya” ulang Bi Murni dengan suara pelan dan merungkuk menghormati sang tuan. Fahri yang sejak tadi duduk tersenyum memikirkan dirinya perlahan lahan menoleh dan memandang wajah orang tua itu. “Duluan?” ketusnya layu tak berse mangat. “Iya” Bi Murni menganggukkan kepala.
Fahri menghela nafas panjang kembali. Ia merasa, pembantu itu agak kikuk menghadapi kejadiannya pagi itu, sehingga timbul rasa hiba. “Baiklah bi, kerjakanlah pekerjaan lain! nanti biar saya makan sendirian!” kata Fahri seakan akan menyuruh Bi Murni untuk tidak ikut memikirkan kejadian rumah tangganya. “Breeengsseeek!!” bentak Fahri dalam hati, seraya memukul pelan tepian meja toilet, setelah Bi Murni berlalu menuju ke ruang belakang. “Penyakit setan ini tiba-tiba menyerang? Aku jadi bingung? Mendadak layu tidak karuan. Akhhh?” Fahri mengangkat kepalanya menatap langit langit kamar,” Padahal aku ingat, aku dulu termasuk orang yang paling kuat dan gemar main-main dengan para pelacur. Aku ingat benar itu. Aku bisa main sampai empat kali dalam satu malam. Punya ku kencang dan tak pernah kendur, aneeh?” Fahri menggaruk garuk kepala dan kemudian menghela nafas dalam-dalam. “Aneeh” ia tersenyum lagi,” Begitu kawin dan dalam berpikir bagaimana perasaan Fahri disaat itu. Maka perlahan-lahan ia palingkan mukanya, memandang kepada Fahri. “Berangkatlah.... hari sudah muali siang. Nanti kamu terlambat lagi....” Fahri tetap diam tak menjawab apa-apa. Kepalana tetap tertunduk memandang lantai. Perasaan Nita kian bertambah hiba. Ia tidak sampai hati melihat Fahri bermenung seperti itu. Maka ia berusaha membuka mulutnya lagi. “Carilah obat yang mujarab! Mudah-mudahan, bisa sembuh, aku hanya turut mendo’akan....! Tapi,.... kalau tidak juga bisa.... apa sangsinya?” Nita berusaha mengobati perasaan Fahri. Seketika Fahri mengangkat kepala dan memandang kearah Nita. Senyumnya terkias dan dihelanya nafas panjang panjang. “Okee...!!” serunya tanpa ragu-ragu. Kemudian ia bangkit, melangkah dan menyolek pipi kiri Nita.” Kalau tidak berhasil, mama boleh berbuat semau mama! Papa ikhlas demi mama seorang...!
Contents
Ketika Sang Suami Gagal Memberikannya Kepuasan—1
Mencari Kepuasan Sendiri—9
Kekecewaan Nita—19
Bertemu Sanjiv—27
Membayangkan Sanjiv—37
Mengunjungi Rumah Sanjiv—53
Bercinta dengan Sanjiv—79
Fahri Sembuh dari Penyakitnya—95