[Kenapa? Kangen, yah?]
[Idih, pede amat. Kapan pulang?]
[Ngaku dulu. Kamu kangen aku 'kan?]
[Aku kangen anakku. Pulang cepat, gih.]
[Kangen anakmu atau aku? Hayo!]
[Terserahmulah!]
Kuakhiri percakapan kami melalui pesan WhatsApp. Mas Alkan, mantan suamiku yang saat ini berada di Makassar. Ia membawa Alifah anakku ke sana. Aku sudah menahan gejolak kerinduan padahal baru satu bulan berada di rumah neneknya di sana.
Kami bercerai gara-gara nggak cocok, sering bertengkar. Mas Alkan menjatuhkan talak pertamanya dan tiga bulan masa iddah itu ia nggak ada niat untuk rujuk denganku. Kami akhirnya benar-benar resmi berpisah. Mungkin ini memang yang terbaik untuk kami.
Namun, akhir-akhir ini ia sering mengirim pesan padaku. Ngajak menjadi pacarnya. Bahkan pernah ngajak nikah. Ogah aku. Lebih baik aku nikmati kesendirian ini sambil bekerja daripada pacar-pacaran. Apalagi orangnya adalah mantan suami sendiri. Nggak ada yang lain apa? Duda sebelah rumah gitu. Tapi sayangnya duda tersebut terlalu dingin. Terlihat sombong, nggak mau melirik aku sedikitpun. Padahal ingin sekali dilirik. Eh ....