-> -> bit.ly/andini-citras <- <-
*
Keunggulan Ebook ini:
- Halaman Asli, tersedia header dengan judul bab
- Baca dengan keras, Menjadi audio book dengan dibacakan mesin berbahasa Indonesia
- Teks Mengalir, menyesuaikan ukuran layar
- Ukuran font dan jarak antar baris kalimat bisa diperbesar atau perkecil sesuai selera
- Bisa ganti jenis font
- Warna kertas/background bisa diubah menjadi Putih, Krem, dan Hitam
----------
Namaku Ryan (bukan nama yang sebenarnya), pangilan akrabku kuanggap bagus dan selalu membawa kehokian yang baik dan ditunjang dengan postur tubuhku yang sangat atletis, tinggi 167 cm dengan berat badan 58 kg sangatlah membantuku dalam segala kegiatan. Keramahan serta rendah hati adalah senjataku karena aku berprinsip banyak teman banyak rejeki dan tidak kelewatan pula pasti banyak wanita yang tergoda. Dengan formasi yang begitu, tentu anda tahu seleraku. Aku sangat menyukai wanita yang berumur sekitar 30 hingga 37 tahun dimana mereka umumnya sangatlah cantik, dewasa dan terlihat sangat anggun. Entah mengapa Tuhan memberi anugerah kecantikan wanita yang sempurna bila mereka berumur sekitar yang kusebutkan di atas.
Aku bekerja di perusahaan P**** (edited) yang sangat syarat berhubungan langsung dengan pelayanan masyarakat dengan posisi yang lumayan srategis.
Diawali dengan perkenalanku dengan seorang pramuniaga yang sangat cantik, umurnya sekitar 33 tahun dan mempunyai anak satu. Henny namanya, sangat mudah diingat dan sangat enak terdengar di telinga. Perkenalanku berawal ketika aku sedang berlibur ke Kalimanatan (Banjarmasin). Perkenalan itu sangat indah dan romantis, disaat matahari tenggelam tertelan air laut di atas dek ferry kulihat seorang wanita bersandar di tiang besi dengan rambut yang tergerai melambai-lambai tertiup sepoi-sepoi angin laut, sungguh cantik dan sexy lekuk tubuh dan dadanya membusung ke depan, sweter unggu serta span warna hitam tak dapat menyembunyikan keindahan tubuhnya.
Dengan langkah yang pasti kuhampiri dengan sedikit sapaan dan percakapan yang sopan mulailah ia terbawa oleh obrolanku yang sedikit humor dan kadang menimbulkan gelak tawa yang memunculkan lesung pipinya, ya ampun cantik betul mahluk ini. Setelah puas dengan ngobrol ini itu dan matahari pun malu menampakkan wajahnya ternyata sudah pukul 19:00 WIB, tak terasa sudah perkenalan yang begitu lama di atas dek dan kami memutuskan untuk kembali ke bangku masing-masing. Kami berjanji akan bertemu kembali jam 21:30 di tiang besi saksi perkenalan kami.
Setelah mandi dan merapikan diri, tak sadar handphone-ku berdering, alarm yang sengaja kupasang telah memanggilku untuk segera naik ke dek karena sudah waktunya kujemput bidadariku di atas dek. “Hai Ryan..” sapa merdu Henny menyapaku dengan menepuk punggungku saat aku memandang lautan.
“Hai, Hen..” sedikit taktik, kubelai rambutnya.
“Maaf Hen..” kataku mesra.
“Ada apa Ryan..” balasnya manja.
“Nih benang bikin rusak pemandangan,” jawabku, padahal benang itu sejak tadi ada di tanganku.
“Oh kamu ini bisa aja Ryan..” bisiknya manja.
Henny sudah bercerai 3 tahun yang lalu dikarenakan suaminya suka berjudi dan mabuk-mabukan yang membuatnya banyak dililit hutang dan kehidupan rumah tangganya selalu tak terhindar akan keributan.
“Kenapa kamu tak cari suami lagi, Hen..” tanyaku untuk memecahkan keheningan.
“Ah.. nantilah,” jawabnya, “Aku masih suka sendiri dan masih kunikmati peran gandaku sebagai ibu dan ayahnya Ranny (anaknya, red) toh masih cukup gajiku untuk membiayainya.”
“Hebat kamu Hen, bagitu tegar dalam keadaan begitu. Kurang apa coba.. kamu mandiri, cantik, sexy dan masih muda lagi, akupun mau mendaftar kalo masih ada lowongan.. ahahaha..” aku sengaja tertawa untuk meriuhkan suasana karena kulihat dia diam dengan wajah agak memerah.
“Hahahhaha..” ternyata dia tertawa, “Ach kamu ini pantesnya jadi adikku,” jawabnya melecehkan.
“Hahahaha.. aku malah,” terbahak-bahak karenanya, “Lho meskipun adik tapi bisa buat adik si Ranny lho.”
“Mana mungkin,” jawabnya.
“Lha kok nggak percaya.. jangan ketagihan ya nanti,” jawabku.
“Yee.. siapa yang mau,” godanya manja.
“Aku yang mau,” jawabku.
Kamipun tertawa riang.
“Dasar buaya,” jawabnya.
Tanpa sadar kapal bergoyang dan angin semakin kencang dan Henny sudah ada di pelukanku, karena terombang-ambing kapal kudekap tubuh sintalnya ternyata diapun diam saja. Kutahan goyangan kapal dan tak kulewatkan kesempatan itu dengan sedikit fantasiku goyangkan pantatku dan.., “Ach.. nakalnya kamu..” ternyata diapun menyadari makin nekadnya aku mengambil kesempatan dalam kesempitan sambil mencubit pinggangku, “Menggoda ya..” bisiknya.
“Ach masa, tapi suka kan,” jawabku.
“Hahahaa..” gelak tawapun tak terhindarkan lagi.
“Hen turun yuk, bahaya nich.. kayaknya angin semakin kencang dan goyangan kapal semakin garang kalo aku yang goyang kamu sich nggak masalah, lha ini kapal yang goyang.. hehehe..” ajakku mesra.
“Dasaar.. dasaar, bener-bener buaya kamu Ryan,” balasnya manja.
“Pppsst.. bukan buaya tapi biawak.. hahahha..” balasku.
Kamipun menuju anak tangga, satu persatu anak tangga kami lalui dengan tangan yang melingkari perutnya dan diapun melingkarkan tangannya di pinggangku. Dengan berani kucium telinganya, dia diam saja hanya reaksi tangannya saja yang menggenggam perutku dan kamipun sudah sampai di depan pintu yang bertuliskan staff only lalu kutarik pinggangnya untuk masuk, diapun tidak menolak. Dengan luas ruangan 2 X 4 m2 sangatlah luas bagi kami berdua. Dalam keremangan lampu kulumat bibir tipisnya, nafas kamipun semakin menderu. Ternyata dia pengalaman sekali dalam french kiss.
Kami berciuman 5 menit lamanya dan dia mulai membuka sweternya sedang aku membuka jaket kulitku
Contents
Henny Janda Kesepian—1
Teh Ina, Ibu kostku yang Cantik—19
Kisah Cinta Inge dan Kapten Jonny—81