Kisah Kasih Asmara dengan Tetanggaku: Kumpulan Cerita Romantis Dewasa Vol 91

Lovely Story Publisher
4.8
4 reviews
Ebook
240
Pages
Eligible
Ratings and reviews aren’t verified  Learn More

About this ebook

Dapatkan free ebook sinopsis dan pratinjau judul kami lainnya di:

-> -> bit.ly/andini-citras <- <-

*

Keunggulan Ebook ini:

- Halaman Asli, tersedia header dengan judul bab

- Baca dengan keras, Menjadi audio book dengan dibacakan mesin berbahasa Indonesia

- Teks Mengalir, menyesuaikan ukuran layar

- Ukuran font dan jarak antar baris kalimat bisa diperbesar atau perkecil sesuai selera

- Bisa ganti jenis font

- Warna kertas/background bisa diubah menjadi Putih, Krem, dan Hitam

----------

Sejak remaja, mungkin sejak aku duduk di kelas 3 SMP, aku punya keinginan yang sangat kuat untuk bercinta dengan wanita. Namun waktu itu aku tidak punya keberanian untuk melakukan atau bahkan sekedar memulai pembicaraan, maklum pengalaman masih nol besar.

Ada beberapa tetanggaku yang sering menjadi fantasiku. Statusnya tidak menjadi masalah, tapi yang jelas seleraku memang perempuan yang usianya di atasku. Salah satunya adalah Hesti, seorang gadis yang usianya enam tahun di atasku. Rumahnya berselang lima rumah dari rumahku.

Kabar angin yang beredar mengatakan bahwa ia sudah tidak perawan lagi. Kupikir mungkin saja, karena ia sangat sering keluar malam dengan temannya yang berdandan menor. Mungkin kalau istilah sekarang ia boleh disebut penggemar dugem.

Pada waktu itu di kampungku masih ada beberapa keluarga yang menggunakan kayu bakar untuk memasak. Kadang Hesti membantu tetangga sebelah untuk membelah kayu bakar. Ia paling sering mengenakan daster longgar, sehingga kalau sedang membungkuk membelah kayu bakar buah dadanya kelihatan menggantung seakan mau jatuh. Kalau sudah begitu aku mulai mendekat dan berlagak seolah ikut membantu merapikan kayu bakar. Namun begitu aku hanya berbicara dengannya seperlunya saja, tidak berani atau tidak kepikiran untuk menggoda lebih jauh.

Ketika aku duduk di SMA, Hesti pergi ke Jakarta dan akupun segera melupakannya. Sampai aku lulus kuliahpun boleh dibilang kami tidak pernah bertemu lagi. Paling kalau lebaran hanya ketemu di jalan sambil bersalaman.

*****

Aku mengambil cuti dan pulang kampung untuk menyelesaikan beberapa urusan. Tiga hari aku di kampung dan urusanpun selesai. Rasanya jadi asing juga di kampung. Teman sebaya sudah tidak ada lagi, semua pergi merantau. Anak-anak remaja yang ada sekarang aku tidak banyak mengenalnya karena dulu mereka masih kecil-kecil.

Aku naik bus AC yang akan berangkat ke Jakarta. Penumpang masih terlihat sepi, bus hanya terisi dua pertiganya saja. Mungkin karena bukan musim liburan. Aku duduk menyandar di jendela dan memperhatikan ke luar.

Tiba-tiba ada seorang perempuan yang meletakkan tas ke bagasi di atasku dibantu oleh kernet bus. Kuperhatikan sekilas tidak ada yang istimewa. Perempuan itu mengenakan celana hitam dengan kaus pink longgar. Jaketnya diikatkan di pinggangnya. Namun ketika ia mengatur tasnya di bagasi, otomatis dadanya kelihatan lebih membusung. Hmmh, mata nakalku mulai menikmati pemandangan ini.

“Maaf Pak, boleh saya yang duduk di dekat jendela?” tanya perempuan itu ramah.

“Oh.. Silakan saja. Saya nggak masalah duduk di mana saja kok,” sahutku cepat sambil berdiri dan mempersilakannya duduk di dekat jendela.

Lima belas menit kemudian bus diberangkatkan.

“Kemana Mbak?” tanyaku mengawali pembicaraan.

“Ke Jakarta, Mas sendiri ke mana?”

“Sama, ke Jakarta juga. Jakartanya di mana Mbak?”.

“Di Sawangan, Depok”.

Lumayan jauh juga dari Pulogadung. Bus yang kami naiki hanya sampai di Pulogadung. Kuhitung-hitung kalau perjalanan lancar kami bisa sampai di Jakarta jam 02.00. Terlalu malam untuk seorang perempuan.

“Emang di sini tinggal di mana, Mbak?”

Ia menyebutkan nama kampungnya. Aku tercekat, lho itu kan kampungku juga. Dengan mencuri-curi kuperhatikan perempuan ini lebih teliti. Mukanya sih mirip Hesti, tetanggaku.

“Mas tinggal di mana?”

Kusebutkan sebuah nama kampung, asal saja. Aku belum ingin dikenalnya.

“Oh ya, saya Anto,” kataku sambil mengulurkan tangan. Aku tidak menyembunyikan namaku, karena toh banyak orang lain yang namanya Anto.

