Dibanding bokap, keluarga nyokap gue tuh lebih original Cinanya. Gaya ngomongnya masih totok banget.
Bagi mereka, gak ada istilah “kami” atau “kalian”. Adanya adalah “gua orang” dan “lu orang”.
Kesannya insecure banget ya? Gue juga tau kalo kita ini orang, bukan ubur-ubur.
(Diambil dari bab “Woy, Cina!”)
Di banyak mall di Jakarta, ada petugas lift. Padahal siapa sih yang gak mampu mengoperasikan lift? Kalo mau ke lantai 3, kan tinggal cari tombol angka “3″. Simpel. Kecuali tulisan tombolnya bukan “3″, tapi lebih rumit. Misalnya “1/2 x akar 36″.
Lagian gue belum pernah baca ada headline koran semacam ini:
“GAGAL MENEMUKAN LANTAI TIGA, SEORANG REMAJA TERJEBAK SELAMA DUA HARI DI DALAM LIFT MALL TAMAN NAGREK”
(Diambil dari bab “Jakarta Dikepung!”)
“Wah, ga nyangka Mas Ernest Cokelat bisa nulis buku juga. Selamat Mas, salam buat Mbak Nirina!”
- Madun, 23th, mahasiswa gaul
“Lucu sih. Tapi menurut Mama masih lucuan buku temen kamu tuh si radit radit apalah itu.”
- Jenny, 54th, ibu rumah tangga
“Ernest itu sosok inspiratif yang pantang menyerah. Terbukti, meskipun buku pertamanya gak laku dan jadi numpuk sampe menuh-menuhin rumah, dia tetep mau nyoba lagi.”
- Meira, 30th, istri penyayang suami
“F0lbek aq y bg…”
- Novi, 16th, remaja hilang arah
-RakBuku-
-Novel berbahasa Indonesia dari penerbit RakBuku-