-> -> bit.ly/andini-citras <- <-
*
Keunggulan Ebook ini:
- Halaman Asli, tersedia header dengan judul bab
- Baca dengan keras, Menjadi audio book dengan dibacakan mesin berbahasa Indonesia
- Teks Mengalir, menyesuaikan ukuran layar
- Ukuran font dan jarak antar baris kalimat bisa diperbesar atau perkecil sesuai selera
- Bisa ganti jenis font
- Warna kertas/background bisa diubah menjadi Putih, Krem, dan Hitam
----------
Contents
Aku menggoda Andy, Keponakan Jauh ku—1
Aku Menggoda Banu, Anak Pak RT—19
Aku Menggoda Pak RT, Ayahnya Banu—37
Pelajaran Biologi bersama 3 Brondong, Andi, Tony dan Herman—55
Bercinta dengan 3 Brondong, Andi, Tony dan Herman—73
Aku menggoda Andy, Keponakan Jauh k
Etty, umurku saat itu hampir 35 tahun, dan 2 bulan terakhir setelah waktuku di pengadilan untuk mengurus perceraian dan perebutan harta. Ida masih di SMP kelas 1, untunglah sekolahnya pintar dan selalu dapat beasiswa, saat itu uang merupakan komoditas yang langka. Sungguh yang amat melelahkan dan tidak perlu sebetulnya, karena aku bukanlah orang yang gila harta, aku punya usaha sendiri, kelima kamar di paviliun samping dan belakang sudah terisi penuh dengan mahasiswa yang belajar di kota ini, apalagi aku tak perduli atau mementingkan materi dengan hidup sederhana.
Minggu pagi ini aku bangun pertama kali dengan senang karena semua sudah berakhir dan tak usah dipikirkan lagi. Dua bulan sudah aku tidak menikmati kebutuhan badan karena tiap hari boleh dikata berakhir di kantor pengacaraku, untung Mbak Maureen itu mengerti sekali problema rumah tangga yang menghimpit itu. Dia akhirnya menjadi teman dan penasihat yang tangguh banyak sekali menolongku.
Cepat aku pergi mandi di shower, aku mandi air dingin. Air membuat kesegaran tersendiri...
Aku pakai handuk melilitkan di badanku dan menyisir. Dari jendela kamarku yang di atas ini aku bisa melihat ke bawah dan Andi sedang mencuci motornya, ahh.. keponakan jauhku itu memang rajin. Walau dia sibuk dengan kuliahnya di kedokteran dia suka dan rajin mengurus kebun luas di rumah ini juga. Tiba-tiba ia ke belakang pohon dan membuka celana pendeknya, mau kencing! Aku berhenti menyisir dan mengamati, astaga besar benar anunya. Ia tak sadar ada yang meperhatikan dan diguncang-guncangnya menghabisi sisa urine-nya dan terasa kakiku melemah, lututku gemetar dan nafasku menderu berlomba dengan nafsu yang sudah tak tertahan lagi geloranya.
Kubuka jendela dan..
“Andi, tolong Mbak ya..” teriakku agak keras penuh rencana.
“OK, Mbak Myr..” sahutnya.
“Ini tolong dong ambilkan tas merah kecil di atas lemari tinggi itu, bawa tangga kecilnya Di.”
Andi cekatan naik sambil memperhatikan pakaianku yang pendek menerawang, pahaku yang putih terlihat hampir sampai ke atas. Tapi ia tak berani langsung melihatnya. Aku tersenyum dan Andi naik ke atas tangga. Dicarinya di antara tas dan koper di atas (memang tidak ada), dan..
“Yang mana sih Mbak koq tidak ada?”
“Masa sih tidak ada, coba Mbak yang naik, pegangin lho tangganya, Mbak takut jatuh.”
Aku naik ke anak tangga yang atas dan Andi memegang sisi tangga. Dan mulutnya segera ternganga karena ia bisa melihat aku karena daster mini dan tanpa mengenakan CD. Aku pura-pura tak tahu dan sibuk mencari-cari di atas.
Aku naik satu anak tangga lagi dan melebarkan kedua kakiku di tangga dan membungkuk ke arah lemari sehingga Andi jelas bisa melihat semua itu dan dari sudut mata kulihat Andi terbelalak.
“Lihat apa Andi?” tegurku.
Ia malu dan menundukkan kepala.
“Mmaa.. aaff.. Mbak Myr..”
Aku geli melihat ia tersipu-sipu.
“Lha kamu kan sudah biasa di sekolah lihat yang gini kan”
“Wah.. tapi Mbak Myr..”
“Tapi apa.. ayoo..”
Aku turun lagi satu anak tangga. Lututku lemas sekali dan gelora nafsuku sudah menggelegak rasanya
“Mau lihat lagi Andi?” tantangku.
Andi terkejut dan parau ia berkata,
“Bbbolehh Mbak?”...