-> -> bit.ly/andini-citras <- <-
*
Keunggulan Ebook ini:
- Halaman Asli, tersedia header dengan judul bab
- Baca dengan keras, Menjadi audio book dengan dibacakan mesin berbahasa Indonesia
- Teks Mengalir, menyesuaikan ukuran layar
- Ukuran font dan jarak antar baris kalimat bisa diperbesar atau perkecil sesuai selera
- Bisa ganti jenis font
- Warna kertas/background bisa diubah menjadi Putih, Krem, dan Hitam
----------
Di sebuah meja agak di sudut, terlihat seorang teman duduk sendirian. “Siska, kok sendirian saja. Boleh saya duduk di sini? ” tanyaku. “Silakan saja. Untuk kamu semua kursi boleh kamu tempati. Kamulah bintang malam ini,” katanya menggodaku. “Terima kasih, pakaianku jadi sesak nih,” kataku membalas godaannya. Siska salah seorang bunga di kelas kami. Kelihatannya agak sombong, namun setelah mengenalnya sebenarnya ia seorang yang ramah dan baik. Ada beberapa teman baik yang sekelas maupun kelas lainnya yang mencoba mendekatinya, namun mundur teratur ketika mengetahui ia sudah memiliki calon suami mahasiswa kedokteran. Terakhir aku mendengar ia putus dengan dokter-nya dan menikah dengan seorang dosen. Ternyata teman-teman lainnya tidak ada yang mengambil tempat dan bergabung dengan kami. Kini kami hanya berdua saja. “Kamu mesra sekali dengan Intan tadi. Aku jadi iri,” ia berkata sambil menatapku. “Ah, itu kan kerjaan kalian semuanya. Aku hanya menyesuaikan dengan irama permainan kalian saja. Dulu aku mau mendekatimu, tapi kalah dengan sang dokter. Ngomong-ngomong mana suamimu? “Sudahlah, itu masa lalu. Hanya indah untuk dikenang. Suamiku lagi tugas belajar ke Jerman. Gimana pacarmu Isman? ”. “Hussh.., tanya saja sendiri”. “Kamu belum married juga. Gosipnya patah hati dengan Intan ya? “Belum ketemu yang cocok saja”. Akhirnya kami mengobrol dan bercerita tentang diri kami. Ia sudah mempunyai seorang anak dan sekarang lagi dititipkan ke neneknya. Ia mendapat kamar di lantai 2 di ujung koridor, sendirian saja karena teman sekamarnya tidak jadi ikut acara reuni. Acara berakhir pada jam sepuluh. Beberapa teman belum mau beranjak dan terlihat masih mengobrol. Sebagian lagi sudah keluar dari ruangan dan berpindah ke lobby hotel. Aku ditarik untuk ikut bergabung dengan mereka. Agar tidak mengecewakan maka aku pun berbaur dengan mereka. Setengah jam kemudian dengan alasan pusing dan lelah, aku berpamitan untuk ke kamar. Toh besok pagi masih ada acara bersama menikmati keindahan alam Kaliurang. Isman sudah tidak kelihatan batang hidungnya. Katanya ia ada keperluan keluarga dan menginap di rumah saudaranya. Ketika sampai di lantai dua, kulihat Siska sedang membuka pintu kamarnya. Ia menengok dan melihatku. Ia melambaikan tangan menyuruhku mendekat. “To, aku sebenarnya belum mengantuk. Tapi males ngobrol di bawah. Terlalu ramai dan riuh. Temani aku ngobrol di teras kamar yuk! “Aku menurut saja, masuk ke kamarnya dan terus menuju ke teras. Kamarnya masih berantakan. Sampai di teras kami duduk. Siska masuk sebentar dan keluar lagi dengan membawa dua kaleng soft drink. Kami mengobrol sampai pada masalah pribadi. “Bener kamu belum punya pacar? ” tanyanya menyelidik. “Bener. Apa untungnya aku bohong padamu”. “Laki-laki biasanya begitu. Katanya belum punya pacar, ternyata anaknya sudah lima”. “Bener kok. Masih bujangan tulen”. “Apanya yang bujangan. Kupingmu? ! !” katanya terkekeh dan mencibirkan bibirnya. Topik obrolan beralih ke dirinya. “Berapa lama suamimu tugas belajar? “Tiga tahun. Tadinya aku mau diajak, tapi ibuku tidak mengijinkan. Beliau ingin aku masih di sini”. “Jadi tiga tahun ini kedinginan dong? ” godaku. Ia diam dan pandangannya menerawang. Ditariknya napas dalam-dalam. Kami saling terdiam. Ia memainkan jemarinya. Aku jadi salah tingkah. Sementara gerimis mulai turun. “OK deh Sis, aku kembali ke kamarku dulu. Besok pagi masih ada acara lagi,” kataku. Ia masih diam membeku. Namun kemudian ia berdiri dan meraih tanganku. “Aku mengenal kamu sebagai orang yang tidak pernah serius. Kali ini aku bicara serius dan aku minta kamu juga menanggapinya serius. Kamu bilang tadi kalau aku akan kedinginan. Aku tahu kamu cuma bercanda dan menggodaku. Tetapi setelah kurasakan ternyata malam ini aku memang sangat kedinginan. Baik tubuhku maupun hatiku. Kamu mau menghangatkannya? “Sis, kamu sadar apa yang kamu katakan? ” tanyaku. “Aku sadar sepenuhnya. Kamu mungkin memandangku sebagai perempuan murahan, tapi sejujurnya aku belum pernah berselingkuh sampai ketika kami mengobrol tadi. Aku tidak tahu mengapa tiba-tiba aku membayangkan malam ini menjadi sangat panjang dan dingin. Aku tidak ingin berpisah dengan suamiku, tapi aku.. tidak.. tidak. OK, kalau kamu tidak bersedia tidak apa-apa dan aku percaya kamu bisa merahasiakan hal ini”. Aku diam sejenak. Siska memang terlihat sangat cantik dan matang. Kubimbing ia masuk ke kamar, menutup pintu teras dan mengunci pintu masuk. Ia memegang jariku, menatapku dan berbisik, “Thanks To”. Aku berbaring dengan pikiran menerawang. Sejujurnya aku pun ingin menikmati tubuhnya yang indah, namun rasanya hal ini terlalu mudah dan cepat sehingga aku tidak bisa mencernanya. Siska membuka ikatan rambutnya sehingga rambutnya tergerai sampai ke pungungnya. Gaun malam yang dikenakannya sangat serasi dengan tubuhnya. Ia melemparkan syal yang dipakainya. Aku baru sadar kalau gaunnya memiliki potongan V rendah di dada sehingga sebagian buah dadanya terlihat padat. Ia menghempaskan tubuhnya di sampingku. “To, apa pandanganmu terhadap diriku ini. Apakah aku seorang perempuan yang gampangan?...
Contents
Cinta Lama Bersemi Kembali - 1—3
Cinta Lama Bersemi Kembali - 2—19
Cinta Lama Bersemi Kembali - 3—35
Cinta Lama Bersemi Kembali - 4—53
Gairah Vera - 1—71
Gairah Vera- 2—91