Tiba-tiba saja aku dijodohkan Ayah dengan seorang pria dari desa. Pria yang sangat ketinggalan jaman, tak punya media sosial, bahkan HP-nya pun masih HP lama yang tak pakai kamera.
Karena percaya pada ayah, ditambah lagi sudah bosan mendengar hinaan orang, akhirnya aku terima lamaran itu. Para saudara dan teman selalu menjadikan Bang Parlin-suamiku itu jadi bahan tertawaan. Akan tetapi siapa sangka, ternyata Bang Parlin pemilik kebun sawit yang luas, serta peternakan sapi ratusan ekor.