-> -> bit.ly/andini-citras <- <-
*
Keunggulan Ebook ini:
- Halaman Asli, tersedia header dengan judul bab
- Baca dengan keras, Menjadi audio book dengan dibacakan mesin berbahasa Indonesia
- Teks Mengalir, menyesuaikan ukuran layar
- Ukuran font dan jarak antar baris kalimat bisa diperbesar atau perkecil sesuai selera
- Bisa ganti jenis font
- Warna kertas/background bisa diubah menjadi Putih, Krem, dan Hitam
----------
Kubuka pintu, ada seorang wanita dengan baju longgar berdiri di depan pintu kamar dan menengok ke sekitarnya. Begitu pintu kubuka dan belum kupersilahkan untuk masuk ia dengan tergesa-gesa masuk ke dalam kamar dan mendorong pintu agar tertutup. Seolah-olah takut terlihat oleh seseorang. Aku sedikit heran, tapi kupikir karena ia seorang wanita tak akan terjadi sesuatu.
Setelah pintu tertutup, wanita tadi menatapku tajam dan berkata dengan bergetar,”Maaf, saya mengganggu. Ini Anto ke?”
“Ya, saya Anto. Ini siapa ya?” balasku.
“Oh... Kalau demikian saya yang ganti bagi surprise. Saya Linda, Kak Linda”.
Betul saja, kini giliranku yang terkejut bercampur dengan berbagai perasaan. Kuperhatikan lagi mukanya dengan teliti, tidak begitu mirip dengan foto yang dikirimkannya padaku
“Mengapa diam saja, ini akak memang lah Linda. Kak Linda tadi terima mesej Anto. Kakak sedang ada mesyuarat di KL sini dan menginap di dormitory. Karena Anto sudah buat surprise, maka kakak juga nak bagi surprise pula ke Anto. Sesudah program hari ini kakak terus datang ke sini”.
Aku masih tercengang sesaat lagi. Setelah dapat menguasai diri, maka kuulurkan tangan dan iapun menyambutnya.
“Rasanya tak percaya saya bisa bertemu kakak di sini,” kataku. Ia menjabat tanganku dan hanya tersenyum saja tanpa mengeluarkan kata-kata.
“Maaf, tadi belum dipersila akak sudah masuk. Ini KL tentulah beza dengan Jakarta. Rasanya tak elok kalau ada orang tahu akak masuk ke kamar hotel,” katanya setelah kami berdiam sejenak.
Kupersilakan ia duduk di kursi kamar, sementara aku duduk di tepi ranjang. Aku baru sadar kalau aku hanya memakai celana pendek longgar dan kaus tipis.
“Sorry, saya hanya pakai celana pendek dan kaus. Tak kira kalau kakak nak ke sini”.
“Ah, tak apa, tak ada lagi orang lain”.
Ia menatapku dengan pandangan aneh. Seperti ada gairah, namun ada juga perasaan ragu dan jengah. Aku membalas tatapannya sekaligus lebih memperhatikan wajahnya. Ternyata lebih cantik dari fotonya. Wajahnya oval dengan kulit kuning bersih. Aku tidak bisa melihat bentuk badannya karena ia memakai baju yang longgar. Akhirnya ia membuang muka dan kulihat wajahnya bersemu merah.
Aku juga masih ragu, apakah yang harus kulakukan. Kalau ini di Jakarta tentu saja lain ceritanya. Ini KL pakcik! Aku tak mau kalau aku harus dihukum di Malaysia karena meniduri istri orang. Hubungan antar negara bisa berabe. Harus kuyakini dulu kalau situasi benar-benar aman terkendali.
“Anto, apakah cerita yang kau tulis itu benar-benar merupakan pengalaman pribadi. Atau hanya fiksyen saja?” ia memecah kebekuan dengan sebuah pertanyaan.
“Itu betul terjadi, hanya saja setting dan nama tempat sebagian kusamarkan. Tak baik kalau ada orang yang kebetulan mengenal wanita yang bersangkutan nantinya tahu affairnya”.
“Ihh... Kamu sangat hebat. Boleh merasa ramai perempuan dari berbagai macam etnik dan usia”.
Hmmmh. Pembicaraannya mulai menjurus tanpa kupancing. Iapun lalu bercerita dengan nada datar dan pelan mengenai kondisinya. Gairah yang berkobar tapi selalu padam karena kurang minyak.
Aku berdiri dan berada di belakangnya. Ia masih duduk di kursi kamar. Kupegang kedua bahunya dari belakang dan kupijit perlahan. Ia menggeliat dan mengusapkan pipinya pada lengan kananku. Kubimbing ia berdiri dan kuputar badannya sehingga kini kami saling berhadapan. Kupegang kepalanya dan kutengadahkan mukanya ke mukaku. Ia masih menampakkan ekspresi ragu dan malu. Namun akhirnya ia berkata lirih,”Aku ingin berbagi pengalaman denganmu saat ini”. Aku yang kini menjadi ragu, takut kalau ada razia di hotel ini.
“Tak perlu khawatir ada pemeriksaan di hotel,” katanya lagi seolah meyakinkanku. Akupun sudah tidak bisa berpikir dengan jernih. Kalaupun ada insiden antar negara, biarlah itu diselesaikan oleh para pejabat, karena memang itulah tugasnya.
Ia menjatuhkan kepalanya ke dadaku. Kupegang bahunya dan kutempelkan pipiku ke pipinya. Ia berbisik, “Puaskan akak malam ini. Bawa kakak mencapai puncak nikmat...”
Kupeluk dia dan ia semakin merapatkan kepalanya di dadaku. Kubawa dia duduk di ranjang.
Kucium pipinya dan tangannya mulai membukanya. Rambutnya ternyata dipotong pendek dengan model seperti Lady Di....
Contents
Awal Kenal dengan Linda—1
Didalam Kamar Hotel—19
Linda Menagih Lagi—37
Pelajaran Sesion Kedua Untuk Linda—57