“Hestini, boleh panggil Tini saja”.

Akhirnya kupastikan bahwa perempuan di sampingku ini adalah Hesti tetanggaku.

“Mbak Hesti, eh sorry Tini. Kok sendirian aja?”

Ia mengamatiku sekilas, mungkin terkejut juga dipangil dengan nama Hesti.

“Iya, suami lagi sibuk, nggak bisa ambil cuti. Ini tadi habis nengok anak yang dititip sama neneknya”.

Sekitar jam tujuh malam bus sampai di daerah perbatasan Tegal-Cirebon dan berhenti di sebuah rumah makan. Aku turun dan tujuan pertamaku ke toilet untuk buang air kecil. Kulihat Hesti juga sedang antre di toilet wanita. Kutunggu dia dan kuajak untuk makan. Kami makan sedikit saja untuk sekedar mengisi perut agar tidak masuk angin.

Tak lama kemudian bus pun segera berangkat kembali menuju ke Jakarta. Lampu di dalam bus dimatikan, tinggal lampu kecil di dekat toilet saja yang menyala redup. Hesti menggeliat, menggoyangkan badan dan mengenakan jaketnya.

“Dingin ya Mbak Hes.. Eh sorry, bagaimana kalau kupanggil Hesti saja”.

“Terserah Mas saja..”

Kami berdiam diri beberapa saat.

“Sampai Pulogadung jam berapa ya Mas?”

“Kalau lancar jam satu atau jam dua dinihari sudah masuk”.

“Aduhh, gimana ya. Terlalu malam kalau harus nyambung lagi ke Sawangan”.

“Tunggu saja di terminal sampai agak terang barulah berangkat. Kalau masih gelap resiko lho Mbak,” kataku menenangkan.

Penumpang yang lain sudah tertidur. Hesti menguap lebar dan menutup mulut dengan tangannya.

“Ngantuk?” tanyaku.

“He.. Eh,” jawabnya singkat.

“Silakan tidur saja,” kataku sambil menggeser tubuhku agar ia memperoleh tempat yang lebih lebar.

Ia pun kemudian tidur dengan kepala menempel di jendela. Karena guncangan-guncangan di kendaraan, maka kepalanya bergeser dan menyender di bahuku. Aku mulai berpikir dan mengingat masa lalu ketika kuintip buah dadanya dari balik dasternya yang longgar. Kelihatan tidurnya lelap sekali, mungkin kecapekan.

Tangannya yang tadinya disilangkan di depan dadanya mulai lepas dan telapak tangannya menyentuh pahaku. Aliran listrik di tubuhku yang tadinya lemah mulai menguat. Tangannya kuangkat pelan sehingga akhirnya kubuat menggayut di lenganku. Ia masih diam saja dan aku pura-pura juga tidur. Namun pikiran-pikiran lain terus menggangguku.

Hesti menggeliat dan membuka matanya.

“Hh.. Sampai di mana kita?”

“Baru masuk Sukamandi, tidur saja lagi”.

Ia menggerakkan tangannya dan kemudian baru tersadar kalau tangannya dalam posisi memeluk lenganku.

“Sorry.. Nggak sengaja, habis tadi ketiduran. Tapi enak juga tidur sambil memeluk lengan”.

Ia menarik lengannya. Aku hanya tersenyum saja.

“Boleh kok memeluk lenganku lagi kalau mau,” kataku.

“Ihh maunya deh,” katanya sambil mencubit pahaku. Namun kemudian tangannya disusupkan ke bawah lenganku dan kembali ia memeluk lenganku.

“Sebentar.. Sebentar, gini saja supaya lebih nyaman,” kataku. Kulepaskan lengan kiriku dari pelukannya dan kulingkarkan ke belakang bahunya. Ia tersenyum dan mengusap pipiku dengan jarinya. Jaketnya dilepas dan diletakkan di pangkuannya.

Kini kepalanya menyandar di dadaku. Kuusap-usap bahunya dengan lembut. Ia mendesah lirih dan napasnya terdengar mulai berat dan tertahan. Aku tahu Hesti sudah merasa aman dan nyaman di pelukanku. Tangan kiriku mulai menyusup dari bawah lengan kirinya dan ujung jariku sudah menyentuh pangkal buah dadanya. Ia sedikit mengangkat tangan kirinya memberikan kesempatan kepadaku untuk berbuat lebih jauh lagi. Kepalanya agak mendongak sehingga napasnya hangat menyapu leherku.

Content

Kisah Asmara dengan Tetangga Bernama Hesti — 1

Kisah Asmara dengan Tetangga Bernama Bu Mina — 135

Kisah Asmara dengan Tetangga Bernama Mbak Atik — 183

Ratings and reviews

4.8
4 reviews

Rate this ebook

Tell us what you think.

Reading information

Smartphones and tablets
Install the Google Play Books app for Android and iPad/iPhone. It syncs automatically with your account and allows you to read online or offline wherever you are.
Laptops and computers
You can listen to audiobooks purchased on Google Play using your computer's web browser.
eReaders and other devices
To read on e-ink devices like Kobo eReaders, you'll need to download a file and transfer it to your device. Follow the detailed Help Center instructions to transfer the files to supported eReaders.